1. First Meeting

51 4 0
                                    

Ospek, denger kata itu rasanya hati deg-degan nggak karuan gitu kayak orang jatuh cinta. Perasaan dalam hati tuh campur aduk kayak jamu oplosan. Ada rasa seneng karena udah jadi mahasiswi, ada juga rasa takut karena katanya kakak tingkat itu orang yang paling serem di dunia perkuliahan setelah dosen yang killer. Dan untungnya sampai hari ini aku tidak bertemu dengan kakak tingkat yang menyeramkan.

"Nar, buruan udah siang nih!" teriak Bang Farly di ambang pintu kamarku.

"Sabar atuh akang, namanya juga perempuan" ucapku santai seraya berjalan melewatinya.

"Sok cantik banget. Kamu tuh mau di ospek, ntar pasti panas-panasan di lapangan terus muka kamu yang kamu hias itu bakal keringetan juga"

"Sirik aja sih" ucapku sinis dan berlalu mencari keberadaan mama dan ayah. Sebenarnya sih aku nggak berhias, cuma pakai bedak aja tapi Bang Farly itu berlebihan.

"Sorry ya, ngapain abang sirik sama kamu, secara pacar abang lebih cantik dari kamu"

"Oh!" balasku tak acuh dengan mengangkat jari-jariku membentuk huruf 'O'. Dengan gerakan cepat Bang Farly segera menghampiriku dan menjewer telingaku dengan segenap kekuataan batinnya. Aku hanya meringis-ringis minta ampun, namun matanya menatapku tajam seperti tatapan ayah tiri yang berkata 'Tak ada maaf untukmu, nak'

"Kalian mau berangkat atau mau main sirkus?" tegur mama menghampiri kami.

"Mama ini anak perempuannya lagi jadi korban kekerasan bukannya dibantuin malah dibilang sirkus" balasku pada mama dengan bibir yang mengkerucut. Mama hanya tersenyum hangat yang hangatnya seperti minyak telon.

Aku dan abangku selalu begitu, sudah beranjak tua masih saja kelakuannya seperti anak kecil. Iya, maksudnya tuh masalah kecil aja dibuat jadi besar sampai terjadi adegan kekerasan, ya walaupun nggak keras-keras banget.

Untungnya kami hanya dua bersaudara, kalau kami lebih dari dua saudara mungkin rumah kami sudah hancur tak berbentuk lagi.

Lima menit kemudian setelah ketegangan mereda, aku dan abangku berpamitan dengan kedua orang tuaku dan segera melesat menuju kampusku yang juga kampus Bang Farly.

Sebenarnya aku tidak ingin satu kampus dengan Bang Farly, namun orang tuaku tidak mengizinkan. Aku sudah sekuat tenaga mengerjakan soal-soal tes agar aku bisa diterima di kampus impianku, namun takdir berkata lain. Yasudahlah~

"Nar inget ya, kalau kamu di apa-apain, bilang sama abang" ucap abangku memperingatiku ketika aku sudah turun dari motornya. Dia belum mulai kuliah, karena kami para mahasiswa baru masih dalam masa orientasi.

"Iya. Udah sana pergi, katanya ada latihan band"

"Iya ini juga udah mau pergi. Pokoknya inget pesen abang"

"Bawel ah. Iya tuan Farly" balasku padanya sambil mengibas-ngibaskan tanganku mengisyaratkan agar dia cepat pergi.

Aku berlari kecil memasuki gedung kampusku karena takut terlambat walaupun sebenarnya tidak mungkin terlambat karena sekarang masih jam 6.40 sedangkan ospek dimulai 7.00, jadi jogging singkat gitu ceritanya.

Bukk!

Sesuatu..ah bukan, seseorang menabrakku hingga aku jatuh tersungkur. Memalukan! Untung tidak ada yang melihatnya.

"Jalan tuh pakai kaki, terus ngeliat jalan tuh pakai mata. Gue udah segede ini aja masih ditabrak" jelasku dengan wajah kusut pada orang yang menabrakku.

"Hehe sorry ya, tadi gue udah ngeliat jalan pakai mata kok, dan lo yang segede itu juga keliatan tapi gue kepeleset" balasnya cengengesan tapi dia mengulurkan tangannya untuk membantuku.

Oh No! I'm Fallin'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang