Sadness or Happiness?

1.7K 30 6
                                    

"Hai sayang, kau tidak masuk kelas?" Tanya Krisna padaku.

"Kris, nanti malam nonton yuk?" ajakku.

Dia terlihat sedang berfikir. Namun aku tidak bisa menebak aPa yang dipikirkannya. Dia menGgaruk kepalanya sambil cengengesan.

"mau nonton film apa, mimutku sayang? hm?" Krisna meraih tanganku, aku menghindar.

"jemput aku ya nanti. bye" kataku sembari meninggalkan Krisna.

***

"Kris, ada yang mau aku sampaikan." ujar Jingga saat aku dan dia berada ditaman kota, setelah nonton. Dia terlihat gelisah. Apa yang terjadi pada pacarku ini??

"Katakan! Ada apa?? hm?" aku memandang Jingga. Kau ini kenapa sih?

Ck, kenapa sekarang Jinggaku menangis?

"Jingga...ada apa? sudah jangan menangis." kataku menenangkan. Kupeluk dia.

"Kris, aku...aku..." Jingga mengatakannya terputus-putus. Aku jadi tambah bingung.

"Kris, aku ingin putus." lanjutnya.

Bagai ditamPar ribuan kali, SAKIT.

Aku memejamkan mata, ku pegang pundaknya.

Ku buka mataku, ku pejamkan lagi, kubuka lagi. Perlahan.

"Kenapa?" tanyaku. "Sudah tidak mencintaiku?" lanjutku dengan nada yang kubuat setenang mungkin. Padahal aku hancur.

"Kris, kita sudah tidak mungkin bersama. Kau...Kau...dan..." ujar Jingga terbata-bata.

"Aku apa?"

"Kau dan Jessie."

Ya Allah...Jingga tahu.

***

5 tahun kemudian.

"Auryn, kau gak kerja, sayang?" Tanya ayah padaku. Ayah lebih suka memanggilku Auryn. Lebih cantik katanya. Yah, tak apalah. Toh Auryn memang namaku. Auryn Najingga.

Kalian ingan Borneo? ya. Dia adalah ayahku. Sudah 4 tahun terakhir aku tinggal dengannya. Sesuai dengan wasiat Bunda, setelah lulus SMA aku harus mengatakan yang sebenarnya pada Borneo kalau aku adalah anaknya.

"Aku malas, yah. Ada anak baru yang rese'. ganggu Auryn terus." jawabku sambil menyembunyikan wajahku di bantal bintangku.

Ayah duduk ditepi ranjangku, aku tahu karena terasa ranjangku berat sebelah.

Ayah mengelus kePalaku. "ayo berangkat kerja! Ayah antar deh..."

Hei hei, ayah merayuku, saudara-saudara.

"Baiklah..." ujarku, seraya bangun dan segera menuju kamar mandi.

***

"Nanti pulangnya ayah jemput, Ryn."

Aku hanya mengangguk sebagai tanda aku setuju.

Aku memasuki kantor yang sudah 6 bulan ini memberiku penghasilan. Aku bekerja sebagai penulis. Dan aku sangat mencintai pekerjaanku.

Cinta...Krisna...

Sudah 5 tahun dan perasaan ini masih ada.

Stop, Auryn!!!

Hapeku berdering, ada SMS dari Mbak Niken.

From : Mbak Niken

Ryn, deadline 3 hari lagi.

Oh, my god! Aku lupa.

Kubalas pesan dari Mbak Niken, ku ucapkan terimakasih telah mengingatkanku.

Akhir-akhir ini aku tidak fokus dengan pekerjaanku. Mengingat ayah yang gencar menjodohkanku dengan putra sahabatnya. Dengan pemuda bernama 'El'. Singkat sekali namanya.

Oke, di usiaku yang 22 tahun ini dan aku tak pernah diapeli, membuat ayah berfikir kalau aku punya kelainan. Menyukai sesama jenis. Hebat! Ayahku ini ajaib sekali. Aku jelas-jelas normal. Aku tidak berkomitmen dengan pemuda manapun karena aku punya alasan tersendiri. Bukan karena aku 'menyimpang'.

Fine, lupakan perjodohan gila itu. Let's work, Auryn!

Aku menuju meja kerjaku. Sesampainya disana, dahiku otomatis mengkerut. Edo. Sedang duduk di meja kerjaku. Apa sih maunya pemuda ini? Tidak ada hentinya menggangguku.

"Pagi yang cerah, ya?" kata Edo.

Tak ku gubris perkataannya. Aku menghempaskan tubuhku di kursi kerjaku.

"Tidak lagi." jawabku ketus.

"Menikahlah denganku." pinta Edo.

Aku memutar bola mataku.

"Never!"

"Bisa kau pergi dari meja kerjaku?! Aku harus bekerja sekarang. Bukankah kau juga harus bekerja, Tuan Eduardo...!" ujarku ketus.

Edo mengangkat kedua tangannya. "Fine...nona manis. Aku pergi.." Sebelum dia pergi, dia mengerlingkan matanya padaku, iang kubalas dengan melempar gulungan kertas poster! Rasakan!

***

Ayah memintaku memakai longdress berwarna jingga. hei, itu namaku. whatever!

Dari mana ayah daPat gaun ini? Lalu untuk apa aku diminta memakainya?

Oke, aku sudah menemukan jawabannya. Perjodohan.

Mau tak mau aku harus memakai gaun ini dan pergi bersama ayah untuk menemui calon suamiku. huek!

Semoga tak semengerikan yang ku bayangkan.

Aku dan ayah samPai di restoran tempat ayah dan Om Danu-sahabat ayah-membuat janji.

"Bersikaplah biasa, Ryn!"

Aku mengangguk. Berjalan berdampingan dengan ayah tanpa antusias sedikitpun! Ck, bagaimana kalau calonku itu tua?? Ya ampun!! Bangunkan aku dari mimpi buruk ini.

"Ryn," teguran ayah membuyarkan lamunanku tentang si 'tua'.

"Ah, ya ayah" jawabku tergagap.

"Auryn, Ini El." ujar ayah

"El, ini Auryn." sambung Om Danu.

Aku melongo.

"Kris..."

"Jingga..."

Aku dan Krisna berujar bersamaan.

Duh, gusti...sempit sekali dunia ini???

***

HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang