Keisuke POV
Aku tahu, wanita itu sangat membenciku melebihi apapun. Aku tidak dapat melarang wanita itu untuk tidak membenciku setelah sekian banyak hal terjadi antara aku dan dirinya. Tapi entah mengapa aku ingin mengenal wanita itu, ingin melindunginya apapun yang telah dilakukannya padaku.
Kenapa aku ingin melindunginya padahal dirikulah penyebab kebencian wanita itu? Aku tidak peduli, seperti Nadine yang juga tidak peduli dengan keberadaanku. Bagaimanapun caranya aku harus bisa menjadi bagian dari hidupnya.
Nadine nama wanita yang baru saja meninggalkanku--- suaminya, sendirian di depan hotel setelah pernikahan kami. Bahkan Nadine lebih memilih tinggal bersama orangtuanya daripada bersamaku yang sudah menjadi suami sah nya.
Wanita dengan senyum paling menyejukan yang pernah aku lihat. Wanita yang membuatku kembali berpikir kalau tidak ada salahnya memiliki teman hidup asal dapat melihat senyumannya setiap hari.
Aku menjatuhkan tubuhku di sofa panjang tengah ruangan. Ruangan ini sangat kosong walaupun sudah diisi selama 3 tahun ini. Hanya ada sofa panjang, meja dan sebuah piano. Jendela yang tidak tertutup gorden sepenuhnya, gelap malam mengintip dari baliknya. "sudah semalam ini ternyata"
Apartemen ini aku beli 3 tahun lalu, saat aku dituntut untuk memilih akan tinggal menetap dimana antara Indonesia dan Jepang. Ibuku adalah orang indonesia, ia memiliki rumah di Selatan Jakarta. Namun, aku enggan untuk tinggal di rumah itu. Rumah yang penuh dengan kenangan akan ibu dan sudah tidak ditempati berpuluh tahun.
Walaupun sudah ditinggal berpuluh tahun, rumah itu masih di rawat dengan baik oleh pamanku. Ya, pamanku yang datang saat pernikahan aku dengan Nadine. Hanya dia satu-satunya keluarga ibuku yang masih hidup. Pamanku hidup hanya berdua dengan istrinya, ia belum memiliki anak bahkan diumurnya yang sudah senja.
Ruangan apartemen ku biarkan temaram, hanya ada cahaya lampu dari luar yang gemerlap dan mengintip masuk. Hidupku berubah 180 derajat diumur ke 15 dan sekarang diumur 32 hidupku kembali berputar menjadi 360 derajat.
Aku sibuk bertahan hidup sendiri sejak umur 17 tahun. Ayahku tinggal di Amerika bersama keluarga barunya, ia memiliki 2 anak dengan pernikahan barunya. Aku memilih pergi kuliah ke Inggris, saat ayahku mengajak untuk mengikutinya ke Amerika. Sedangkan masa Sekolah Menengah ku habiskan di Jepang, bersama kakek dan nenek.
Aku sudah terbiasa hidup sendiri, hingga hampa dan sunyi terasa sangat biasa. Tidak ada yang istimewa, bahkan aku merasa tidak ada yang perlu aku apresiasi. Aku hanya ingin hidup. Sampai aku tidak yakin bahwa aku bisa dititik ini, hidup berkecukupan dan tidak perlu memusingkan apapun.
Sebuah peristiwa membuat kenyamanan dan ketenanganku terusik. Wanita itu, Istriku. Wanita yang membuatku ingin hidup ini lebih berarti dan terisi. Wanita yang melihatnya saja membuatku kembali memiliki impian. Impian yang sudah lama tidak pernah aku pikirkan kembali bahkan sedikitpun.
Namun, hariku terasa sangat berat belakangan ini, terlebih Nadine membuatku sangat membenci dan mengutuk diri sendiri. Wanita itu hampir tidak pernah menatapnya, sekalipun itu pasti dengan tatapan yang penuh kebencian.
Hanya dengan cara egois seperti inilah aku bisa menjaga Nadine dan keluarganya, menebus kesalahan dan sakit yang telah aku buat. Sampai rasanya aku menutup mata dengan ketidaksukaan Nadine, asal aku tetap bisa melihat wanita itu baik-baik saja.