Heart Beat

42.1K 3.2K 133
                                    

Sepasang mata biru milik pemuda itu terus memperhatikan dengan tajam gadis yang berdiri gugup didepan kelasnya. Dia menghirup aroma memabukkan yang ada disekelilingnya ketika gadis itu memasuki kelas ini. Dengan sekuat tenaga dia menekan keinginan kuat untuk menarik gadis tersebut ke dalam pelukannya. Mengelus rambut coklat panjang indahnya yang tergerai lembut, menyentuh pipinya yang memerah, mengecup keningnya, pipinya, hidungnya, dan... bibirnya. Dia yakin bibir merah muda itu pasti terasa manis.

Kemudian pemuda itu menggeram. Geraman pelan yang keluar karena pikiran akan apa yang akan dia lakukan bersama gadisnya. Ya. Gadisnya, miliknya! Sekali lagi, geraman tidak sabar muncul keluar dari dirinya begitu melihat wajah gadisnya yang mendongak dan mata berwarna coklat yang begitu menenangkan.

"Tenanglah! Kita harus perlahan! Dia akan takut jika kita berbuat gegabah!"

Pemuda itu tersenyum tipis. Namun, tekad kuat terpancar di matanya. Gadis itu miliknya. Elissa Andromeda milik Andrew Alexander!

***

Benar apa yang dikatakan Flo tadi. Mereka begitu berbeda. Ada aura menakjubkan yang membuat nyali Elissa menciut. Mereka menawan dengan cara yang tak bisa Elissa jelaskan. Elissa seperti gadis gembel dan kumal jika ada di kelas ini. Elissa menghirup napas panjang dan mulai memperkenalkan diri. "Namaku Elissa Andromeda. Kalian bisa memanggilku Elissa. Mohon bantuannya selama satu tahun ke depan." Elissa tersenyum, mencoba menatap teman-teman sekelasnya dengan percaya diri agar tidak terlihat seperti gadis yang bisa di tindas. Elissa tidak mau menjadi objek penindasan di lingkungan sekolah barunya ini.

Hal yang dilakukan teman-teman sekelasnya setelah ia memperkenalkan dirinya membuat Elissa mengernyitkan kening bingung. Mereka menatap Elissa dengan takjub dan terperangah, bahkan ada gadis yang duduk di kursi paling belakang memekik pelan. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena sedetik kemudian mereka menundukan kepalanya menghindari tatapan Elissa. Elissa mencoba menatap satu persatu teman-teman sekelasnya, tapi tidak ada yang balas menatapnya. Kerutan di kening Elissa semakin dalam. Lalu, Elissa tersentak begitu menyadari teman-teman sekelasnya ini sudah menunjukan tanda-tanda tidak mau berteman dengannya. Elissa mencoba menahan raut wajahnya agar tidak terlihat menyedihkan.

Mata Elissa menatap kearah pemuda yang duduk di kursi pojok kanan paling belakang. Jantung Elissa secara tiba-tiba berdetak cepat tidak beraturan. Elissa menahan napas menatap pemuda tertampan yang pernah Elissa lihat sepanjang 17 tahun hidupnya. Pemuda tampan itu balas menatapnya dengan tajam, pemuda itu tidak menunduk atau mengalihkan pandangannya ketika Elissa memandangnya. Tapi tatapan mata itu membuat Elissa bertanya-tanya dengan sedih, apa pemuda itu tidak menyukai dirinya? Elissa gagal menahan raut wajahnya. Dia pasti terlihat menyedihkan.

***

Andrew tersentak begitu melihat raut wajah Elissa. Apa yang membuatmu menunjukan raut wajah sedih seperti itu, sayang? Andrew sangat ingin membawa gadisnya ke dalam pelukannya dan mengatakan tidak ada yang perlu ia khawatirkan di dunia ini. Andrew akan menjaganya sekuat tenaga dan memberikan apapun yang gadis itu inginkan.

"Apa yang terjadi dengannya, Andrew?" Sebuah pertanyaan menyeruak ke dalam pikirannya.

"Aku pun tak tahu." Jawab Andrew.

"Apa kau tak bisa menenangkannya? Dia tidak boleh mempunyai raut wajah seperti itu!" Ucap suara itu diikuti dengan geraman mengerikan.

"Kita tidak bisa melakukan hal itu. Ingat Jaxon kita harus perlahan!" Suara Andrew mengingatkan kepada seseorang bernama Jaxon.

"Hah! Sial kau Andrew!" Jaxon tidak bisa membantah lagi, karena apa yang Andrew ucapkan benar. Mereka tidak bisa begitu saja langsung mengklaim milik mereka. Gadis mereka akan ketakutan.

Promise to The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang