21

23 2 0
                                    





















































"Kenapa harus ditunda si... capek mau presentasi sekarang" Indy mengeluh

Windy mengangguk setuju pada Indy

Karena kemarin mereka tidak jadi presentasi, jadwal pun di ubah hari ini. Tugas yang harus di presentasi kan, adalah tugas membuat patung bersejarah dengan ukuran kecil menggunakan tanah liat.

Tugas ini lah yang mereka kerjakan berkelompok waktu itu.

"Baik, kelompok yang sudah siap, silahkan maju" ucap guru di depan.

Windy menoleh ke arah Ardan yang selalu memasang wajah datar. Windy mengurungkan niatnya mengajak Ardan untuk maju terlebih dahulu setelah melihat wajah Ardan.

Namun, tiba tiba saja Ardan mengangkat tangannya.

"Ya, Ardan?" Tanya guru di depan dengan heran. Sebab, Ardan tidak pernah ingin maju sebelum namanya disebut terlebih dahulu

"Saya duluan." Ucap Ardan sedikit gugup

Windy tersenyum senang sembari menatap Ardan.

Mereka pun maju terlebih dahulu.

"Windy, lo aja yang jelasin..." bisik Ardan

Windy pun mengangguk, mengiyakan permintaan Ardan.

Windy pun menjelaskan hasil karya mereka dari awal sampai akhir.

"Kamu bagian penutup, mau ga?" Tawar Windy

Ardan mengangguk pelan.

"Sekian dari kelompok kami, maaf jika ada kekurangan dalam presentasi kami" ucap Ardan dengan gugup

Satu kelas pun memberikan tepuk tangan yang meriah karena mereka senang melihat Ardan yang akhirnya memiliki kelompok, dan berani berbicara dengan suara lantang.

Setelah mereka kembali ke bangku mereka, Ardan langsung menyembunyikan wajahnya di atas meja.

Windy mengerti perasaan Ardan, ia pun menepuk pelan punggung Ardan "semangat ya, kamu pasti bisa kok..." ucap Windy dengan berhati hati.

Lagi-lagi Ardan hanya diam, dan Windy sudah terbiasa dengan hak tersebut.


































Justin berlari menuju Windy yang berada di depan gerbang sekolah

"Sayaang, ayo pulang" ajak nya.

Windy menggelengkan kepalanya "Aku hari ini main kerumah Indy, mereka ngajak ngumpul, nanti kasi tau ibu" tolak Windy

"Owh, kalo gitu, aku anterin ya" Tawar Justin

Windy lagi lagi menggelengkan kepalanya "Aku sama Indy, kamu pulang aja, gapapa" tolak Windy lagi.

"Beneran?" Justin berusaha memastikan lagi

Windy mengangguk yakin "iyaa"

"Yaudah, hati hati ya? Kalo mau dijemput, telpon aja... kalo ada apa apa, kasi tau, kalo-"

"Iyaaa, sayang, iyaaaa" sahut Windy sembari mencubit pipi Justin

Sebuah mobil pun menekan klakson yang ditujukan untuk Windy.

"WINDY, AYO NAIK!" pekik Indy dari dalam mobil

"Yaudah, aku pergi dulu yaa" pamit Windy

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang