Satu

127 4 0
                                    

Buka Mata, Jenna!

Kesetiaan itu tidak bisa diminta
Kesetiaan itu harus diberikan dengan hati yang bahagia
Karena begitulah saat kamu mencinta
Ssmuanya adalah tentang memberi
Jadi, ketika seseorang menghadiahimu pengkhiantan
Dia tak pernah pantas mengecap cinta
Palingkan wajahmu darinya!

"Jeennn...."

Jenna sampai menjauhkan ponselnya dari telinga. Suara Vivit terasa menusuk telinganya. Meninggalkan suara berdengung yang cukup menyakitkan.

"Ada apa ? Jangan teriak, Vit ! Telingaku masih ingin dipakai puluhan tahun lagi,"jawab Jenna lima belad detik kemudian. Gadis itu merapikan rambutnya di depan cermin. Ada gurat lelah yang tampak di matanya. Seharusnya di sudah berada di rumah sekitar dua jam silam. Namun, hari ini ada rapat rutin yang digelar setiap minggu. Kali ini, giliran Jenna yang harus menghadiri.

"Kamu di mana ? Di rumah ? Cepet ke sini ! Kamu harus lihat ini."

Vivit kadang suka meminta Jenna melakukan ini dan itu tanpa mempertimbangkan banyak hal. Jenna tersenyum kecil.

"Kamu kangen sama aku ? Baru dua hari tidak bertemu, sudah seperti ini. Aku masih di kantor, karena ha---"

"Bagus,"potonh Vivit cepat. "Kamu sebaiknya ke sini sekarang juga. Aku tunggu. Biar kamu bisa lihat sendiri apa yang dilakukan Ernest sekarang." Klik. Sambungan diputus begitu saja.

Ada debar tak nyaman di dada Jenna. Jika sudah berhubungan dengan nama Ernest dan diucapkan dengan nada tajam seperti barusan, pasti bukan hal baik. Biasanya lebih banyak melibatkn ketidaksetiaan. Tak mau bertanya-tanya sendiri, Jenna segera menelepon balik sahabatnya. Informasi darj Vivit hanya secuil, dan itu itu sama sekali tidak memuaskan Jenna. Tidak sampai lima detik, telepon dijawab.

"Kamu di mana ? Kenapa main tutup telepon begitu, sih ?" Tanys Jenna pelan.

"Aku di Hotel Damon. Aku tunggu di lobi." Vivit menyebut nama sebuah hotel keren yang baru dibangun di Bogor. Kening Jenna berkerut, mempertanyakan mengapa Vivit ada di sana.

"Ernest kenapa ?"

"Laki-laki jahat itu datang ke sini sambil mengganfeng cewek. Ayo, kali ini kamu harus lihat sendiri."

Ernest menggandeng cewek. Jenna menghela napas, menebak-nebak kisah apa yang sedang terjadi. " Mungkin dia ada urusan pekerjaan, Vit. Biarkan saja,"katanya datar.

Sedetik kemudian, semua serapah yang pernah ada dunia ini meluncur dari bibir Vivit, ditujukan kepada Ernest. Dan, dia akhirnya berhasil memaksa Jenna datang. Apa boleh buay. Sesungguhnya, Jenna lebih suka menghindari momen seperti ini. Namun, mungkin ada baiknya menuruti Vivit kali ini. Memuaskan rasa ingin tahunya juga.

Jenna sudah bekerja selama tiga tahun sebagai resepsionis di Hotel De Glam. Jarak antara Hotel De Glam dan Hotel Damon tidak terlalu jauh. Dapat dicapai hanya dengan sekali naik angkutan umum. Transportasi yang ada hanyalah angkot, tidak ada taksi.

Jenna perempuan muda menawan. Tubuhnya semampai, dengan tinggi sekitar seratus enam puluh dua senti. Wajahnya berbentuk hati. Rambutnya lurus melewati bahu, dengan potongan layer dan poni miring. Bibir dan hidungnya berukuran mungil. Matanya besar dan indah, dengan bulu mata tebal yang menarik. Kulitnya kuning langsat. Ada tahi lalat di atas aliz kanannya. Namun, tahi lalat itu lebih sering tertutup oleh poninya.

Run to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang