20:00, 27 Juli 2014
Belasan siswa kelasku sibuk dengan kopernya masing-masing, beberapa membuat lingkaran kecil, meletakkan sebungkus makanan ditengahnya, tertawa-tawa mengejek satu sama lain.
Aku bersama Vera di atap asrama, mengobrol ringan. Menghindari siswa laki-laki yang berkunjung di koridor depan.
Asrama kami sempurna berantakan, koper dan baju bertebaran, bungkus makanan dimana-mana, ditinggal mengobrol oleh pemiliknya. Harap maklum, ini malam terakhir kami bersama, sebelum melanjutkan sekolah kami di tempat berbeda.
Sekitar 12 orang dari kami memilih bersekolah disini kembali. Yang lainnya memilih untuk pergi, melanjutkan ke tempat lain.
Elia bersembunyi dibalik selimut, menangis sesenggukan. Kurasa ia yang paling sedih diantara kami.
***
Vera pamit menuju tempat tidur, matanya hampir tertutup, menguap beranjak masuk ke asrama.
Asrama tetap berisik hingga tengah malam, anak-anak berlarian di asrama, beberapa tertawa terbahak didalam.
Aku menghela napas panjang, tersenyum. Bintang diatas sana tak terlihat, tertutup mendung. Aku tak perlu bersedih, aku akan kembali lagi saat tahun ajaran baru. Kembali menatap kagum bintang diatas sana hingga tiga tahun kedepan.
Disini, kalian bisa melihat Bintang dengan jelas diatas sana ketika langit cerah, lima asrama lainnya, atau koperasi sekolah kami di dekat lapangan.
Satu-satunya tempat yang sepi hanyalah lapangan. Ketika malam lahan berumput itu sama sekali tak terlihat, hanya gelap.
Mataku tak kunjung mengantuk, meski satu dua asrama mulai mematikan lampunya.
***
"Kalau suatu hari aku berjalan bersama seseorang di tengah hujan, memikulku di punggungnya dan ia tersenyum seperti kakak sekarang, aku akan pacaran dengannya"
"Kau jangan mengada-ngada Fia, mana mungkin ada yang seperti itu. Kau terlalu sering menonton serial drama bersama mama" lelaki bersepatu kets itu tertawa mendengar celetukan adiknya,
"Pokoknya aku ingin seperti itu kak"
"Fia, semua lelaki bisa melakukannya, memangnya kau mau berpacaran dengan setiap orang yang menggendongmu?" Ia menghela napas.
"Jika ada yang bersikap seperti itu padamu, dan hatimu berdetak keras, pada saat itu kau boleh memacarinya" kakak tertawa geli.
"Siap komandan" aku mengganguk mantap, begitu serius menanggapi celotehannya.
***
Aku tertidur di atap, tersentak bangun karena gerimis tiba-tiba. Menyabet gelasku, berlari ke balik pintu.
Menuruni tangga hati-hati menuju asrama, meraba-raba karena sudah gelap.
Aku menyukai hujan.
Sama seperti aku merindukan mimpi barusan.