#4 Kesialan dan Keberuntungan

2.2K 59 18
                                    

John untuk AJ #1

Maaf nih para readers, baru sempat nulis lagi, ini saja pake HP nulisnya, sudah penasaran belom? John lanjut bercerita yah...

Author POV

Malam tengah berpagut dengan mendung, yang kala itu mulailah dewi kebesaran menurunkan berkah melalui hujan. Ini adalah awal musim.
Dalam renung dan khitmat pria paruh baya itu berhenti sejenak ditengah perjalanannya ke tempat terparkirnya mobil silvernya.

"Wah, musim hujan telah tiba nampaknya." 

Wajah Marx sumringah dan berantusias untuk menikmati hujan pertama itu.

Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, nampaknya niatan untuk merayakan pergantian musim ini akan tergantikan dengan menikmati cokelat panas buatan istrinya, Karin.

***
Karin's POV
11.05 p.m

Suara mobil belum juga terdengar, hanya beberapa suara kodok yang mulai suka dengan musim yang akan mereka jumpai. Kabut tebal juga menutupi perkarangan rumahnya, sehingga hanya bayanga-bayangan pohon yang terlihat tersorot lampu kendaraan yang lewat.

"Marx kenapa belum pulang yah?"

Orang itu terbiasa telat pulang kantor, dan ini kesekian kalinya aku menunggu, awas saja. Perasaanku mulai cemas, di balik jendela yang terus menerus ku perhatikan berharap bayangan Marx segera datang.
Menjadi seorang istri haruslah bersabar, dan Aku adalah wanita yang selalu menunjukkan kesabaran di hadapan Marx.
Hampir setengah jam berlalu dan Aku masih memperhatikan keadaan di balik jendela itu, matapun kini mulai sayup, cokelat panas yang ku siapkan juga mulai dingin.

"Tampaknya wartawanku over time lagi."
Wajah lesu dan khawatir namun kantuk mungkin yang paling mendominasi.

Kini kaki mulai kulangkahkan menuju sofa di ruangan itu. Hal ini biasa ku lakukan ketika menunggu suami tercinta pulang, bahkan sampai terlelap di sana tanpa ada penyesalan.
Malam-malam sering ku habiskan dengan sepi dan kesendirian. Pernikahan 5 tahun yang lalu belum juga memberikan buah hati kepada kami. Aku enggan mengadopsi anak, lantaran aku percaya diri bahwa pasti akan ada masanya aku mempunyai anak.
Dalam hal ini aku memang sedikit keras kepala, walau berkali-kali dokter menganjurkan untuk berhenti berusaha, karena suamiku , Marx mandul.
Aku tidak peduli, aku akan tetap berusaha untuk melahirkan anak dari Marx.

***

Marx POV

"Damnn..!!! benar-benar sial. Mana mau turun hujan lagi." wajahnya nampak frustrasi.

Sesekali melihat sekitar, namun tak seorangpun akan lewat dan datang ke jalan yang sepi ini.
Segera ku liat layar phonselku di dasboard dalam mobilku.

"Damn!! Mati???!!"
"Oh my God....!! What wrong!" 

Umpatan dan serapah keluar begitu aku sadari, hari ini aku menemui kesialan bertubi-tubi. Tadi pagi waktu berangkat aku terlambat lebih dari 15 menit, alhasil atasanku memanggil untuk memberiku peringatan, memang benar ini adalah hal pertama kali aku mendapatkan peringatan sejak pindah di kantor baruku ini.

Kesialan ternyata masih menyambangi awal musimku, apa yang harus aku lakukan sekarang? Diam diri di dalam mobil di jalanan yang sepi ini atau menelpon kawanku Jose, akrghh iya, phonselku mati, sial....benar-benar sial hari ini. Serapahku mulai frustrasi.
Pipppp .... Pippp... Suara klakson mobil itu membuyarkan gusarku yang sedikit lagi sudah naik pitam. Ku toleh, sebuah mobil sport putih keluaran tahun kemarin.

  Siapa...?? Pikirku cepat.

Perasaanku antara lega dan cemas. Semoga bukan penjahat, Ya Tuhan beri aku pertolongan. Doaku.

Dibuka pintu mobil putih sport yang masih menyalakan mesinnya, tangannya berotot dan memakai jas gelap yang kurang jelas apa warnanya, dia laki-laki. Pandanganku masih agak kabur.

Ketika wajahnya muncul dari balik pintu itu seketika ku meneguk tenggorokan, kerongkonganku kering nampaknya.

Oh my God, dia sangat tampan. Baru kali ini aku mengakui seorang laki-laki yang tampan selain Ayahku. Sebentar, aku rasa aku mengenal wajah itu. Aku rasa beberapa bulan lalu aku melihatnya, tapi dimana?

Pria itu terus berjalan mendekat ke arah mobilku. Ku lirik sekali lagi dari kaca sepionku, sedikit ku turunkan kaca mobilku.

Matanya, hidungnya, dan wajah itu...

Akh iya, aku ingat. dia pria yang pernah ku sambangi tempo hari, di hotel Mirachelle Hill. Leganya perasaan ini. Tetapi, aku masih enasaran, siapa namanya...
Dengan segera ku membuka kunci pintu mobil, memegang knop pembuka dan...

"Maaf..." 

suara jantannya mengagetkanku ketika bersamaan sedang membuka pintu mobilku. Pria itu menghentikan pertanyaan ketika melihat mukaku menghadap kaca jendela kemudi. Muka kami beberapa detik saling bertatapan, dilanjutkan ekspresi kejut dengan saling memundurkan muka dari bidang kaca itu.

Dia memundurkan sedikit tubuhnya. Lalu aku buka pintu mobil yang sedaritadi ku tutup rapat-rapat.

Dia nampak sedikit bingung ketika aku tersenyum.

"Hai, kita pernah bertemu bukan?"

"Emm, maaf, apa yang anda maksudkan? kita?" Pria asing itu menjawab pertanyaan anehku dengan wajah terkejut, namun lucu bagiku.

Jelas saja jika pria itu merasa tidak nyaman, mungkin pertanyaanku terlalu membuat dia kebingungan.

"Mungin saja kita pernah bertemu di salah satu hotel di Jakarta, Miracelle Hill, kalau tidak salah."

"Aku memang pernah tinggal di hotel itu, tapi em....

Oh iya, aku ingat. Kamukah yang pernah diwawancara untuk tajuk berita yang akan kau tulis."

Serentak gelak tawa berdua kami terkekeh nyaring di tengah sepi malam itu.

Ku ambil kacamata di dalam mobil, dan ku kenakan. "Mungkin manusia yang menemuimu saat itu adalah ini?" lalu ku lepas kembali kacamata itu, "Jika ini adalah manusia yang berbeda."

Aku kembali menanyakan namanya, sedikit ku perjelas dengan jabatan tangan. "Aku sedikit lupa tentang namamu, aku harap mengenalmu untuk saat ini tidak ada salahnya."

"Tentu, aku John. Panggil John saja, tanpa nama depan atau nama belakang karena..."

"Kamu tak memiliki bapak." Ku sahut dengan cepat, sekali lagi senyum kami hadiahkan untuk mendung malam itu.

"Aku, Marx. Marx Kevin Sudharma."

"Senang kembali bertemu denganmu, Marx." 

"Senang bertemu denganmu juga, John. Kebetulan sekali ku bertemu denganmu, jika tidak keberatan, maukah kamu membantuku. ada sedikit trouble dengan mobil lama ini."

Tidak dinyangka dia begitu cekatan membuka mesin mobilku, dia cek bagian beberapa slot kabel mesin sambil ku terangi dengan senter dari phonselnya. Tidak yain beberapa menit saja dia sedikit memberi gerakan pada tuas kabel ai mobil, lalu memintaku untuk mencoba menyalakan mobil.

Seperti sebuah sulap, atau justru memang aku yang tak pernah belajar mengenai hal tentang mobilku karena terlalu sibuk dengan pekerjaan yang selalu memenuhi meja redaksional berita di tempatku bekerja. Sungguh, hari ini ada dua hal yang tak terlupakan. Mungkin yang pertama adalah kesialan dan yang kedua adalah keberuntungan.

Udah akh, pengen berbelit dulu. Saya kacau pembahasaan yg tepat gimana. Hehehe. Gpp ya. Dikit dulu. Saya udah bolak balik diteror lewat private message.. #Salam John's Fans.

*saya siap-in hal seru di capter selanjutnya. Tunggu ya. Kisah John dan Marx.

Saya tunggu vomen kalian. #bahagia :-*

JOHN untuk AJ [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang