senna - Jane dan Gray

5.1K 198 14
                                    

Aku menatap diriku sekali lagi di cermin. Aku tersenyum kecil. Rambut indomiku ku cepol tinggi-tinggi dan rapi ke atas. Cukup manis kok. Aku mendekatkan diriku ke kaca lagi untuk memastikan makeup tipis ku rata. Kurasa sudah cukup bagus.

Segera saja aku berlari keluar kost ku untuk mencegat taksi sebelum pak biangsat itu menjemputku lagi. Ah ya ! Belum lagi Gray yang akan menjemputku. oh , dear. Aku nggak akan mau membiarkan aku ke ge-er an dengan sikap nya. Sungguh aku tidak mau.

Aku mempercepat langkahku menuju keluar gang kost ku dan saat aku akan melambaikan tanganku memanggil taksi yang akan lewat , dua mobil berhenti dihadapanku. Aku terkejut bukan main. Ya jelas saja aku terkejut setengah mampus. bagaimana tidak , Gray dan bian keluar dari mobil dan menghampiriku. Seolah tersadar, bian memandang gray bingung.

" lo ngapain ke kost nya Senna ? " tanya Bian tanpa basa basi.

Gray berdeham sebentar dan merapikan jasnya lalu menoleh pada Bian. " tentu saja gue mau jemput sekertaris gue. mulai hari ini sampai Senna sehat biar gue yang jemput dia. " ucap gray.

Bian mengernyit. " ngapain lo jemput senna ? Ntar Jane marah nyaho lo!" Ucap bian sambil tertawa.

" dia nggak bakal marah. "

" udah lah , lo langsung aja ke kantor. Bukan nya lo ada meeting sama pak Febion? Ntar telat. " lalu bian menatapku dan nyengir. " ayo , na " ajaknya.

Aku mendelik. " udah berapa kali aku bilang , bi. Aku nggak mau di jemput kamu ! Aku masih punya uang untuk naik taksi. " ucap ku sengit.

" sama aku aja , na. Sekalian langsung meeting. Mulai hari ini kamu adalah tanggung jawabku. " kata gray sambil menarik tanganku.

Aku memejamkan mata sejenak merasakan gelenyar aneh saat gray menyentuhku. Kumohon jangan seperti ini.

Aku membuka mataku dan menatap gray. " pak , saya mau naik taksi. tolong jangan paksa saya. " ucapku. Aku tidak ingin perasaan ku bertambah dalam. Cukup ini dan aku sudah merasakan sakit. Apalagi jika perasaan ini mejalar hingga ke akarnya.

" lo sama gue , na. gue nggak ngebolehin lo naik taksi. " ucap Bian serius.

" apa hak kamu ? Tolong ya. Aku ingin naik taksi. Apa kamu nggak mengerti? " ucapku sengit.

" na , kalau kamu menolak ajakkan ku , kupastikan kamu-"

" oke fine. Aku akan berangkat bersama pak Gray." Ucapku menyerah. Bagaimanapun , sekarang Gray lah atasanku. Bukan Bian. Bian tampak ingin protes namun ku batalkan niatnya itu. " aku janji bakal pergi sama kamu. Tapi sebaiknya aku berangkat dengan boss ku ini. 'Kay ?" Ucapku pelan. Aku sungguh tidak suka hal seperti ini. Seolah hati ku diperebutkan. Nyatanya kan , tidak ?

Gray tampak tersenyum puas. " gue tunggu lo di kantor gue nanti sore , bi. " ucap Gray pada Bian lalu masuk ke dalam mobilnya.

Bian mendengus pelan lalu menatapku. " janji lo harus ditepati. Oke ? "

aku mengangguk dan tersenyum. Bian langsung masuk kedalam mobil nya dan beranjak meninggalkan ku. Aku tersenyum kecil memandang kepergian mobil Bian. Bian memang sudah bukan Biangsat seperti dulu.

Bunyi klakson mengagegkanku. Aku menoleh melihat gray membuka kaca mobilnya. " kamu mau aku telat , na ? " candanya. Aku tersadar dan langsung berlari masuk kedalam mobilnya.

" maaf , pak. " ucapku.

Gray tersenyum dan menjalankan mobil nya menuju kantor.

" Bagaimana keadaan tanganmu , na? " tanya gray memecah keheningan.

The lady and The bossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang