Dua

92 4 0
                                    

Dan, Kamu Tak Bisa Berhenti Menyakitiku

Cinta tanpa kesetiaan adalah absurd
Cinta tanpa kesetiaan adalah ironi
Cinta membutuhkan hati nan teguh
Cinta diisyaratkan bagi jiwa yang berani
Karena berhenti di satu hati
Hanya dimiliki oleh orang-orang terpilih

Ernest..." panggil Jenna dengan suara bergelombang. Terlalu terguncang, terlalu terkejut. Saking pilunya, Vivit sendiri sampai memalingkan muka karena bisa membayangkan seperti apa raut wajah sahabatnya ketika itu.

Ernest terlonjak dari ranjang. Jelas dia sangat kaget. Vivit merasa mual melihat lelaki dan perempuan yang berada di atas ranjang tanpa mengenakan pakaian yang pantas.

"Kenapa kamu biarkan ada yang masuk ?" Ernest menumpahkan amarahnya pada si Pembuka Pintu. Perempuan itu hanya mengangkat bahunya dengan gerakan malas.

"Aku kira housekeeping," balasnya enteng.

Jenna menggigit bibirnya yang bergetar hebat. Air mata tampak berkumpul di matanya, menimbulkan rasa panas sekaligus perih.

"Kamu... kenapa kamu melakukan... ini?" Tanyanya bodoh.

Ernest hanya terkejut, tapi tidak merasa bersalah. Hal itu bisa terlihat jelas di wajahnya yang segera berangsur tenang. Perempuan berkimono masih berdiri di tepi ranjang. Sementara, yang satu lagi hanya memandang tamunya dengan tak peduli. Membiarkan bahunya yang terbuka terlihat jelas.

"Melakukan apa ? Aku cuma bermain-main. Aku sedang merasa bosan," balas Ernest enteng.

Wajah pucat Jenna sungguh membuat Vivit kian marah.

"Ernest, apa kamu ini nggak punya hati? Apa kamu nggak merasa bersalah?" Makinya garang.

Ernest menatap sekilas ke arah Vivit dengan merendahkan. Sejak dulu mereka tidak pernah saling menyukai. Bahkan dapat dikatakan hampir tidak pernah bertegur sapa.

"Kamu tidak usah ikut campur, deh ! Ini urusanku dengan Jenna," kata Ernest kasar.

"Ernest ! Kamu seharusnya malu. Lihat apa yang sedang kamu lakukan !" Jenna bersuara pelan.

Ernest memutar matanya, menatap kekasihnya dengan sorot heran sekaligus mencela.

"Malu ? Kenapa ? Bukankah kamu sudah terbiasa dengan perselingkuhan yang kulakukan ?"

Jenna merasa terempas ke dinding saat mendengar kalimat kejam itu meluncur dari bibir menawan Ernest. Bibir yang selama bertahun-tahun selalu meluncurkan kalimat manis penuh madu.

"Kamu keterlaluan ! Kamu..."

Ernest bangkit dari kasur, menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuh telanjangnya. Jenna dan Vivit melangkah mundur tanpa sadar. Ternyata, lelaki itu masih mengenakan celana pendek. Tubuhnya yang berotot dengan perut rata, berdiru menjulang di hadapan kedua gadis itu.

"Aku rasa, tidak ada yang perlu kit bahas lagi. Kamu tidak perlu bersusah payah mengeluarkan emosi. Ini mungkin saat yang tepat untuk mengakhiri hubungan kita. Jenna, lupakan aku ! Karena aku pun pasti akan mudah melupakanmu. Anggal saja selama beberapa tahun ini kita telah menjadi pasangan yang membosankan. Jadi, sudah saatnya mengakhiri semuanya, kan ? Sekarang, keluarlah ! Kamu tidak berhak mencampuri hidup orang lain !"

Run to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang