{enam}

77 5 2
                                    

Pagi ini gue bangun diiringi suara sumbang seseorang. Sumpah. Sumbang banget. Malah sambil teriak-teriak lagi nyanyinya. Sebelum gue membuka mata gue, gue menduga bahwa asal suara itu adalah si Yo. Tapi kenyataan mengejutkan menghampiri gue saat gue membuka mata.

Itu.

Suara.

Adri.

Gak pernah sekalipun gue kesampean mikir kalo suara dia itu sejelek ini. Gue pikir suaranya lumayan mengingat tampangnya yang lumayan juga itu. Astaga, bikin illfeel aja deh.

Wait.

What?

Illfeel bukannya terjadi kalo kita ada 'rasa-rasa' sama orang itu?

"Ghea? Jangan bengong," suara sumbang yang udah kembali ke normal itu membuyarkan lamunan gue.

"Emh... Adri... Sebenernya... Tadi itu lo yang nyanyi?" gue harus memastikannya. Mungkin aja gue salah lihat mengingat gue baru aja bangun tadi.

"eh, kenapa? Iya itu gue yang nyanyi... Jelek banget ya?" gue spontan mau ngakak mendengar jawabannya. Tapi gue terpaksa menahan tawa gue.

Namun usaha gue menjadi sia-sia saat ada suara yang nyahut, "Banget, Dri. Kaya gitar belom di setem, kehilangan arah gitu nadanya,"

"What the..." Adri menatap tajam ke arah Sandra dan hanya dibalas cengiran kuda olehnya.

"Sorry kalo ngeganggu tidur lo," wajah Adri memerah. Ya ampun. Apakah dia sepemalu ini?

oh, iya. Mengingat kemarin gue dan Adri udah baikan di kolam renang, sekarang perasaan gue menjadi lebih tenang. Gak banyak yang terjadi kemarin. Gue dan dia duduk di pinggir kolam renang. Dia nyelupin kaki, gue enggak. Dia menatap gue, tapi gue masih malu untuk tatap dia balik. Dan akhirnya dia cuman bilang "kita udah baikan?" yang setelah keheningan sesaat gue iyakan. Dan setelah itu gue mulai kedinginan karena dengan bodohnya gue pakai celana pendek sama kaos barong yang tipis itu padahal disini banyak angin seliweran. Kayaknya Adri nyadar kalo gue mulai makin irit kata dan bibir gue kayanya mulai mengkhianati gue duluan, akhirnya dia ngajak gue balik ke atas.

Sesimple itu kita bisa baikan. Kalo aja selama ini gue mau dengerin dia, kalo aja selama ini gue sabar dengerin 3 kata aja dari dia, "gue minta maaf". Kalo aja selama ini gue gak egois dan gak bernegatif thinking sendirian, mungkin gue gak akan sesedih ini. Mungkin gue udah punya banyak temen. Kalo aja gue gak terus duduk dalam kesendirian tanpa mau mencoba bangkit dan pergi dari tempat gelap yang dingin itu, mungkin gue gak akan menjadi seperti ini. Mungkin sebenarnya bukan keadaan yang harus gue salahkan dan gue jadikan tempat pelampiasan, tapi sebenarnya diri gue sendirilah yang harusnya gue lihat dulu. Karena keadaan berubah sebagaimana kita mau melihat dan menanggapinya. Mungkin selama ini gue yang salah, bukan keadaan dan bukan orang lain. Selama ini bukan manusia lain yang menjadikan diri gue seperti ini, tapi diri gue sendiri. Pemikiran gue sendiri. Maybe everything is just my mind overacting, overthinking, and overdoing anything.

Yeah, you're such a fool.

----------

"Kita sekarang ke Guci?" sebenarnya gue gak yakin. Karena seharian kita main di hotel dan malah berenang-renang gak jelas, terus shopping-shopping, sekarang kita malah ke Guci.

Great.

Gue denger kalo udah mulai sore, yah gitu deh. Ada mitos-mitos seram gitu. Ntar kita gak pulang lah, apalah.

"It can't be that you're afraid, right?"

"Come on. It's just a myth, Dri,"

"Let's not overthink everything,"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 23, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Between UsWhere stories live. Discover now