Soeraandaru; 56 (W)

263 44 8
                                    

Bukan hanya nasi hainan yang pasangan suami istri ini bawa, di perjalanan pulang mereka beli makanan lain untuk makan malam ini biar tidak repot lagi. Sekitar jam 8 malam mereka berdua baru sampai ke Kedhaton.

"Kita makan di kamar saja ya, Mas. Boleh tidak?" Serena langsung bertanya kepada suaminya yang baru selesai mandi. Kalau boleh dia mau membawa makanan yang berada di dapur ke sini, soalnya perutnya mulai memberontak lagi padahal baru 2 jam yang lalu dia makan.

"Alasannya?" Wasesa melihat Kahiyang sembari sibuk mengenakan pakaian.

"Tidak ada alasannya sih, hanya ingin."

"Boleh, kita makan di kamar saja. Biar Mas yang ambil." Wasesa langsung ngomong melihat Kahiyang sudah semangat mau pergi dari kamar. "Kamu bakar kemenyan saja, ini baunya sudah samar."

"Siap, Mas!" Serena berbalik mengambil korek dari dalam laci. "Tidak menyangka aku sudah ditahap biasa saja sama bau menyengat begini."

Sarena berdiri mengelus perutnya merasa sedikit geli karena bayinya bergerak lebih lama durasinya daripada sewaktu USG tadi sore.

"Ibu harapan kamu lebih banyak mewarisi sifat ayah, mempunyai kesabaran seluas lautan, karena apa, Cah Bagus? Kamu tidak bisa memprediksi seperti apa jodoh yang ditakdirkan untukmu. Keras kepala dan pemarah seperti Ibu tidak apa-apa, tetapi dipergunakan itu diwaktu yang tepat. Seperti mengintimidasi keluarga calon istri kamu nanti semisal mereka tidak setuju, Ibu akan membantu dengan senang hati."

"Sedang membuat rencana apa kalian?" Wasesa datang dengan membawa nampan cukup besar menampung semua makanan yang tadi dibeli.

"Ada deh~" Serena mengambil tempat duduk di hadapan suaminya. "Kita live saja apa ya?"

"Mas yang pegang boleh tidak?" Devan rasa berinteraksi dengan followers istrinya seru juga. Mana komentarnya lucu-lucu lagi.

"Yowes, nih." Serena mengulurkan ponselnya kepada sang suami. Kelihatannya antusias sekali mau live.

"Suwun, Dek." Wajah Devan sumringah sekali.

Setelah menekan tombol 'live' Devan menaruh ponsel Kahiyang bersandar di kotak tissue. Dia mulai makan mengabaikan sesaat ponsel di hadapannya.

"Kamu suka transaksi sama dokter Vanessa sudah dari kapan, Dek?"

"Semenjak USG yang kedua kali. Saya tidak minta lho, dokter Vanessa tuh yang nawarin. Menurut saya itu berguna, jadi saya setuju-setuju saja."

"Jadi intinya kamu sudah masuk tahap lumayan begitu?" Serena mengangguk membenarkan. "Ada-ada saja kamu, Dek."

"Sejujurnya saya mau mengetes kesabaran kamu saja, Mas."

"Mending kamu cepat tonton dan pelajari yang dikirim dokter Vanessa tadi, Mas suruh kamu praktekkan nanti. Mas kasih reward kalau nilainya memuaskan."

"Apa tuh hadiahnya?"

"Rahasia."

Sudahlah, Serena memilih fokus makan saja.

"Oh, sudah ramai." Devan tersenyum menyapa balik orang-orang yang heboh menyapanya.

"Mas, sini dulu, saya mau ngomong sesuatu."

Penasaran, Devan mencondongkan tubuhnya. Sebelum itu dia sudah menjauhkan ponsel tersebut takut pembicaraannya terdengar.

"Yang sejujurnya Mas, meski saya belum profesional menggunakan mulut, bukan itu tujuan utama saya berlama-lama. Saya memang ingin mengerjai Mas saja dengan menggoda Mas, berakhir dengan Mas yang frustasi sendiri karena tergoda, hehehe ...."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Wonwoo) Kedhaton Hadiningrat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang