Bab 4

10 0 0
                                    

"Kau benar-benar melakukannya." Suara seorang perempuan memutus konsentrasi Sura. Ketika ia berbalik, perhatiannya tertuju pada lembaran kertas yang berisi kontraknya dengan Industri Kerisalis.

"Selamat datang kembali, kak. Bagaimana pekerjaan hari ini?" kata Sura dengan nada santai. Ia memperhatikan kakak perempuannya yang sudah mengganti pakaiannya menjadi baju tanpa kera dan celana pendek. Rambut hitamnya yang sepinggang masih tersisir rapi. Terdapat bengkak di bawah kedua matanya. Dia pasti kerja lembur.

"Bukankah aku sudah bilang berkali-kali untuk tidak berurusan dengan perusahaan itu. Kau akan membuat dirimu terbunuh! Terlibat dengan Elang Baja sudah cukup buruk, sekarang kau masuk perusahaan yang paling dibenci oleh masyarakat."

"Aku tahu bahwa kakak adalah Kartini Kartanegara, psikolog ternama di bidang obsesi prostetik, tapi hal tersebut tidak membolehkan kakak mengendalikan hidupku. Hubungi Sudibuana. Dia akan jelaskan segalanya." Sura membalikkan kursinya lagi, tidak peduli kakaknya.

Kartini mendekat dan membalikkan kursi Sura dengan paksa. Dilihatnya dekat-dekat adik laki-lakinya itu. "Aku tidak mau kehilangan keluargaku satu-satunya. Aku sudah telfon Herman dan dengar semuanya. Jika kau menyalahkan dirimu, maka aku tidak bisa apa-apa. Tapi tolong, ketika kau berhasil membuatnya berjalan lagi, tinggalkan Industri Kerisalis."

"Bisa beritahu mengapa?"

"Ketika waktunya sudah tepat. Kakak akan beritahu mengapa kakak tidak ingin kau terlibat dengan perusahaan itu. Kakak sayang kamu, Sura."

Kartini memeluk Sura tapi pelukannya tidak dibalas. Sura hanya menunggunya melepas tangannya. Bau harum masih tersisa dari parfum yang dipakainya hari ini. Lalu pikirannya melayang ke misinya untuk meyelidiki hilangnya Bayu.

"Kau sudah makan malam?" tanya kakaknya ketika hendak keluar dari kamar Sura.

"Sudah." Sura kembali menatap tiga layar di depannya yang berisi informasi tentang Industri Kerisalis. Sebelum dia tahu, Kartini sudah meninggalkannya. Terkadang Sura heran, apakah dia dan Kartini benar-benar kakak dan adik? Muka mereka tidak mirip. Sura pipinya agak gemuk dan mukanya kelihatan lebih tua dari umurnya. Kartini di sisi lain, pipinya langsing hingga tulang pipinya hampir terlihat dan mukanya awet muda. Mungkin itulah alasan Kartini suka gaya rambut ekor dua; agar ia terlihat semakin muda.

Jam dua dini hari, Sura keluar dari rumahnya dan pergi ke sebuah café yang berjarak beberapa blok, tepatnya terletak di persis di tengah kompleks perumahan elit. Lampunya masih menyala dan pelayan di sana masih siaga. Begitu perangkat di pintu otomatis mengenali Sura, dinding café yang berupa kaca berubah hitam dan layar-layar hologram berukuran besar bermunculan.

"Aku butuh sesuatu untuk dikejar," kata Sura kepada pelayan yang berada di balik meja. "Apapun yang berhubungan dengan hilangnya Bayu."

"Langsung ke pekerjaan. Ketenaranmu mendahuluimu, Sersan Kelas Satu Sura Kartanegara." Pelayan itu menyuguhi Sura secangkir kopi hitam dan menyentuh beberapa kali layar kasir. Setelah Sura meneguknya hingga habis, lemari dekat pintu keluar meja terdorong ke belakang, lalu ke bawah.

"Coba kau pergi ke Surabaya Selatan. Itu adalah zona anti-prostetik, cocok untuk tempat persembunyian pembenci Bayu." Seorang remaja keluar dari balik lorong rahasia. Tangan dan kaki kanannya terbuat dari prostetik berwarna abu-abu dengan bilur-bilur dari karbon fleksibel.

"Jansen!" teriak Sura senang sembari memeluk rekan kerjanya yang telah berbulan-bulan di rumah sakit. "Aku dengar kau terkena ledakan langsung. Pasti sakit. Kau masih bekerja?"

"Tentu saja. Sudibuana memberiku banyak perangkat. Aku rasa separuh dari diriku adalah robot." Jansen memberi isyarat kepada pelayan tadi untuk mengeluarkan sebuah kotak hitam.

"Seperti yang kubilang tadi, pergilah ke Surabaya Selatan. Masalahnya, tempat itu seperti kota tersendiri. Kelompok penentang prostetik membangun tembok dan memasang detektor di pintu masuknya. Kau ingin masuk, harus mematikan implan otak dan pernafasan."

"Hal itu akan membuatku rawan."

"Itulah mengapa," Jansen membuka kotak itu dan menarik keluar sebuah pistol. Larasnya terbagi menjadi dua dan masing-masing ujung berbentuk pipih vertikal. "Pistol ini dapat mengirimkan gelombang kejut ataupun gelombang dorong. Tembak ke manusia dengan prostetik dan aliran listriknya langsung menujuk prostetiknya. Tembak ke manusia biasa, dan mereka akan tumbang. Masih menggunakan magazine yang adalah baterai."

"Bagus. Ada lagi?"

"Ketika kau disana, cari seseorang bernama Merylin Anggraini. Kabarnya, dia pernah bekerja di dalam Industri Kerisalis. Kau siap?"

"Selalu. Ayo."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Evolusi Manusia di Titik TertinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang