Kamar Yuu benar-benar luas. Mungkin ukurannya tiga kali dari kamarnya yang dulu. Dan fasilitas di dalam kamar cukup lengkap. Desain interiornya, kamar mandinya, tapi baginya kamar ini tampak berlebihan.
Tadi ia sempat bertanya pada pak supir apakah ia salah kamar. Tapi pak supir bilang ini memang kamar yang telah dipilihkan Nyonya Lily untuknya.
Hari sudah semakin gelap. Yuu sedang merapikan pakaian yang ia bawa ke dalam lemari kamarnya. Ngomong-ngomong, sejak tadi pagi ia sama sekali belum keluar kamar. Ia lebih memilih untuk mengerjakan PR sekolah supaya cepat kelar dan tidak ada tanggungan, sampai-sampai ia lupa kalau pakaiannya masih berada di dalam koper.
Yuu tidak ingin bertingkah lancang. Apalagi hari ini adalah hari pertama ia tinggal disini. Sebisa mungkin, ia harus berperilaku sopan.
Beberapa saat kemudian pintu terbuka secara tiba-tiba. Seorang laki-laki muda tampan bertubuh tinggi tampak berdiri di ambang pintu sambil melipat tangan di depan dada.
"Ku harap kau merasa nyaman di kamar ini," ucap laki-laki itu dingin.
"Siapa kau? Tak bisakah kau permisi dahulu sebelum masuk ke kamar orang lain?"
Laki-laki itu menatap Yuu dengan tajam. "Ini rumahku! Jangan macam-macam kalau kau masih ingin tinggal disini!"
Yuu terbelalak. Ia baru sadar kalau pakaian laki-laki itu sama dengan orang yang tadi pagi berdiri di belakang jendela kamar lantai dua. Jadi inikah anak laki-laki Nyonya Lily Benjamin? Immanuel Benjamin.
Yuu langsung membungkuk dalam. "Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kau sebenarnya....."
"Sudahlah! Aku tidak ingin mendengar semua alasan konyolmu! Sudah basi! Aku hanya ingin mengingatkan satu hal padamu. Aku tidak akan segan-segan menendang orang miskin sepertimu keluar dari rumahku jika kau berani macam-macam padaku. Ingat itu," ucap Immanuel dingin lalu membanting pintu kamar Yuu dari luar.
Yuu kembali menegakkan punggungnya. Jantungnya berdegup kencang. Antara ketakutan dan rasa khawatir. Firasatnya tadi pagi memang benar adanya kalau Immanuel Benjamin tidak menyukainya.
Mendadak, suhu di dalam kamar terasa seperti naik beberapa derajat dan membuatnya berkeringat. Padahal di dalam kamar sudah di lengkapi pendingin ruangan. Ini baru hari pertama ia tinggal di sini, dan ia sudah membuat masalah dengan Immanuel. Yuu yakin kalau perkataan laki-laki itu tadi bukan main-main.
Cepat-cepat, ia segera merampungkan pekerjaannya yang baru saja terhenti. Tak lama, pintu diketuk dari luar kamar. Yuu mendesah pelan dan berjalan menghampiri pintu kamar.
Setelah dibuka, tampak seorang pelayan wanita paruh baya sedang berdiri di depan pintu kamarnya. "Tuan Yuu, makan malam sudah siap. Silahkan turun ke bawah. Nyonya Lily dan Tuan Immanuel juga sedang menunggu."
Yuu mengambil napas panjang dan menghembuskannya dengan berat.
Sepertinya ia tidak akan bisa menjalani hari-hari di rumah ini dengan tenang. Ia hanya bisa berharap semoga Tuhan memberinya kekuatan supaya ia bisa bertahan.
"Baiklah, Bibi. Aku akan turun sebentar lagi."
***
Di ruang makan, hanya ada tiga orang yang sedang menikmati makan malam, namun di atas meja tersedia berbagai jenis makanan yang dihidangkan.
Tapi Yuu sudah terlanjur tidak berselera makan sekarang, karena perkataan Immanuel tadi. Apalagi laki-laki itu sekarang sedang makan satu meja bersamanya, dengan ekspresi ketus yang menjengkelkan.
Di piring Yuu hanya ada sedikit nasi, serta sepotong ayam panggang. Padahal masih banyak makanan lainnya yang ada di atas meja makan, tapi ia tidak ingin menambahinya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Troublemaker (boyxboy)
RandomSelama hidupnya, Yuu selalu berusaha bersikap baik dengan semua orang. Ramah, sopan, murah senyum. Sampai akhirnya ia merasa sangat sial dan menjadi manusia paling menyedihkan di muka bumi seusai ayahnya meninggal dan membuatnya menjadi yatim piatu...