Chapter 2

5.7K 615 115
                                    

Rasanya sangat mendebarkan. Oh, astaga. Orang yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga—si juara dunia bertahan. Ya, juara dunia! Siapa yang tidak ingin bertemu dengannya dan mengenalnya lebih dekat? Meski aku sadar aku baru dalam hal ini, tapi bagaimana pun juga dia adalah salah satu orang terhebat yang sudah diakui di dunia otomotif. Akan sangat mengesankan jika aku bisa berbicara atau bahkan berfoto bersamanya.

"Hey, dia kemari." Bisik Thalia di sebelahku.

Gawat, gawat, gawat. Apa yang harus kukatakan padanya nanti? Tentunya aku tidak mau terlihat bodoh karena ini akan menjadi kali pertamaku bertatap muka secara langsung dengannya. Aku harus bisa menunjukkan image yang baik dan sopan, tapi mendadak sekarang perutku serasa ditendang dari dalam. Aku gugup. Aku takut kalau dia tidak akan menyukaiku.

"Rileks. Dia tidak mengiggit, hanya sedikit galak jika suasana hatinya sedang buruk. Berdoalah."

Oke. Dia bilang aku harus rileks, jadi aku berjuang mengatur napasku ketika Marc turun dari motornya dengan masih memakai helm yang kacanya terbuka dan berjalan masuk ke paddock area. Oh, ya Tuhan... Beri aku kemujuran agar dia mau membalas menyapaku.

Menarik napas dalam-dalam, aku memasang senyuman terbaikku ketika Marc berjalan menutup jaraknya dengan kami. Sekarang! "Hai—" seruku, dan kudapati Marc tidak menghentikan langkahnya atau bahkan melirikku dalam perjalanan menuju kursinya yang bertuliskan nomor '93' yang sangat besar di pojok area. Sialan. Apa-apaan itu tadi?

"Jangan khawatir, mungkin dia tidak mendengarmu. Helmnya memang selalu membuatnya tuli." Canda Thalia, yang mana itu tidak terdengar lucu. Tidak mungkin Marc tidak mendengarku hanya karena helmnya.

Sekarang aku menjadi sedikit rendah diri. Itu tadi memalukan. Apa aku kurang menarik sehingga si juara dunia sampai enggan untuk melirikku?

"Hey, Thalia!" aku mendongak mendapati seorang Dani Pedrosa berjalan ke arah kami. Dia sudah tidak memakai helmnya jadi aku bisa menatap wajahnya secara langsung dari dekat. Oh, tubuhnya sangat mungil, lebih pendek dariku, tapi wajahnya cukup manis. "Bagaimana kabarmu?"

"Baik, Dani. Senang bertemu denganmu lagi minggu ini. Barusan adalah latihan yang mengesankan. Selamat."

"Itu belum apa-apa. Aku masih kalah cepat dari yang lain. Well, siapa gadis ini? Dia gadis payung yang baru?" Dani menatap ke arahku. Wajahnya basah oleh keringat dan itu membuatnya terlihat semakin menarik.

"Ya, dia Ro. Ro, ini Dani. Ro bekerja untuk Marc hari minggu nanti."

"Oh, selamat datang. Senang bertemu denganmu. Apa kau sudah bertemu dengan Marc? Aku yakin dia akan senang mendapat gadis payung yang cantik sepertimu."

Berjabat tangan dengan Dani, aku menunduk malu terhadap ucapannya. Dia sangat ramah, sedikit berbeda dengan Marc. "Senang bertemu denganmu. Sayangnya, aku belum memiliki kesempatan itu."

Dani mengangkat satu alisnya padaku. Penasaran, dia menatap ke belakang punggungku seolah mengecek kebenaran soal Marc yang kini tengah sibuk berkonsultasi dengan para mekanik dan tim manajernya. "Aku mengerti. Kalau begitu sekali lagi selamat untukmu. Kuharap kau menikmati seluruh latihan dan perlombaannya. Well, sampai jumpa nanti."

"Sampai jumpa, Dani." Balas Thalia sambil melambaikan tangannya dengan genit, sementara Dani melesat menuju kursinya dan mulai berdiskusi dengan seluruh timnya.

"Whoa, dia sangat ramah."

"Aku tahu. Oleh sebab itu aku lebih senang bekerja untuknya."

"Thalia! Ro! Kembali bekerja." Seru Diana mengagetkanku. Sialan karena wanita ini selalu muncul tiba-tiba bak seorang hantu.

GAS!! (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang