"Semuanya akan baik - baik saja, Tom." Teresa menatap sendu kawannya yang terbaring disebuah kasur dorong. Lengkap dengan busana pelarinya.
Thomas tersenyum simpul, lalu mengangguk. Ia menggenggam lengan gadis itu. "Tentu," katanya, lalu memberi jeda sejenak. "Sampai jumpa di Maze."
Teresa mengangguk seraya tersenyum. Mata birunya menatap nanar pria itu. Thommas dan dirinya akhirnya bergabung dengan organisasi WICKED-World In Catastrophe: Killzone Experiment Department-demi menemukan faksin dari penyakit flare. Dan, sekarang adalah saatnya. Mereka harus melakukan berbagai percobaan dengan variabel manusia - manusia kebal--termasuk Thomas dan Teresa sendiri--. Mereka harus berpisah dan bertemu lagi di maze tanpa ingatan sedikit pun. Teresa tak tahu dirinya harus kabur atau malah tak sabar menunggu gilirannya.
Seorang pria berseragam serba putih menghampiri mereka. "Sudah saatnya." Ujar suara beratnya.
Teresa menyeka air matanya sebelum benda itu menetes, lalu mundur beberapa langkah membiarkan orang berseragam WICKED lainnya mengambil alih Thommas, menyuntikkan sesuatu dilengan pria itu. Thommas sedikit tersentak, lalu matanya menutup secara perlahan.
Seorang wanita mengangguk kearah Teresa sesaat sebelum Thommas didorong melewati lorong yang panjang. Teresa mengekori mereka, ikut mengantarkan sobatnya sampai ke sebuah pintu mirip lift yang berujung pada maze.
Semuanya akan baik - baik saja, semuanya akan kembali seperti sedia kala, Teresa berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Bahwa apa yang dia lakukan adalah benar. Bahwa dunia akan kembali damai. Bahwa tidak ada lagi korban flare yang berjatuhan seperti yang ia lihat dimasa lalunya.
Pintu itu berdesis terbuka setelah seseorang menekan angka demi angka diujung pintu sebagai password. Teresa berjalan menyetarakan dirinya dengan Thomas. Gadis itu membisikkan sesuatu yang mungkin tak didengar bahkan diingat oleh Thommas.
"Thomas, WICKED is good."
Sedetik setelahnya orang - orang dari WICKED mengangkat Thomas dari kasurnya, membawanya masuk kedalam ruangan kubus itu. Teresa hanya diam mematung. Mengamati teman masa kecilnya disandarkan ke dinding besi ruangan itu hingga orang - orang WICKED meninggalkannya didalam sana.
Pintu transparan itu berdesis menutup disusul cairan biru yang meluap keluar dari celah - celah lantai. Air itu semakin naik hingga setinggi dada Thomas. Lalu, ruangan kotak itu perlahan terangkat naik ke atas.
***
"Teresa." Panggil salah satu kaki tangan WICKED ber name tag; Marry.
Marry memberi tatapan sederhana yang mengisyaratkan bahwa waktunya telah tiba. Giliran Teresa telah tiba.
Gadis itu tersenyum samar kemudian berdiri. Melangkah mengekori Marry yang berjalan semeter didepannya.
Marry menuntun Teresa ke sebuah ruangan putih dengan kasur dan alat-alat medis lainnya. Gadis itu mematung sebelum naik keatas kasur, berfikir sejenak.
Apakah dengan ini semua segalanya akan membaik? Akankah dirinya benar-benar berguna bagi orang lain?
Suara datar Marry memanggil namanya, memecah lamunannya. Teresa tersadar dari bayangan-bayangan itu. Lalu, gadis itu berjalan kearah kasur dan berbaring disana.
Teman-teman Marry datang saat wanita paruh baya itu menyiapkan alat-alat medisnya. Kelopak mata milik Teresa memutuskan untuk menyembunyikan bola mata birunya.
Dee-dee. Jadilah anak pintar.
Lalu, Teresa merasakan sesuatu disuntikkan ke lengan kirinya, diikuti rasa nyeri dan kantuk yang bersamaan sesaat setelahnya.
Sebuah kabut yang kelabu menuntunnya ke kegelapan yang tak berujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maze Runner [Teresa pov]
FanfictionSaat itu, kuingat diriku masih berumur lima tahun. KPF-Koalisi Pasca Flare-. Organisasi itu menyebarkan virus mematikan, bak tak puas karena bencana ledakan sinar matahari beberapa waktu lalu. Flare. Virus itu ganas. Bibit dari virus itu ditembakkan...