Rumah mewah berlantai dua itu berdiri kokoh menimbulkan kesan angkuh bercat putih dominan dengan kusen jendela yang berwarna coklat tua. Tak lama terlihat sebuah mobil mewah keluaran terakhir memasuki halamannya yang cukup luas untuk menampung belasan kendaraan.Kendaraan mewah itu berhenti tepat di depan pintu utama. Seorang lelaki tampan segera keluar dari dalam kendaraan itu. Ia sudah membayangkan kalau di rumah itu tidak menemukan istrinya. Karena sang istri pun sibuk dengan pekerjaannya. Yah, kini keduanya sama-sama sibuk seakan tengah bersaing dalam mendirikan serta mengelola perusahaan.
"Selamat sore Pak" sapa seorang pembantu yang menyambutnya dengan tubuh membungkuk. Ya hanya seorang pembantu yang telah bekerja hampir lima tahun dengannya. Dan selalu setia membuatkan minuman hangat untuknya.
"Ibu belum pulang, Si?" tanya Digo pada pembantunya.
"Belum, Pak" ucap Sisi lalu masuk ke dalam.
Digo melangkah sambil menarik nafas duduk di ruang tengah membuka tali sepatunya. Sesekali lelaki itu sempat menatap kepergian pembantunya yang setia dan sopan. Sisi cukup lama bekerja di rumah itu sikapnya terpelajar hanya nasib yang menjadikannya seorang pembantu. Sisi tau apa-apa yang Digo di saat-saat yang tepat. Wajahnya cukup cantik dengan pakaian sederhana tidak mengurangi kecantikannya. Lelaki itu duduk disana sambil membaca surat kabar terbitan sore. Tidak lama pembantu itu muncul kembali.
"Sisi kemarilah aku ingin bicara denganmu" kata Digo sopan meletakkan surat kabar yang baru dibacanya. Ditatapnya gadis manis yang berusia sekitar delapan belas tahun. Sisi dengan tenang melangkah mendekati majikannya.
"Bapak ada sesuatu yang ingin ditanyakan ?" tanya Sisi.
"Duduklah Sisi" suruh Digo dengan lembut. Pembantu itu duduk bersimpuh di dekat Digo.
"Seharusnya kamu gak perlu bersikap begitu Si."
"Tidak apa-apa Pak"
Digo tersenyum kagum dengan sikap sopan pembantunya."Si, sudah berapa lama kamu bekerja disini ya?" tanya lelaki itu kepada pembantunya.
"Hampir lima tahun Pak" ucap Sisi jujur menatap ke arah Digo berharap laki-laki itu percaya.
Digo mengangguk pelan."Selama ini aku lihat kamu gak pernah minta cuti untuk pulang kampung misalnya?" tanya lelaki itu tidak mengerti.
"Pak saya sudah tidak punya orang tua lagi. Kedua orang tua sudah meninggal semua. Oleh sebab itu saya tidak pernah minta cuti pulang kampung" ucap Sisi pelan.
"Kamu sudah tidak punya sanak saudara di kampung?"
Sisi tidak berbicara hanya mengangguk pelan."Kamu merasa betah disini Sisi?"
"Ya saya sangat kerasan tinggal disini Pak" ucap Sisi tanpa ragu-ragu.
"Kamu gak bermaksud memberi usulan padaku Si?" tanya lelaki itu kemudian.
"Demi kemajuan kita semua dan kehidupan kita yang hanya sementara ini"
"Ada Pak tetapi rasanya usul yang sulit untuk dikabulkan" balas gadis itu cepat.
"Gak apa-apa yang penting kamu sudah mengusulkan bukan? Katakan saja usulmu itu" ucap Digo memandang pembantunya sambil tersenyum.
"Pak saya mengusulkan agar Bapak memberi izin saya ikut berapa kursus. Ini demi masa depan saya tentunya tidak mungkin selamanya hidup menjadi pembantu" kata Sisi dengan suara terasa begitu berat.
Digo tersenyum mendengar usulan Sisi. Ternyata pembantu ini mempunyai wawasan jauh ke depan."Bagus usulmu cukup baik Si" puji lelaki itu.
"Bila Bapak izinkan saya akan ikut kursus siang hari. Itu pun hanya beberapa jam saja. Sekitar rumah ini banyak berdiri tempat-tempat kursus"
"Kemudian?"
"Ya hanya itu usulan pertama dari saya Pak" balas gadis itu sambil menundukkan wajahnya.
"Aku sih setuju saja Si. Tetapi kamu harus bisa menyembunyikan hal ini pada Ibu jangan sampai terjadi kesalah pahaman kamu mengerti bukan?" ucap Digo ringan.
"Terimakasih Pak" balas Sisi dengan tersenyum manis.
"Nah aku ingin mandi. Apakah air panasnya udah kamu sediakan?" tanya lelaki itu lalu beranjak dari atas kursi.
"Saya sudah siapkan Pak begitu juga dengan handuknya" ucap Sisi lalu ikut berdiri dan melangkah menuju dapur.
Digo menuju kamar mandi disana memang telah tersedia dengan baik selembar handuk bersih sabun mandi juga air panas dalam bak kecil yang tampak masih mengepulkan uap. Lelaki itu memuji perhatian Sisi padanya. Kalau saja semua itu dikerjakan istrinya maka ceritanya pun akan menjadi lain. Istrinya Ghina pun selalu meminta pelayanan Sisi yang penyabar.
¶¶¶¶¶¶
Gimana menurut readers story ini ?
Maaf sbelumnya yaa dsini aku pake nama Ghina bukan Ghina Salsabila yg artis itu yaa
Tapi Ghina yg lain :DTrimakasih readers udah baca story ini :)
Jangan lupa vommentnya yaa readers :)
Tunggu next chapter oke !Salam sayang dari aku :*:* ({})