7. Another Story

239 18 5
                                    

Untuk kesekian kalinya Araifa mencuri-curi pandang ke arah laki-laki yang duduk di bangku dekat pintu kelas, terlihat jelas kalau laki-laki itu sedang mencatat kembali tulisan yang ada di papan tulis. Beberapa detik kemudian, laki-laki itu menoleh ke arah Araifa dan dengan cepat gadis itu mengubah arah pandangnya. Sedikit tersentak, itulah yang Araifa rasakan ketika ia mengubah arah pandangnya ke samping kanannya dan melihat Bintang sedang menatapnya serius.

"Gue udah nyatet, ok?" ucap Araifa dengan tanggap sambil memegang buku catatan biologinya yang berwarna merah muda itu. Bintang terkekeh, "You changed a lot, Fa. For the first time, gue bisa nemuin sesuatu yang bisa ngalihin lo saat belajar biologi kecuali headset sama handphone lo itu."

Araifa mendengus dan memilih tidak menghiraukan kata-kata Bintang. Matanya kembali menatap jam dinding kelas, berharap bel istirahat segera berbunyi. Sejujurnya dia menyukai pelajaran biologi dan menyukai jam freeclass tanpa guru seperti sekarang, tapi permasalahannya, guru pengganti yang ada di depan kelasnya itu terkenal begitu killer dan tak membiarkan satu orang pun untuk keluar kelas sehingga semua siswa yang ada di kelas ini harus mencatat beberapa materi. Walaupun jika mereka sudah selesai mencatat, mereka bebas melakukan apa saja asal tidak ribut dan tidak keluar kelas.

Lagi-lagi ia menatap laki-laki itu. Tiga hari berlalu setelah kejadian unexpected peck dan ia masih tak berani untuk menyapa atau mengajak Joe berbicara.

Kita tadi enggak sengaja.

Lagi-lagi kalimat itu terngiang jelas di otaknya, membawanya untuk mengingat hal tersebut dan membiarkannya menjadi setengah gila. Oh, baiklah, tentu saja mereka tidak sengaja melakukannya, ah, rasanya Araifa sungguh sudah gila sendiri.

"Lo baik-baik aja kan, Fa?" suara berat yang sudah sangat Araifa hafal mengagetkannya dari lamunan. Ia melirik ke depan kelas dan guru pengganti itu sudah hilang entah ke mana. Pelan-pelan ia memberanikan diri untuk menatap laki-laki yang ada di hadapannya, dengan biasa, menarik sebuah kursi sehingga duduk di samping Araifa. Araifa mengangguk pelan, sedikit berbohong mengenai kondisinya kali ini. Ia tidak baik-baik saja, tapi ia tidak mau terlihat lebay dengan kejadian tersebut.

"Masih mikirin itu? Gue kan udah bilang, bukan salah lo juga. Kita enggak sengaja," ucapnya lagi dan terang membuat kepala Araifa semakin pusing. Baiklah, dia memang sangat berlebihan, tapi mengapa Joe tidak bisa mengerti posisinya kalau ia tidak mau membahas itu?

Joe menatap Araifa dengan gemas, pikiran-pikiran jahilnya sudah tumbuh bersarang di kepalanya. Ia sangat ingin menggoda gadis itu sejak kemarin tapi gadis itu langsung menghindar tanpa sebab. Sejujurnya ia juga memikirkan hal tersebut, sempat ada rasa canggung yang melingkupi pikirannya tapi ia langsung menepisnya. Lagipula kejadian itu tidak disengaja, bukan? Dan tidak seharusnya ia memikirkan itu secara berlebihan.

Melihat Araifa yang begitu terlihat cemas dan memikirkan hal itu secara berlebihan membuatnya berpikir kalau gadis itu semakin menggemaskan. Oh, sungguh, ide gilanya sudah menjerit minta dikeluarkan dan rasanya kali ini adalah waktu yang tepat.

"Is that your first?" Joe bertanya dengan sedikit berbisik dan mendekatkan wajahnya ke arah Araifa. Gadis itu menatapnya tajam, tatapan yang biasanya terlihat menakutkan tapi kali ini terlihat begitu menggemaskan. "That? That apa?"

Joe terkekeh, "Itu, masa lo gak ngerti sih." Araifa memalingkan wajahnya yang terasa memanas. Ia ingin sekali memukul Joe, tapi lagi-lagi rasa malunya menahan tindakannya itu.

"Ok, diam berarti ya," ucap Joe kembali berbisik ke arah Araifa. "Terserah."

"By the way, it's the first time for me too," ucap Joe kembali dan merutuki dirinya karena dengan beraninya ia mengucapkan kalimat yang sungguh terdengar menggelikan. Sesuai yang diperkirakan, Araifa memukul pundak Joe, "stop talking about that topic."

HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang