6. Annoying

3 0 0
                                        


Aldin menggeser-geser bangkunya mendekatiku. Aku menggeser bangkuku menjauhinya, dan hal itu berlanjut hingga 3 kali sampai aku kesal. Aku memelototinya dengan amarah diujung bibirku yang ku tahan karena sekarang kami sedang berada di perpustakaan.

"Apasih?! Jangan gangguin gue! Pergi sana!" teriakku karena amarahku sudah tak dapat kutahan lagi.

"Nggak usah teriak-teriak, ini perpus bukan lapangan basket" sahut salah seorang mahasiswa di depanku. Aku pun menutup buku yang sedang kubaca, mengembalikannya ke rak, lalu keluar meninggalkan perpus.

Aldin mengejar-ngejarku dan terus meminta maaf, namun tak ku hiraukan sama sekali. Kesal dengan suaranya, aku segera membuat ide nakal untuk membuatnya pergi dariku.

Aku berjalan menuju toilet perempuan, dan saat sampai didepan pintu toilet dia segera berhenti mengoceh dan mundur, lalu meninggalkanku. Yeay! Good idea.

Karena aku sedang berada di toilet, kugunakan saja toilet ini sebagaimana mestinya. Namun siapa sangka ternyata dia menungguku di depan toilet.

"Lama banget sih di toiletnya. Lo ngapain? Mandi?"

"Aldin kenapa disini?" tanya seorang gadis yang cukup manis dari balik badan Aldin. Aldin tak memberikan jawaban, ia hanya tersenyum tapi...senyumnya adalah senyum yang membuatku muak. Senyum sok manis. Aku melengos meninggalkan mereka berdua.

"Nara, lo kenapa daritadi menghindar sih? Gue capek tau ngikutin lo"

"Gue menghindar karena lo mengganggu, dan...gue nggak pernah minta lo untuk ikutin gue. Jadi, berhenti ikutin gue!" bentakku padanya. Siapa sangka...dia lalu pergi meninggalkanku.

Nice job, Nara. Kau berhasil membuat lelaki menyebalkan itu pergi meninggalkanmu.

Hari ini Lika sedang sakit dan tidak masuk kuliah, alhasil aku sendirian mengarungi kampusku. Dosen pun sedang sakit, tapi sesakit-sakitnya dosen dia tetap bisa memberikan tugas. Tugasnya kali ini cukup menyebalkan karena membuatku harus mencari banyak referensi, dan ketika aku sedang mencari referensi sebuah manusia bernama Aldintio menggangguku.

Dan sekarang aku merasa lapar, aku memutuskan untuk ke kantin. Sebelum aku beranjak menuju kantin, aku menoleh ke kanan dan kiriku memastikan bahwa 'si pengganggu' itu tidak melihat dan mengikutiku.

****

"Nara, sorry ya kalau lo merasa terganggu karna gue" ucap sebuah suara yang begitu familiar dari sebelah kananku ketika aku sedang asyik melihat ke kiriku menunggu kehadiran Bang Farly untuk menjemputku.

"Astaga...lo lagi?! Kenapa ya kok gue ngerasa hidup gue di kampus ini cuma kantin, kelas, perpus, toilet, dan elo? Bosen gue" jawabku panjang-lebar.

"Iya iya oke gue nggak bakal ganggu lo lagi deh, sekarang gue minta maaf. Lo mau maafin gue nggak?"

"Kalo gue maafin lo, lo nggak bakal gangguin gue lagi kan?"

"Iya, gue bakal pergi deh dari hidup lo"

"Iya, gue maafin deh kalo gitu. Nah, buruan gih sana pergi." Aldin pun segera meninggalkanku di depan gerbang kampus.

Lima menit....

Sepuluh menit....

Lima belas menit....

"Yaelah Bang Farly kemana sih, lama banget" gerutuku sambil mengedarkan pandangan pada sekelilingku.

"Baru juga lima belas menit, udah ngeluh aja" balas sebuah suara.

"Lo ngapain disitu? Ngapain masih disini? Katanya lo janji mau jauh-jauh dari hidup gue"

"Senyebelin-nyebelinnya gue, tetep aja gue nggak tega ninggalin lo sendirian, panas-panasan, berdiri tengok kanan-tengok kiri nungguin abang lo." Aku melengos meninggalkannya tanpa berkata apapun.

Dan dia mengikuti langkahku dengan berjalan sambil mendorong sepeda motornya. Aku berjalan menuju halte, karena aku tau jika suasananya seperti ini itu artinya Bang Farly tidak bisa datang menjemputku.

Sesampainya di halte aku segera duduk menunggu bis dan dia pun ikut duduk. Tak lama kemudian sebuah motor sport yang sangat familiar muncul dihadapanku tapi dengan helm full face si pengemudi dan bentuk tubuhnya yang berbeda dari biasanya.

Aku berdiri dengan perasaan setengah kaget, dan Aldin pun ikut berdiri dengan memberikanku tatapan bingung seakan bertanya ada apa?

Pengemudi motor itu pun segera membuka helmnya dan tampil lah seorang laki-laki dengan wajah yang membuatku melengkungkan senyuman di bibirku.

Aku pun berjalan mendekati motor itu dan pengemudinya dan Aldin...juga melakukan hal yang sama.

"Nara, kamu udah kelamaan nunggu ya? Maaf ya. Tadi abang kamu mendadak nggak bisa jemput kamu terus dia nelpon aku buat gantiin dia, jadi aku ngambil motor abang kamu dulu di rumah kamu baru kesini. Tadi aku nelponin kamu mau nanya kamu dimana tapi nomormu nggak aktif, untungnya tadi di gerbang kampus kamu ada yang lihat kamu jalan ke halte, makanya aku bisa susulin kamu disini" jelas lelaki itu panjang lebar.

"Nggak apa-apa kok kak, tadi emang kesel sih karena nggak ada yang jemput, handphone lowbat juga, tapi setelah ngeliat kakak keselnya jadi hilang" balasku cengengesan dan dia pun terkekeh.

Aldin menepuk-nepuk pundakku seakan ingin bilang disini bukan cuma kalian berdua aja, ada gue juga. Saat aku menoleh padanya, tiba-tiba saja sebuah sentilan mendarat kasar pada keningku.

"Apaan tuh 'setelah ngeliat kakak keselnya jadi hilang.' Sok manis lo" ucap Aldin nyerocos tidak senang.

"Apaan sih lo! Masalah banget ya buat lo kalo gue manis-manis sama dia?! Pulang lo sana, ngapain masih disini. Lo gak liat gue udah dijemput?!" balasku membentak-bentak.

"Ini temen kamu, Nar? Kenapa nggak dikenalin ke aku?" tanya lelaki tampan yang masih bertengger di atas motor itu.

"Apaan. Nggak usah kenalan sama dia. Dia itu cuma seorang moodbreaker." jawabku padanya ketus karena terbawa emosi.

"Nama gue Aldintio" ucapnya tiba-tiba seraya mengulurkan tangan pada laki-laki yang berada di atas motor itu.

"Galan" jawabnya singkat sambil tersenyum.

"Lo siapanya Nara? Kok akrab banget?"

"Cuma temen abangnya aja"

"Lo anterin tuh Nara, tapi jangan sampai dia kenapa-napa. Jangan berani sentuh-sentuh dia, jangan berani pegang-pegang dia, apalagi sampe apa-apain dia. Nara gadis baik-baik, jangan sampe lo nodain dia"

"Aldin! Cukup!" teriakku hingga membuat orang-orang disekitar menoleh ke arahku.

"Wah, perhatian banget. Siap kapten, akan saya jaga tuan putri anda dengan sebaik-baiknya" ucap Kak Galan pada Aldin yang menatap tajam ke arahnya.

"Pergi sana! Gue muak ngeliat muka lo" ucapku ketus pada Aldin. Aldin menatapku tajam, begitu tajam seakan ingin membunuhku. Disaat yang bersamaan aku merasa bersalah dan juga merasa sakit hati. Aku tak habis pikir dengan kalimatnya, apa maksudnya mengeluarkan kalimat seperti itu? Memangnya dia pikir dia siapa?

Aku menangkap raut wajah yang berbeda dari Aldin. Raut wajahnya jelas sekali menampakkan kemarahan dan aku bisa mengerti kenapa dia marah, tapi ada hal lain yang tersembunyi dari raut wajahnya dan aku tidak bisa menangkap hal apakah itu.

Aldin pun segera memacu motornya dengan kecepatan tinggi meninggalkan kami berdua di halte, hingga dalam hitungan detik motornya sudah menghilang.

****

Oh No! I'm Fallin'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang