Chapter 65 - 66

20 2 0
                                    

Chapter 65 : Masih Ada Ketulusan di Dunia

"Aku bukan lagi Nyonya Kedua, dan Nyonya Kedua yang baru bahkan belum datang." Sambil tersenyum, Wen Rou menepuk bahu Xiao He. "Tapi terima kasih. Budi ini akan kuingat."

Merasa sedikit gugup, Xiao He memeluk keranjang sayurnya dan berlari ke arah sumur. Di sana, dia dengan hati-hati mulai mencuci sayuran.

Wen Rou mengikutinya, berjongkok di sampingnya, mengamati gerakannya. Tiba-tiba dia bertanya, "Kau tahu cara agar lebih mudah mendapatkan pengakuan orang lain?"

Xiao He tertegun, lalu menggeleng ragu. "Tidak tahu."

"Misalnya saat mencuci sayuran," kata Wen Rou sambil menunjuk kangkung yang sudah dicuci dan dimasukkan ke dalam keranjang bambu. "Ketika mencucinya, kau bisa sekaligus membuang batang yang tua dan hanya mengambil daun serta batang yang muda. Dengan begitu, cucian lebih bersih, dan pekerjaan orang yang memotong jadi lebih mudah."

"Itu..." Xiao He melihat sayur di tangannya dan bergumam pelan, "Bukankah itu merepotkan?"

"Memang jalan mendaki itu lebih sulit," Wen Rou tersenyum. "Tapi kalau kam ingin memilih jalan yang mudah, turun bukit, aku tidak akan memaksa."

Manusia harus selalu mencoba naik ke tempat yang lebih tinggi. Xiao He menggigit bibirnya, mengikuti saran Wen Rou. Dia mencuci kangkung dengan teliti, memilah-milah batang tua, lalu mengatur sayur-sayuran lain dengan rapi di keranjang. Batang yang tua dia pisahkan dalam keranjang lain sebelum semuanya dia bawa ke depan dapur.

Koki Zhao, yang mengatur dapur, menerima sayur yang dicucinya. Setelah memeriksanya, dia tersenyum sambil berkata, "Kau anak yang teliti."

Dipuji? Xiao He merasa gembira. Pipinya memerah, dan dia segera berlari kembali ke sisi Wen Rou. Dengan suara pelan, dia berkata, "Aku dipuji oleh Nenek Zhao!"

"Kalau kau mencuci sayur lebih teliti daripada yang lain, tentu saja dia akan memujimu," Wen Rou menjawab serius. "Tapi ini harus dilakukan terus-menerus. Kesan yang baik perlu dibangun perlahan. Ketika ada kesempatan untuk naik pangkat, orang atasan pasti akan ingat kalau kau lebih teliti dibanding yang lain. Mereka akan lebih mudah mengangkatmu."

"Benarkah begitu?" Xiao He mengangguk, lalu bersumpah dengan sungguh-sungguh, "Aku tidak akan malas lagi!"

Wen Rou tersenyum dan mencubit pipinya. Ketika hendak berdiri, tiba-tiba dia merasa sakit di perutnya, diikuti sensasi hangat yang tak nyaman di bawahnya.

Darah nifasnya belum berhenti, dan serangan ini sesekali datang. Untung saja dia sudah menggunakan kantong berisi abu tanaman sebagai pembalut. Kalau tidak, pakaiannya pasti sudah ternoda.

"Hei, kau di sana."

Ketika hendak kembali untuk beristirahat, suara dingin terdengar dari belakang. "Kalian berdua yang sedang santai, ayo bantu angkat barang."

Wen Rou tertegun, lalu berbalik melihat pelayan yang menunjuk dirinya dan Xiao He.

"Aku sakit perut," Wen Rou mencoba menjelaskan. "Bisakah orang lain yang melakukannya?"

Pelayan itu memandangnya dengan mata kecilnya yang meremehkan. "Di sini tidak ada istilah sakit perut untuk menghindari kerjaan. Jangan banyak bicara! Kalau malas, malam ini tidak ada makan malam untukmu!"

Xiao He terkejut. Dia dengan refleks menarik Wen Rou untuk berdiri dan berjalan keluar. Tapi di tengah jalan, dia tampak ragu, lalu melirik Wen Rou dengan cemas. "Anda..."

"Panggil aku Wen Rou saja." Sambil menghela napas panjang, Wen Rou mengangkat bahu. "Jangan pikirkan bagaimana membantuku. Kau tidak akan bisa."

Ada terlalu banyak pekerjaan, dan tidak mungkin Xiao He terus-menerus membantunya.

In The Dream, I Didn't Know She Was A Guest/Meng Li Bu Zhi Ta Shi Ke (夢裏不知她是客)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang