CHAPTER 52

341 41 31
                                    

Jaegar keluar dari ruang IGD dengan langkah berat, wajahnya muram dan matanya yang biasanya tegas kini terlihat lelah dan penuh kecemasan. Langkahnya terhenti di depan pintu ruang tunggu, tempat keluarga Jevano berkumpul. Suasana tegang menyelimuti ruangan itu, setiap orang menunggu dengan harapan, namun hati mereka sudah dipenuhi ketakutan. Devan, Yoona, Tiffanny, Oma, Opa, Marka, Nathan, dan Haekal menatapnya, menunggu dengan cemas, bertanya-tanya bagaimana kondisi Jevano.

Jaegar menghela napas panjang sebelum membuka mulutnya, namun kata-katanya terasa begitu berat, seperti ada beban yang terlalu besar untuk diungkapkan. "Maafkan saya..." Jaegar memulai, suaranya serak dan penuh penyesalan. "Kondisi Jevano... sangat kritis." Ia menunduk, memejamkan mata sesaat, seperti berusaha menahan air mata yang hampir keluar. "Ginjalnya... sudah rusak hampir 95 persen."

Kata-kata itu menghantam semua yang ada di ruangan itu seperti petir di siang hari. Tiffanny langsung terjatuh ke lantai, tubuhnya melemas, seolah-olah seluruh kekuatan yang dimilikinya hilang begitu saja. Opa dan Oma menutup mulut mereka, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Devan hanya bisa diam, wajahnya pucat pasi, seolah tak mampu menerima kenyataan yang begitu menghancurkan.

Marka menggenggam tangan Nathan dengan erat, matanya menatap Jaegar, mencari harapan yang tidak ada. Nathan, yang sejak awal sudah tampak cemas, mulai merasakan sesak di dadanya. Haekal, yang berdiri di sampingnya, menunduk, mencoba menahan perasaan yang bergejolak di dadanya.

"Jevano dalam keadaan koma," lanjut Jaegar, suaranya semakin serak. "Kami sudah berusaha sebaik mungkin, namun kerusakan pada ginjalnya... terlalu parah. Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa lagi." Jaegar merasa sesak di dadanya, merasakan beban berat di hatinya. Dia tahu, kata-katanya ini akan menghancurkan semua harapan mereka.

Devan berjalan maju, tubuhnya gemetar, tangannya meraih bahu Jaegar, mencoba menahan dirinya agar tetap tegar. "Anda... kamu yakin? Harusnya... masih ada harapan, kan? Jevano... dia... anak saya!" Devan berteriak, suaranya hampir tidak terdengar karena isakan yang semakin keras.

Jaegar menunduk, tak sanggup menatap mata Devan yang penuh dengan harapan yang begitu besar, yang kini hancur dalam sekejap. "Saya... saya minta maaf," jawab Jaegar dengan suara berat. "Kami sudah berusaha sebaik mungkin. Namun, kita harus siap dengan kemungkinan terburuk."

Yoona yang berusaha tetap berdiri dengan tubuh lemas, wajahnya pucat dan penuh air mata. "Jevano... dia anak yang kuat.... Jevano tidak akan menyerah begitu saja..." Suaranya pecah, dan tubuhnya mulai terhuyung, hampir ambruk jika tidak ditopang oleh Oma.  

Jaegar menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. "Kita harus beri waktu untuk Jevano, agar tubuhnya bisa beristirahat, maka dari itu saya putuskan untuk membawanya keruang ICU. Dan kalian semua bisa menemuinya secara bergantian." katanya, dengan suara yang hampir tak terdengar. "Tapi... kita harus siap dengan apapun yang akan terjadi. Satu-satunya yang bisa kita lakukan saat ini adalah berdoa pada Tuhan, agar Tuhan mau mengirimkan seseorang yang mau mendonorkan ginjalnya pada Jevano."

Dan dengan itu, Jaegar pergi, meninggalkan mereka dalam keheningan yang mencekam. Semua orang terdiam, terhanyut dalam kesedihan yang begitu mendalam.

Tak lama setelah Jaegar pergi, suara roda berdecit memenuhi lorong rumah sakit yang sunyi. Sebuah brankar keluar dari ruang IGD, membawa tubuh Jevano yang terbaring lemah. Jevano tampak begitu rapuh, dengan banyak alat medis terpasang di tubuhnya—selang oksigen di hidungnya, monitor detak jantung, dan infus yang menggantung di sisi tempat tidurnya. Wajahnya pucat pasi, nyaris tak menunjukkan kehidupan, namun masih ada nafas yang menghubungkan dirinya dengan dunia ini.

Pemandangan itu menghantam hati semua yang melihatnya. Tiffanny menutup mulutnya, tubuhnya kembali lemas, dan ia hampir saja terjatuh jika Oma tidak meraihnya. "Jevano... anakku..." isaknya, suara penuh luka yang begitu dalam.

Mistakes In The Past || ComplateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang