Empat

91 1 0
                                    

Air Mata Lima Tahun

Ini air mata berusia lima tahun
Yang kuendapkan demi menggemakan namamu
Kiraku, cuma aku pemilik cinta dan gairahmu
Harapku, hanya aku penakluk mimpimu
Dulu aku salah
Sekarang aku kalah

Jenna memasuki kamarnya dengan perasaan lega, karena tidak ada yang mencegatnya di ruang keluarga dan mengajukan beragam pertanyaan. Mamanya mungkin sudah terlelap. Cuma ada adik perempuannya, Tammy yang sedang memelototi drama Korea di DVD.

Tammy cuma mengangkat kepalanya sebentar, tersenyum dan kembali memusatkan perhatiannya ke layar televisi. Jenna pun tidak berlama-lama berada di satu ruangan dengan sang adik.

Perempuan itu melemparkan tasnya ke lantai. Dilanjutkan dengan menjatuhkan tubuh ke atas kasur, telungkup. Air matanya meruah tanpa terkendali. Menjadi pelepasan untuk rasa sakit yang sudah ditahannya selama ini. Lima tahun yang sia-sia, dan tak berarti untuk Ernest.

Rasa sakit terasa menusuk-nusuj dada Jenna. Meninggalkan luka menganga yang entah kapan akan sembuh. Luka yang dihadiahkan Ernest padanya. 'Hadiah' yang menakutkan

"Ernest..."

Bibir Jenna bergetar saat mengucapkan nama itu. Tadi, dia berjuang keras untuk mengenyahkan air mata. Dia tidak ingin Vivit mengetahui sedalam apa rasa sakitnya. Apalagi setelah kedatangan Melvin. Jenna hanya ingin mengubur diri dalam duka. Sendirian.

Namun, akhirnya tubuhnya melemah. Nyaris tersungkur ke tanah kalau Vivit tak sempat memeganginya. Bahkan, selama bermenit-menit kemudian, dia merasakan pelukan hangat Melvin.

Hari ini, Jenna tidak memiliki rasa malu saat mengenang itu semua. Entah nanti. Sekarang, dia hanya mampu meraba rasa ngilu di sekujur tubuhnya.  Pedih dan sangat menyakitkan.

Seprai tempat pipinya menempel sudah basah oleh air mata. Isak Jenna teredam oleh ujung bantal yang menutupi wajahnya. Perempuan itu merasakan nyeri yanh memerangkapnya. Tidak ada lagi yang bermakna saat ini. Keluarga, teman, pekerjaan semua bagai debu tersedot badai.

Hanya ada Ernest dan sederet pengkhianatannya. Mau tak mau Jenna kembali terapung pada daftar panjang yang dikiranya akan segera berakhir. Ernest memang belum pernah membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Entah itu pertunangan atau pernikahan. Namun, Jenna tidak ambil pusing. Dia merasa, nanti akan ada waktunya Ernest merasa nyaman untuk membentuk keluarga. Tabu bagi Jenna untuk menawarkan hal itu. Dia terbiasa meletakkan keputusan penting di tangan Ernest. Dan lihat hasilnya !

Jenna selalu yakin, Ernest butuh kendali dalam hubungan mereka.

Jenna percaya, Ernest bahagia dengan segala kebebasan dan tidak ingin direcoki ajakan komitmen yang serius.

Jenna merasa, Ernest akan jemu dengan segala petualangan ketidaksetiaannya.

Jenna bersikukuh, Ernest tahu hanya dirinya yang akan mencintai lelaki itu dengan tulus dan tanpa syarat.

Dalam pemikirannya, semua hal itu tidak akan ditemukan Ernest pada wanita lain. Dan pada akhirnya akan menjadi keistimewaan Jenna. Sehingga Ernest tidak akan ragu lagi untuk menjalani hidup bersamanya. Yah, pada akhirnya nanti pasti seperti itu.

Ternyata, Jenna keliru. Semua keyakinannya malah menghasilkan ruang kosong yang dingin. Ruang kosong yang sejatinya sudah ditinggalkan Ernest bertahun-tahun silam, saat perselingkuhan pertamanya  terungkap. Namun, Jenna terlalu buta. Jenna hanya dipenuhi harapan semu yang pahit. Dan, di akhir kisah mereka, harapan itu berubah menjadi belati yang menusuknya.

"Jenna sayang, aku cuma bermain-main dengan Desty. Tidak serius. Percaya deh."

Itu rayuan pertama Ernest seputar perselingkuhannya. Kala itu, Jenna sangat marah karena melihat Ernest jalan berdua dengan Desty. Hubungan mereka baru berjalan empat bulan dan Ernest sudah kembali pada kebiasaan lamanya, menebar pesona pada para gadis.

Run to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang