Lesson 3 : Believe it, or not

166 20 0
                                    

Pagi ini, adalah hari yang cerah. Aku berangkat pagi-pagi sekali karena Papaku ada meeting mendadak. Apakah menurut kalian aku kelihatan manja? Aku pun sebenarnya juga tidak mau diantar ke sekolah oleh orangtuaku, tapi mereka sendiri yang memaksa. Aku anak tunggal. Namaku Lu Han karena artinya 'rusa kecil', dan menurut mereka aku ini masih 'rusa kecil' mereka walaupun umurku sudah hampir 17 tahun. Kata orang-orang juga aku punya wajah seperti anak kecil atau kalau bahasa kerennya sih babyface. Itu juga yang membuat orang-orang salah mengira aku seperti murid SD atau SMP.

Sekolah masih sangat sepi. Ini masih jam setengah 7 sedangkan bel masuk berbunyi satu jam lagi. Aku pun memilih untuk membaca buku di halaman sekolah saja. Karena masih pagi, udaranya juga masih sangat segar. Aku duduk di atas rumput di bawah pohon yang rindang.

Aku membaca buku Little Prince yang baru kubeli tempo hari, saat kudengar suara orang yang sedang bernyanyi tidak jauh dari tempatku. Kututup bukuku dan kudengar baik-baik suara itu. Sepertinya aku mengenal suara itu tapi samar terdengar.

Kuputuskan untuk menghampiri asal suara tersebut. Saat suara semakin terdengar jelas, barulah kusadari kalau itu suara Chen. Aku mendekatinya dan kulihat dia memang sedang bernyanyi sambil mendengarkan lagu melalui iPod dan headset-nya.

"Ni jiu zai wo yan zhong cong bu cheng fei zhou, gen wo zou ni jiu bu hui xiao shi huo shi zong. Oh, jiuxiang meng guo de ni, ni shi wo sheng ming na ge mei li hu die~" wah, suaranya bagus sekali, batinku.

"Hi Chen," aku menyapa sambil menepuk pundaknya.

Chen sedikit terkejut dengan kedatanganku. Kemudian dia melepas headset-nya. "Hai juga. Tumben datang pagi-pagi," sahutnya.

"Aku memang selalu datang pagi. Tapi harusnya baru 5 menit lagi aku sampai di sekolah," kataku, sambil duduk di sebelahnya. "kau selalu datang pagi juga?"

Chen mengangguk. "Selalu. Dan aku selalu ke sini setiap pagi," jawabnya.

Kami terdiam. Aku mengeluarkan data peserta Festival Olahraga-ku dari dalam tas. Aku memeriksanya lagi supaya tidak ada yang kelupaan.

"Sudah berapa orang yang ikut festival?" tanya Chen sambil melihat-lihat daftar peserta yang sudah kususun.

"Tiga orang denganku," jawabku singkat. "sudah 2 hari tapi baru tiga orang. Minimal tujuh orang lagi yang ikut supaya kelas kita tidak didiskualifikasi dari festival," kataku tanpa semangat.

Chen diam memperhatikanku. "Kalau begitu, aku ikut. Ketua kelas, masukkan namaku," katanya tiba-tiba.

Aku terkejut dengan perkataan Chen barusan. "Be, benarkah?"

"Tentu saja," sahutnya. "tapi aku tidak tahu lomba apa yang bisa kuikuti. Saranmu apa, Lu Han?" tanyanya.

Aku tidak percaya dengan apa yang kudangar saat ini. anggota Grimmers, geng terbandel di sekolah meminta saran kepadaku?

"Bukannya tidak mau, tapi kita jarang ngobrol jadi aku tidak tahu kelebihanmu selain menyanyi apa, Chen," jawabku dengan perasaan tidak enak.

"Memangnya ada lomba apa saja sih, selain marathon?" tanya Chen lagi.

Aku membuka data kegiatan Festival Olahraga yang sudah kucatat di rapat Ketua Kelas kemarin. "Eh, ada basket, badminton, tennis, estafet, sprint, sepakbola. Itu saja, sih," jawabku. "Festival akan diadakan 5 hari. Hari pertama badminton dan tennis, hari kedua basket dan sepakbola, hari ketiga sprint dan estafet, dan di hari terakhir marathon keliling lingkungan sekitar sekolah saja,"

Chen menghembuskan nafasnya. "Sepertinya lomba yang akan kuikuti, marathon..."

"Kalau marathon itu semua murid di sekolah ini wajib mengikutinya, Chen," selaku.

Chen mendengus. "Itu aku juga tahu. Maksudku lomba yang akan kuikuti adalah marathon dan estafet, kurasa," katanya bersidekap.

"Benarkah? Aku juga mau bilang kalau putra-putri akan digabung, tidak ada regu putra maupun putri," kataku. "jadi kau bisa mengajak Liu Jin juga,"

Chen tertawa terbahak. Astaga aku tidak tahu kalau bisa tertawa sekeras ini, bikin kaget saja. "Liu Jin? Olahrga? Mereka itu bagaikan minyak dan air," katanya masih dengan tawanya yang keras.

"Maksudmu?"

Perlahan, Chen mulai berhenti tertawa. "Kau tahu? Kami ini, Grimmers, sudah bersahabat sejak kecil. Dan dari dulu, Liu Jin itu benci sekali dengan yang namanya olahraga," sahutnya sambil menyeka matanya yang mengeluarkan air mata.

"Liu Jin, tidak bisa olahraga?" tanyaku tidak percaya.

"Bukannya tidak bisa, hanya saja skill olahragnya agak jelek meskipun dia jago berantem," jawab Chen.

"Ya, ya, terus saja sebarkan aibku ke semua orang. Sekalian ke penjaga sekolah, kasih tau aku adalah orang yang paling payah olahraganya,"

Aku dan Chen menoleh ke belakang dan kulihat Liu Jin beserta member Grimmers lainnya berdiri menatap kami. Chen nyengir, kemudian berdiri di sebelah Liu Jin. Aku pun juga berdiri.

"Eh, kalian sudah datang. Sori Mi Lu," kata Chen sambil menepuk pundak Liu Jin yang kelihatannya masih kesal. Mi Lu? Apakah itu nama panggilan Liu Jin?

"Hei, Lu Han! Kudengar tadi ada lomba basket?" tanya Yi Fan antusias.

Aku mengangguk. "Iya, itu basket putra-putri. Satu kelas digabung," jawabku.

Yi Fan menepuk tangannya. "Bagus! Kalau begitu aku ikutan. Berapa lawan berapa?"

Kulihat data kegiatan festival lagi. "Eh, untuk basket cukup 6 lawan 6 saja. Lalu..."

"Ok, ok! Aku ikutan. Daftarkan aku ya! Tulis sekarang juga!" serunya. Sepertinya Yi Fan senang sekali main basket. Dan itu keuntungan bagiku, karena perlahan teman-teman di kelasku juga mulai ikut serta. "Apa yang kau lihat, eoh? Tulis namaku!"

Aku yang sadar dari lamunanku segera mengambil daftar pesertaku dan menulis nama Yi Fan di urutan ke-5 setelah nama Chen. "Oh iya, Yi Xing dan Xiumin mau ikut lomba apa?" tanyaku mengalihkan pandangan ke arah dua cowok yang sedang asyik main game.

Xiumin melihat ke arahku. "Aku, ikut sepakbola saja deh," sahutnya kemudian langsung fokus ke handphone-nya lagi.

"Kalau aku basket sajalah," kata Yi Xing.

Tao mengeluh. "Haah, kenapa nggak ada Kung Fu, sih? Coba kalau ada, aku pasti langsung ikutan," gumamnya.

Liu Jin hanya diam memperhatikan. Lalu dia berbalik dan berjalan pergi meninggalkan kami. Naluri 'kakak' dalam jiwa Yi Xing muncul dan dia pun segera mengikuti gadis itu berjalan pergi. Sedangkan member yang tersisa kurasa lebih memilih di sini sampai bel berbunyi. Aku pun juga tetap di sini saja.

Ada apa dengan Liu Jin, ya? Apa dia marah?




**********************************************************************************************************

Annyeong, sudah chapter 3... author bakal menghargai banget semua komentar dan favorite kalian... kalau ada yang mau komen silakan aja ya ..ditunggu !

yuk lanjut baca lagi -> -> ->

Love and Bestfriends (Super Class Leader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang