13 hari berlalu..
Beginilah hari-hariku selalu biasa saja ditambah lagi kegiatan sekolah yang membuatku semakin tidak menyukai saja kelas teater yang dimana aku harus berlatih setiap hari bersama si Justin itu. Sungguh membuatku tersiksa. Kalau saja yang menjadi pangeranku itu Nathan, aku pasti akan selalu bersemangat untuk latihan. Kalau disuruh latihan dalam sehari dua/tiga kali pun aku mau.
Hari ini adalah hari terakhir kami latihan untuk pertunjukan besok dan aku harus menyelesaikan latihan kali ini secepatnya agar aku tidak berlama-lama melihat wajahnya Justin dihadapanku. Sungguh aku tidak menyukainya. Adeganku kali ini adalah menyelesaikan akhir adeganku dengannya yaitu ada adegan “sang pangeran mencium sang putri di tidur panjangnya”. Adegan yang sangat aku hindari.
“Nathan…!” seruku sambil berlari kecil menghampiri Nathan yang sedang duduk ditaman sekolah.
“Hai Jo…! Kenapa kau tidak masuk kelas? Bukankah kau harus latihan?” tanyanya.
“Aku sungguh tidak bersemangat hari ini” jawabku lemas.
“Kenapa memangnya? Besok kau harus menampilkan yang terbaik dihadapan penonton termasuk aku. Kau harus semangat latihan Jo” lanjutnya yang saat ini sambil memegang tanganku.
“Kau tahu kalau aku sangat tidak suka dengan si Justin itu. Dan kini aku harus beradegan mesra dengannya. Sungguh itu sangat menyiksaku Nathan” keluhku.
“Aku tidak mau tahu hari ini kau harus latihan. Ayo aku antar.. walaupun ini sangat menyakitkan untukku” Nathan mengecilkan volume suaranya dikalimat terakhir sehingga aku kurang begitu jelas mendengar apa yang ia ucapkan.
Skip-
Sesampainya dikelas aku melihat Justin diujung ruangan sedang memainkah handphonenya. Untuk berhadapan lagi dengannya sungguh membuatku ingin secepatnya keluar dari kelas ini.
“Joanna kau dari mana saja? Kita harus segera latihan” tanyanya sembari menghampiriku.
Aku tidak menjawab pertanyaannya aku benar-benar tidak bersemangat menjalani latihan kali ini tapi lagi-lagi Nathan memberikanku semangat dengan hanya tersenyum dari luar jendela ruang kelas ini. bisa kugambarkan hari ini hanya aku dan Justin yang latihan. Teman-temanku yang lain sedang mendekorasi ruangan untuk pertunjukan besok karna memang dialog ataupun adegan yang mereka perankan tidak sebanyak aku dan Justin. Dimulai dari adegan saat aku harus berpura-pura sebagai putri tidur dan membaringkan tubuhku diatas meja. Aku tidak benar-benar menutup mataku saat itu dan aku dapat melihat Justin melakukan dialog sendiri. Saat ini Justin mendekatkan wajahnya kewajahku aku sungguh tegang saat ini. bagaimana tidak jarak wajahnya kurang lebih hanya 5 cm dari wajahku. Aku menutup rapat-rapat mataku tidak ingin mengetahui apa yang terjadi. Tiba-tiba…
“Jo kau cantik sekali” kata Justin menatapku dalam tanpa menjauhkan wajahnya dari hadapanku.
Aku membuka mataku dan kali ini aku dapat merasakan deru nafasnya. Sungguh detak jantungku tak karuan saat ini. Ya untuk kedua kalinya sejak adegan dansa waktu itu. Aku mendorong bahunya dan duduk. Aku belum bisa merapikan detak jantungku secara normal. Justin duduk ikut duduk disampingku. Dan tangannya menggenggam lembut jariku yang berada diatas lutut.
“Jo maafkan soal yang kemarin-kemarin. Aku hanya ingin mempunyai teman disekolah ini namun aku tidak mengerti bagaimana caranya. Makanya sejak awal kita bertemu aku selalu membuatmu kesal karna dengan begitu aku bisa dengan mudah terus berkomunikasi denganmu walaupun aku tahu kau sangat kesal denganku. Aku sungguh tidak berniat membuatmu kesal sama sekali. Jadi aku mohon kau dapat memaafkanku. Aku berjanji aku tidak akan membuatmu kesal lagi. Kau mau memaafkanku?” kata Justin.
“Apa kau tidak sedang bercanda saat ini?” aku menganga mendengar perkataan Justin barusan.
“Kau tidak percaya padaku?” tanyanya lagi.