Chapter 19

7.8K 700 64
                                    

Jantungku berdetak tidak tenang, ingin menghentikan semua ini namun terasa begitu sulit. Sangat ingin berteriak tapi aku seolah tak memiliki suara, ingin menangis tapi aku malu dinilai cengeng olehnya. Udara malam begitu dingin merasuki pori-pori kulitku, bertiup begitu kencang saat kecepatan motor melaju begitu kencang di tengah jalanan yang sepi.

Kota ini seperti tak ada penghuninya pada saat dini hari seperti ini, semua terasa gelap dan sunyi. Harry terus menambah kecepatan motornya, dia seperti seorang pembalap, terlihat profesional namun menakutkan bagiku. Bukan masalah bila Harry mengendarainya dengan keadaan baik-baik saja, namun kali ini berbeda, emosi Harry sedang meluap-luap, dikabuti oleh gejolak kemarahan.

Aku hanya mampu meremas tanganku sendiri, berusaha agar angin tak mampu menerbangkanku. Terlalu gugup dibuatnya, aku bahkan sampai tak berani untuk sekedar melingkarkan tanganku diperutnya, sebagaimana layaknya seseorang yang sedang dibonceng. Semakin lama, aku semakin tak bisa mengendalikan ini, emosi Harry terlalu meluap dan semua itu berpengaruh pada keselamatan kami.

Dengan berani, aku meletakan telapak tanganku dipunggungnya, sedikit memukul-mukul agar dia mau menurunkan kecepatan motornya.

"Harry, berhati-hatilah! Kau membahayakan nyawa kita."

Aku berteriak tepat disamping telinganya. Dia tetap diam seolah tak mendengarkan seseorang yang berbicara. Percuma melakukan hal itu, Harry begitu keras kepala untuk sekedar mendengar perintah orang lain. Tingkahnya membuatku kehabisan akal, aku bahkan tak bisa berpikir disaat aku merasakan nyawaku yang begitu terancam.

Menutup mata, aku berusaha mencari sebuah ketenangan. Memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk membuatnya menurut. Mataku terbuka saat aku menemukan sebuah ide. Aku ragu dengan keberhasilan ideku ini karena terdengar sedikit konyol. Gadis batinku memerintah agar aku cepat melakukannya. Kepalaku mengangguk berusaha meyakini diriku.

Kulingkarkan tanganku diperutnya, erat sekali sampai aku merasakan sebuah kehangantan. Kepalaku bersandar disebelah bahunya, menenggelamkan kepalaku didekat lekukan lehernya. Aku sedikit tersentak saat tiba-tiba saja motor Harry berhenti, dia mengerem begitu kuat sehingga kami hampir terbentur kedepan. Ya, ya, ternyata ideku berhasil, ini tidak sia-sia.

"Sheren.." suaranya bergetar.

Aku tersadar sejenak dan kurasakan air mataku sudah sedikit turun membasahi pipi. Aku berusaha melepaskan tanganku dari tubuhnya namun dia menahannya dengan cepat. Dia meletakan telapak tangannya diatas tanganku, menghusapnya pelan. "Aku butuh penjelasan darimu."

"Bukankah semuanya sudah jelas?"

Harry turun dari motornya setelah mematikan mesin, lalu berdiri menghadap kearahku yang masih duduk. Dia meletakan kedua tangannya diatas bahuku, memaksa agar kedua mata kami saling bertemu. Aku menelan ludah cukup sulit saat menatap wajahnya sedekat ini, tak dipungkiri aku merindukannya yang seperti ini.

"Kau bertingkah seperti ini tentu ada alasannya, bukan? Jelaskan semuanya padaku."

Aku mencoba membuka mulut namun dia memotongnya, "Aku yakin bukan karena aku menolongmu yang membuatmu berubah seperti ini. Kau tahu, alasan itu adalah alasan terbodoh yang pernah kudengar. Semua orang akan merasa senang ketika seseorang menolongnya keluar dari masalah dan aku malah menemukan kebalikannya padamu. Jadi aku yakin itu bukan alasanmu."

"Kau sedang mencoba untuk membesar-besarkan masalah."

Aku melompat turun dari motornya. Berusaha membuat kakiku tak bergetar ketika berhadapan dengannya, "Kesalahan ada padamu, Harry! Apa kau tak sadar bila kau hampir membunuh Niall dengan tanganmu sendiri? Kau menghakiminya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika aku tidak mencegahmu, kau hampir melayangkan satu nyawa manusia."

The Rumours [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang