{empat}

178 21 2
                                    

"Yo, kok cuman ada kita ya?" Adri bertanya bingung. Bukankah seharusnya ada banyak anak kelas XII disini?

"Apa kita salah jam, Dri?" Yo balik bertanya. Untuk yang kesekian kalinya, Adri mengecek informasi tentang perjalanan itu.

"Dibilang kaga! Gue udah ngecek berkali-kali," Adri mulai bete. Ia tidak suka dibuat menunggu lama, apalagi dengan tidak jelas seperti ini.

"Lo juga ga yakin 'kan? Tuh buktinya udah keberapa kali lo ngecek tiap gue tanya," Yo tertawa kecil. Yo tau temannya itu juga ragu. Jadi Yo hanya menggodanya sedikit.

"Bris-" Ucapan Adri terpotong. Matanya melotot. Mulutnya bukan membentuk huruf O. Dan perhatiannya tertuju pada perempuan berambut hitam legam dikuncir satu sedang mengarah ke tempat Adri menunggu.

"Liat apa-" Yo juga tercengang. Seakan apa yang ia lihat saat ini tidaklah nyata.

Dan yang ditatap juga ternyata terkejut. Mulutnya mengatup. Ia menggertakkan gigi.

"Lo ngapain disini?" Yo kembali pada kesadarannya duluan.

"Menurut lo?" Balas Ghea sambil mengangkat tas baju yang dibawanya.

"Sekarang udah jam 8 dan cuman ada kita bertiga?" Yo kembali bertanya.

"Vio lagi otw. Tapi mana anak lain?" Ghea juga terlihat bingung.

"Gue juga gak tau," balas Yo lagi. Matanya kembali mengecek jam tangan yang ada di tangannya.

Semuanya menjadi hening. Tidak ada yang berbicara dan tidak ada yang berniat membuka topik. Kecanggungan terasa.

Ditengah kecanggungan itu, mereka bersyukur melihat seorang anak perempuan mengarah ke tempat mereka.

"SANDRA?!" Seru Yo, Adri, dan Ghea berbarengan. Tapi sepertinya ini bukan orang yang di harapkan.

"Kalian? Mana yang lain? Masa cuma berempat padahal udah jam setengah 9 gini?" Sandra menaruh barang-barangnya disamping barang-barang Ghea.

"Padahal gue sengaja telatin biar ditinggal," Sandra berbicara kecil.

Sandra adalah anak dengan prestasi seni yang sangat baik. Kemampuan menggambarnya tidak ada yang bisa menandingi se-sekolah. Bahkan ia juara lomba melukis dengan tema pemandangan se-jabodetabek.

"Berlima donk!" Mata mereka langsung tertuju pada asal suara. Vio sedang nyengir kuda di hadapan mereka.

"Lo bukan orang yang gue harapkan," balas Sandra langsung to the point.

Vio memandangnya sinis, lalu berkata "Bawel!"

Suara ringtone handphone seseorang berbunyi, menandakan ada telepon yang masuk.

"Halo?" Adri langsung mengangkat telepon itu.

"Seriously? Are you f...." Perkataan Adri terhenti.

"Oke. Gue kasih tau yang lain," ujar Adri sambil menutup telepon.

Adri menghela napas panjang.

"Kita cuma berlima. Dari awal kita emang cuma berlima," kata Adri yang dihadiahi tatapan tajam dari kawan yang lain.

"Yuk, pulang. Gue masih bisa kok dateng ke acara yang gue batalin itu," Sandra mulai mengangkat barang-barangnya.

Adri menahan tasnya.

"Jangan dulu. Kita disini karena prestasi kita,....." Adri menjelaskan tepat seperti apa yang Miranda katakan.

"Guys, sorry to say this but apa hubungannya pergi ke Tegal sama mengasah kemampuan akademik gue?" Ghea bertanya serius. Ia jelas sangat tidak mau ikut ke trip ini. Ia sudah menyesali anggukan kepalanya dan segala yang keluar dari mulutnya waktu ditawari pergi.

Between UsWhere stories live. Discover now