Serena duduk di kursi yang dipinjamkan oleh ibu yang jual sayuran. Serena sibuk memakan onde-onde sembari menunggu Devan memilih sayuran. Begitu terus setiap mampir, Serena tergoda untuk mengunyah terus. Sesekali dia mengucapkan terima kasih atas doa yang ditujukan untuknya dan calon anaknya, kabar kehamilan benar sudah tersebar luas.
"Ada yang mau dibeli lagi tidak? Kita langsung pulang sudah beli perbumbuan." Devan menanyai Kahiyang yang berjalan di sampingnya masih sibuk ngunyah. Makan sambil berjalan tidak bagus memang, tapi takut membuat suasana hati ibu hamil ini jadi jelek seharian kalau dilarang.
Serena menelan makanannya dulu baru menjawab. "Saya takut kekenyangan kalau beli jajan lagi. Saya sudah menyiapkan bagi yang kosong untuk makan sayur bobor buatan romo soalnya."
"Benar ya? Nanti sudah di jalan malah minta putar balik."
"Bener~"
"Yowes nek ngono."
Memasuki pekarangan rumah ternyata sudah ada dua mobil yang terparkir di depan rumah. Hati Serena berbunga-bunga, itu artinya dia bisa lebih cepat makan karena yang masak sudah sampai.
"Duh mantu Ibu pagi-pagi nekat ikut ke pasar." Sarasvati menyambut keduanya di teras rumah.
"Mau beli jajanan pasar, Bu." Serena memamerkan plastik berisikan jajanan pasar yang masing-masing porsinya sudah berkurang semua.
"Baru sampai, Bu?"
"Nggih, Le. Romo wes ning pawon."
Devan ngangguk, membawa semua bahan masakan langsung ke dapur.
"Betah tidak di sini, Nduk?"
"Antara betah sama tidak betah, Bu, masih menyesuaikan." Kalau rumah ini tidak ada penjaganya Serena pasti menjawab betah.
"Kalau kamu sudah terbiasa dengan kehadiran Seruni, pasti betah di sini."
"Ibu tahu?"
"Raden Mas yang kasih tahu."
"Mas Wasesa tidak ikut, Bu?"
"Masih di Kedhaton, nanti paling nyusul ke sini. Mending kita ke dapur juga, ngobrol sambil melihat suami masak lebih seru." Ajak Sarasvati. Serena balas mengangguk.
"Romo, saya beli jajanan pasar." Serena ngomong ke mertuanya yang sudah sibuk mengulek bumbu.
"Taruh dulu di meja, Nduk." Timbal Dimas.
"Saya pisahkan ya buat romo sama mas Devan. Oh, katanya sama abdi dalem ke sini, kok tidak ada?"
"Nanti ke sini Nduk, mampir ke rumah sebelah." Sarasvati menyahuti.
"Saya pisahkan juga kalau begitu." Serena mengambil piring menyisihkan sebagian lalu sisanya untuk dia dan ibu mertuanya. "Ibu mau minum apa? Sekalian saya mau buat susu."
"Teh sepertinya enak, Nduk."
"Kalau Mas Devan sama Romo mau sekalian saya buatkan juga?"
"Boleh, Mas mau kopi saja."
"Romo wedang jahe wae, Nduk."
Tersambung dengan dapur selain meja makan ada tempat santai berupa sofa cukup menampung beberapa orang di sana. Serena hampir terbiasa dengan Kedhaton yang terlalu luas membuat dia lebih banyak mengeluarkan tenaga, di sini dia senang karena semua bagian bangunan menyambung jadi satu, jadi kangen rumah.
"Mama sama papa sudah sibuk mau belanja perlengkapan bayi ke sini katanya, takut keduluan orang Kedhaton." Serena mulai sesi curhat.
"Harusnya Ibu yang duluan, ini kan cucu pertama Ibu, wong mamamu sudah ada cucu pertama. Apa Ibu belanja juga sekarang ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
(Wonwoo) Kedhaton Hadiningrat
RomanceSerena lahir di Kota Soeraandaru Jasmijn, ketika usianya menginjak 6 tahun dia sekeluarga pindah ke luar kota. Kedua orang tua Serena waktu itu memiliki pekerjaan di luar kota yang tidak memungkinkan untuk pulang pergi. Sejak saat itu Serena hanya s...