Beberapa jam kemudian...
Pintu ruang operasi terbuka dengan bunyi mendesing yang memecah keheningan. Seorang dokter keluar, melepas masker bedahnya, dan menghampiri keluarga Griffin yang menunggu di luar. Wajahnya serius, menambah ketegangan yang sudah menggantung di udara.
"Operasinya berjalan lancar sejauh ini," katanya, menatap mereka satu per satu, "tapi Nathan masih butuh darah tambahan untuk memastikan kondisinya stabil. Kami membutuhkan donor darah dengan golongan AB+."
Jevano yang sejak tadi duduk diam di pojok ruangan langsung berdiri. Tanpa berpikir dua kali, ia mengangkat tangannya. "Saya. Golongan darah saya sama dengan Nathan. Saya akan mendonorkan darah saya."
Dokter mengangguk perlahan, namun sorot matanya menunjukkan kekhawatiran. "Kami membutuhkan cukup banyak darah untuk mengimbangi kondisi Nathan. Jika kamu bersedia, kami harus memastikan tubuhmu kuat dan..."
"Sebanyak apapun itu, saya nggak peduli." Jevano memotong cepat. "Saya akan donor darah saya. Ini kesalahan saya, dan ini cara saya menebusnya."
Kata-kata Jevano mengarah langsung ke Devan dan Marka, yang baru kembali setelah pergi beberapa waktu. Tatapan tajam Jevano pada mereka membuat suasana menjadi lebih tegang. Marka membuka mulut, hendak berbicara, namun Devan lebih dulu maju.
"Tidak," tegas Devan, suaranya penuh wibawa meskipun terdengar marah. "Kamu gak boleh donor sebanyak itu, Vano. Gimanapun juga, kamu tetap anak Papa. Nyawa kamu sama pentingnya dengan nyawa Nathan."
Namun, Jevano bahkan tidak menoleh ke arah ayahnya. Ia menatap dokter dengan mantap. "Kapan saya bisa mulai?"
Devan melangkah lebih dekat, mencoba menarik perhatian Jevano. "Vano, dengerin Papa! Kamu nggak bisa ngelakuin ini. Jangan ambil risiko, ini bisa buat kamu dalam bahaya!"
Jevano mendengus, tidak memandang sedikitpun ke arah ayahnya. "Papa? Sejak kapan Papa peduli? Tadi Papa cuma marah-marah, kan? Sekarang aku mau melakukan sesuatu yang benar, tapi Papa tetap melarang?"
"Jevano..." Suara Yoona terdengar lirih di belakang Devan. Ia mencoba mendekat, membujuk Jevano dengan lembut. "Mama ngerti kamu pengen bantu Nathan, tapi dokter juga bilang ini berbahaya buat kamu. Tolong pikirin diri kamu juga, Dek."
Namun, Jevano menggeleng tegas. "Aku gak peduli, Tan. Jangan larang aku."
Devan hendak memprotes lagi, tetapi Yoona menyentuh lengannya, memberinya isyarat untuk menyerah. Wajah Devan terlihat seperti sedang berjuang antara marah dan frustrasi, tapi akhirnya ia mundur, menyerahkan keputusan pada anaknya.
"Baiklah," dokter menghela napas, melihat bahwa tidak ada gunanya membujuk lagi. "Ikut saya."
♤♤♤
Proses donor darah berjalan cepat, tapi intens. Jevano berbaring di ranjang donor, wajahnya semakin pucat ketika kantong demi kantong darah diambil. Lima kantong penuh terkumpul, membuat dokter beberapa kali bertanya apakah ia ingin berhenti.
"Saya baik-baik saja," gumam Jevano dengan suara lemah, meski pandangannya mulai kabur.
Ketika selesai, Jevano dipindahkan ke ruang rawat untuk mendapat infus pemulihan. Perawat menekankan bahwa ia harus beristirahat dengan baik untuk memulihkan tenaganya.
Namun, saat Devan, Yoona, dan Marka pergi ke ruang operasi untuk memeriksa kondisi Nathan, mereka kembali mendapati ruangan Jevano kosong. Selimutnya terlipat rapi, tapi tidak ada tanda-tanda ke mana dia pergi.
"Dia... pergi?" Suara Yoona bergetar, matanya melirik ke sekeliling ruangan, mencari jejak anaknya.
"Kemana dia sekarang?" gumam Marka, rasa bersalah mulai menyelimuti dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mistakes In The Past || Complate
AcakJevano menuliskan betapa sempurnanya ibunya dan dengan bangga membacakan suratnya didepan semua wali murid disekolahnya tepat dihari Ibu, tapi dalam kurun waktu 1 jam semuanya berubah ketika hati dan kepercayaannya dihancurkan oleh wanita yang dipan...