Wattpad memang sedang bermasalah, gak ada notif blasss!
.
.
Pagi-pagi Kedhaton sudah sibuk membawa orang sakit diawali dengan Maya yang menghampiri orang-orang mengatakan kalau suaminya tidak bisa bergerak dengan suhu tubuh yang kelewat panas. Dari pihak keluarga yang mengantar siapa lagi kalau bukan romo, ibu selir, dan Adhinata, sisanya tetap berada di Kedhaton sebab orang tua dari para menantu masih menginap di Kedhaton.
"Tiba-tiba sekali sakit, atau jangan-jangan kesurupan." Windia berbisik ke Serena.
"Kalau memang kesurupan romo pasti sudah tahu, kalua diam saja berarti memang sakit."
"Benar juga."
"Kelelahan mungkin dia." Ujar Serena. "Kamu merasa kalau Maya jadi pendiam tidak sih?"
"Oh, benar juga. Dulu dia menatap aku sinis sekali."
"Hatinya tersentil mungkin, gara-gara dia kegatalan anak jadi korban."
"Ehem, awas lho nanti omongannya di dengar ibu." Devan menyelinapkan kepalanya di antara Windia dan Kahiyang.
"Memangnya kenapa kalau ibu dengar? Selama ini biasa-biasa saja kok." Bingung Serena, Windia pun mengangguk cepat membenarkan. Serena sudah seperti menantu paling menantang sepanjang sejarah Kedhaton.
"Maya sedang dalam masa pengobatan, dia sudah menjadi perempuan baik-baik, nanti kalian disuruh akrab sama Maya."
"Dih!" Windia protes lebih dulu.
"Beri saya sesajen dulu kalau menyuruh saya akrab dengan Maya."
"Apa tuh?" Devan iseng bertanya, padahal tahu kalau Kahiyang tidak mungkin mau akrab dengan Maya.
"Beri saya seribu kepala kerbau."
"Woah! Mantab!" Windia mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Menarik, cukup sulit dikabulkan."
"Mas Wasesa man--"
"Dalem, Dek?" Wasesa langsung menyahuti.
"Ada kok tidak ada bau seperti biasanya?"
"Kalah pekat sama bau parfum Devan." Timbal Wasesa.
"Memangnya tidak berpisah?" Windia yang tidak bisa melihat jadi penasaran.
"Tidak selalu memisahkan diri, Mbak. Kalau ada perlu saja." Timbam Devan.
"Ho ...." Windia ngangguk-ngangguk. "Jadi kalau sedang berpisah benar-benar seperti memiliki dua suami, bagaimana rasanya?" Windia menanyai Serena.
"Kadang enak kadang tidak."
"Kok ngono?" Wasesa mengerutkan alisnya tidak terima.
"Mas pikir sendiri lah, kadang saya merasa malu dilihat oleh dua pria."
"O'ow!" Windi membulatkan matanya kaget. "Maksudnya saat sedang ehem?" Windia menyatukan kedua telunjuknya menatap dua manusia dan mahkluk tidak kasat mata itu penasaran.
"Tangannya tolong." Serena menatap Windia malu. "Tidak mesti soal kegiatan itu saja, hari-hari juga kadang malu. Bayangkan saja kamu dilihat mas Nata yang ada dua, telanjang lagi, malu tidak?"
"Karena masih baru satu saja aku malu sih." Windia menyahuti pertanyaan Serena, terus dia melihat ke Devan. "Mas Devan sama Mas Wasesa memang punya kebiasaan, pemikiran, dan yang menyangkut hal personal semuanya punya perbedaan masing-masing ya? Berarti jika saja punya raga akan seperti anak kembar beneran?"

KAMU SEDANG MEMBACA
(Wonwoo) Kedhaton Hadiningrat
RomansaSerena lahir di Kota Soeraandaru Jasmijn, ketika usianya menginjak 6 tahun dia sekeluarga pindah ke luar kota. Kedua orang tua Serena waktu itu memiliki pekerjaan di luar kota yang tidak memungkinkan untuk pulang pergi. Sejak saat itu Serena hanya s...