Anak muda, pergilah! Tinggalkan Indonesia!

315 13 0
                                    

Double Update nih :3 spesial buat ngerayaain 2 K viewers hehehe*bacot mulu lu thor* sorry lagi seneng nih soalnya 2k menghibur author yang baru putus hubungan spesial :') *plak malah curhat* wkwkwk Oke itu lebay :3 Thanks ya yang udah baca cerita author,jangan lupa vote nya ya :)
Happy reading guys ~~

Ada seorang perempuan muda duduk dan sedang membaca buku. Dia takzim menyimak kata demi kata di buku itu dan sesekali melingkari lokasi-lokasi di peta yang menghiasi halaman yang sedang dibacanya dengan pena. Dari wajah dan buku yang dibaca, saya duga dia orang Jepang atau mungkin China. Entahlah. Saya duduk di sebelahnya, sebentar lagi pesawat akan terbang dari Jakarta ke Jogja. Perempuan muda itu menoleh sekilas, tersenyum sesaat lalu tenggelam lagi dalam bacaannya.

"In a holiday?" tanya saya setelah mengencangkan sabuk pengaman. Saya tidak menoleh, hanya melirik saja, sekedar untuk memulai percakapan. Rasanya aneh jika tidak menyapa orang yang duduk di sebelah saya dalam sebuah perjalanan yang berlangsung satu jam. "Yes", katanya sambil menengok. Mungkin dia tidak menyangka saya akan menyapanya. "I hope you enjoy Indonesia" kata saya singkat sambil tersenyum. "Yes" katanya singkat dan berhenti membaca. Dari jawabannya saya bisa tahu, Bahasa Inggrisnya tidak lancar tetapi dia berusaha dengan baik.

Merasa ada yang tertarik mengajak bicara, dia merespon dengan baik. Saya akhirnya tahu, dia dari Jepang. Usianya mungkin masih awal duapuluhan, masih terliat sangat muda. Dia mengenakan topi dengan baju tanpa lengan, nampak sporty dan sedikit tomboy. Dia menceritakan sudah pernah ke Indonesia sebelumnya dan ini adalah kali kedua. Katanya juga, dia punya waktu tiga hari libur dan memanfaatkannya untuk mengunjungi Indonesia. Dia bekerja di sebuah perusahaan yang saya tidak pernah dengar namanya. Mungkin bukan perusaan besar, meskipun katanya ada cabangnya di Jakarta. Perusahaannya memproduksi tinta untuk percetakan.

Di sela-sela percakapan dia tekun menyimak buku, menandai nama-nama tempat dan melingkari lokasi-lokasi yang dianggapnya penting. Dia baru petama kali ke Jogja, dengan Bahasa Inggris yang seadanya dan melakukan rencana perjalanan sendiri tanpa dibantu siapapun. Modalnya adalah buku Lonely Planet versi Bahasa Jepang. Dia dengan fasih menjelaskan bahwa dia akan tinggal di sebuah hotel di dekat tugu yang informasinya diperoleh dari Internet. "Trans Jogja" katanya ketika saya tanya bagaimana dia akan menuju hotel dari bandara. Dia juga bisa menjelaskan arah dan rute ke Borobudur dan Prambanan yang akan dikunjunginya di hari pertama nanti. Dia nampak siap, meskipun, sekali lagi, dengan Bahasa Inggris yang mengenaskan.

Melihat dia berjuang untuk mengucapkan setiap nama tempat dan berusaha mengingat-ingat nomor bus yang akan dinaikinya, tidak tega rasanya untuk tidak berbasa-basi menawarkan bantuan. "I might be able to take you to the hotel. My wife will pick me up at the airport. She will be happy to drive you off." Dengan sopan dan terbata dia menjawab "no, thanks. I want by myself. Adventure" dengan senyum khas cewek Jepang, meringis dan sopan. Saya terkesima. Atau mungkin karena dia tidak percaya pada saya. Tapi anggap saja bukan itu perkaranya.

Seorang anak muda Jepang, datang ke sebuah negeri asing dengan Bahasa Internasional yang mengenaskan. Dia menjelajah hanya mengandalkan buku dan peta yang mungkin tingkat akurasinya tidak begitu tinggi. Dia memasuki lingkungan asing yang ribuan kilometer jauhnya dari kenyamanan rumahnya di Jepang hanya untuk memuaskan rasa penasarannya. Untuk menyempurnakan petualangan itu, dia menolak menerima kemudahan karena ingin melatih naluri bertualangnya. Perempuan itu mengingatkan saya pada para mahasiswa saya, anak anak muda warga negara kepulauan terbesar di dunia: Indonesia.

Beberapa waktu lalu saya menggunakan pendekatan Renald Kasali dengan bertanya "siapa yang sudah memiliki paspor" ketika mengajar di kelas. Hanya sedikit yang angkat tangan. Mereka mungkin belum siap menjadi warga dunia yang menganggap pergi ke Klaten itu tidak berbeda dengan pergi ke Singapura. Saya katakan, Indonesia ini nomor 16 dunia, nomor 5 di Asia dan nomor 1 di Asia Tenggara dalam hal PDB. Presiden kita duduk bersama 19 pemimpin dunia lainnya untuk menentukan arah ekonomi dunia. Pertanyaannya, sudahkan anak mudanya memiliki mental dan kesadaran itu?

Short Inspiration StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang