CHAPTER 3: MAYBE?

12.3K 120 0
                                    

Kalau ia ada uang lebih, ia akan membawa pakaian kerjanya ketukang jahit, dan memintanya untuk sedikit memperbesar bagian pinggang dan dada. Baju ini ketat sekali. Terkadang ia susah bernapas saat memakainya, sungguh.

Sudahlah, sekarang ia harus pergi ke tempat ia bekerja, setelah mencoba memasukkan badannya dibaju yang super sempit ini.

Ah ya.. sudah seminggu ia tidak bertemu Daniel. Gerry bilang ia pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya. Ah.. andai saja ia pengusaha hebat seperti Daniel, ia pasti tidak susah seperti ini. Tapi ia tetap harus bersyukur, paling tidak, ia masih bisa membeli keperluan yang tidak terlalu penting.

Daniel sungguh murah hati, hanya menjadi pelayan sepertinya, gajinya cukup diatas perkiraan. Dan itu membuat Eve semangat bekerja, meskipun konsekuensinya ia akan dilecehkan oleh salah seorang pengunjung yang mabuk.

Tapi Gerry selalu membelanya jika itu terjadi.

Eve membuka pintu loker miliknya dan memasukan tas kecilnya. Ia menghampiri Gerry, "hai!" Gerry tersenyum sambil melempar-lempar botol–ah, entah apa namanya. "Tolong antarkan ini pada lelaki berjas hitam itu, dan yang satu ini, untuk Calvin, dia dibelakang stage" Eve terdiam mendengar nama Calvin.

Selain tidak bertemu Daniel selama seminggu, ia juga tidak bertatapan mata dengan Calvin, meskipun hampir setiap malam mereka satu ruangan.

Calvin biasanya selalu duduk dibar dan menghampiri Gerry langsung dan meminum minumannya disana, jarang ia meminta antarkan minumannya, tapi, apa boleh buat.

Eve berjalan menghampiri lelaki berjas terlebih dahulu, lalu ia pergi menuju tempat Calvin berada. Dibelakang panggung memang ada sebuah tempat kecil untuk beristirahat. Hanya ada beberapa bangku disana.

Perlahan ia menyusup kebelakang panggung dan..

PRAAANGG

Suara pecahan tersebut membuat dua pasangan dibelakang panggung menghentikan aktifitas mereka, "a..aku.. maaf.. tadi.. aku.." sadar akan ia tidak bisa berkata apa-apa, dengan cepat Eve menunduk dan memunguti pecahan gelas yang ia sebab. Calvin berdiri melepas rangkulan wanita dipangkuannya dan mendekati Eve untuk membantunya, "tidak usah, aku minta maaf, akan aku pesankan yang baru lagi," dengan cepat Eve pergi namun Calvin sudah menahan tangan gadis itu terlebih dahulu.

Ia tidak berani menatap mata itu. Tidak. Eve tidak mau menatapnya. "Tanganmu berdarah," ucap Calvin. "Ya, akan kuobati nanti,"

"Sekarang,"

Eve mendongak dan menatap Calvin tidak suka, sedetik kemudian ia sadar akan kelakuannya, "ya... maaf, boleh aku pergi?" Calvin menatap Eve lama, kali ini Eve membalas tatapan Calvin. "Silahkan.."

Dengan cepat Eve berbalik membawa pecahan gelas tadi kembali ke bar. Meninggalkan Calvin dengan seorang gadis yang baru ia cumbu beberapa menit yang lalu. Ah, gairahnya hilang. Melihat tatapan polos dan takut Eve membuatnya.. entahlah.

Gadis itu memberikan kesan berbeda padanya.

"Cals? Apa aku harus memesan kamar hotel atau kita akan–"

"Pergi," Calvin memotong ucapan gadis jalang itu. Suaranya yang didesah-desahkan membuatnya muak. Gairahnya meluap begitu saja, jalang ini benar-benar menjijikan, "tapi.."

"Enough Megan, go, now" dengan raut wajah masam Megan pergi. Meninggalkan Calvin yang mengacak-acak rambutnya sendiri.

***

Dark NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang