Chapter 13

8.4K 802 79
                                    

Udara malam terasa sangat dingin ketika merasuki kulitku. Ku eratkan jaket kulit milik Harry yang masih ku pinjam hingga saat ini. Melangkah dengan gontai di pinggir jalanan sepi membuatku tak henti berpikir. Mengingat kondisi Hilary yang masih tak sadarkan diri membuat rasa cemas itu timbul bertubi-tubi.

Aku tak bisa menunjukan keterpurukanku didepan Grace, hingga aku memutuskan untuk pergi sebentar dari rumah sakit agar pikiranku tenang. Aku harus berbohong dengan mengatakan bila aku lembur bekerja, padahal sampai saat ini pun aku belum memiliki pekerjaan yang layak.

Aku tidak memiliki sisa uang sepeser pun bila aku telah melunasi biaya kemoterapi Hilary. Uang yang kugunakan pun adalah uang yang Louis berikan padaku ketika ia memenangkan adu balap mobil. Dan aku tak akan bisa berpikir dimana aku bisa mendapatkan uang untuk membiayai pengobatan tambahan Hilary. Hal itu lah yang membuatku terbebani, begitu membuatku merasa tak berguna sebagai seorang kakak.

Aku menatap bagunan tinggi dengan gemerlap lampu warna-warni yang penuh cahaya. Tidak menyangka sedikit pun aku bisa melangkahkan kakiku ke tempat ini lagi. Tempat yang sangat terkutuk bagiku namun disisi lain tempat ini lah yang akan memberikanku jalan keluar satu-satunya. Mempertimbangkan hal yang sulit untuk dilaksanakan bukanlah hal yang mudah, aku telah memikirkan semua ini matang-matang dan kuharap tak ada kesalahan dalam hal tersebut. Aku hanya ingin mendapatkan uang banyak untuk saat ini.

Menarik nafas panjang lalu kuhembuskan secara perlahan, hingga aku mulai melangkahkan kakiku untuk masuk kedalam pub ini. Ramai, hanya kata itu yang bisa mendeskripsikan tempat ini. Kacau dan berantakan seperti biasa, membuatku merasa tidak nyaman seperti biasanya.

"Hey Joe!" sapaku ketika melihat seorang bartender yang tak asing lagi bagiku. Ia menoleh padaku dengan tatapan membingungkan, hingga akhirnya ia mengulas sedikit senyuman kepadaku dan menghentikan pekerjaannya sejenak ketika aku menghampirinya. "Masih ingat denganku, uh?"

"Sheren Dechopser, gadis cantik yang pernah dibawa oleh Louis beberapa hari yang lalu. Tidak mungkin aku melupakanmu. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik. Bagaimana pekerjaanmu? Apa aku mengganggu?"

"Tidak, kau tidak mengganggu sama sekali. Iya beginilah pekerjaanku, Sheren. Menjadi seorang bartender itu tidak semudah yang banyak orang pikirkan. Well, ada perlu apa kau kemari? Dan dimana Louis?" tanyanya sedikit berteriak ditengah suara musik yang berdentum semakin keras menyeruak ke telinga.

"Aku tidak bersama Louis, aku datang sendirian." jawabku sambil memutar bola mata kesana kemari, mencari seseorang yang seharusnya ada ditempat ini. "Apa boss-mu ada?"

"Stecy maksudmu?" tanya Joe sambil menaikan sebelah alisnya. Pancaran mata kebingungan terlihat jelas ketika ia mengetahui tujuanku. Kuanggukan kepalaku dengan yakin namun Joe masih bungkam tampak memikirkan sesuatu. Menepuk pundaknya pelan, membuat Joe sedikit terkejut akibat ulahku. Aku memberikan tatapan bertanya padanya namun ia hanya menggelengkan kepala.

"Kurasa Stecy ada diruangannya. Letaknya di utara." balasnya sambil menunjuk arah yang dituju.

"Terimakasih banyak, Joe. Sampai jumpa!"

Dengan itu aku pun melangkahkan kakiku menuju tempat yang Joe beritahu sebagai ruangan Stecy. Walau sudah beberapa kali aku berkunjung kemari namun aku tak bisa mengingat letak ruangan yang pasti. Pub ini terlalu luas dan megah, ditambah lagi dengan suasananya yang ramai membuat aku lebih kebingungan.

Sebuah pintu berwarna cokelat tua terletak diujung rauangan. Aku berhenti sejenak didepan pintu tersebut mempertimbangkan apa aku harus masuk atau tidak. Tangan kananku yang ingin mengetuk pintumu pun ku urungkan untuk beberapa kali karena perasaan ragu-ragu tersebut.

The Rumours [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang