01 : Luka Awal

1.8K 55 16
                                    

Hai guys!
Buat yg bingung kalo chapter ini nggak nyambung sama berikutnya, coba buka chapter 'Pengumuman Penting!" I just need your understanding. Happy reading!

Jangan lupa juga kalo italic berarti flashback!

Alunan musik beserta teriakan perempuan kepada pemain musik yang sedang tampil di panggung itu mulai lebur di telinga perempuan itu.

Sherin.

Perempuan itu hanya memandanginya dari atas, dari kelasnya yang berada di lantai dua. Ia menatap lekat - lekat lelaki itu. Lelaki yang sedang bermain drum dengan riangnya. Dengan semangatnya. Seakan tidak ada beban di dalam pikirannya.

Seakan nama 'Sherin' tak pernah ia temui.

Seakan nama 'Sherin' tak pernah muncul dalam benaknya.

Seakan nama 'Sherin' tak pernah hadir ke dalam hidupnya.

Perempuan itu hanya terduduk diam. Sesekali rambutnya menari tertiup oleh angin yang nakal. Tatapannya tetap fokus pada pria itu. Seakan riuh ramai festival di sekolahnya tidak mengeluarkan suara satu frekuensipun.

Ia hanya muak selalu merasa seperti ini. Merasa dirinya dianggap tidak ada oleh lelaki itu.

Sean.

Gadis itu selalu berpikir tiap waktu.

"Kenapa selalu begini?"

"Kenapa lo berubah?"

"Apa salah gue ke lo?"

Dari pertanyaan itu selalu muncul jawaban yang sama di benaknya.

"Iya, gue yang salah duluan."

Selalu seperti itu.

Seakan gadis itu tak pernah bosan.

Seakan tak mempunyai pikiran di benaknya kecuali lelaki itu.

Melankolis.

Tetapi ia sangat merasakan goresan luka itu.

Goresan yang berawal dari kesalahannya sendiri.

Ia juga selalu memikirkan pertemuan pertama mereka. Saat rintik hujan mulai turun dengan bebasnya. Peristiwa yang tak bisa Sherin lupakan.

Hujan itu membuat Sherin semakin merasa sendiri menunggu seseorang datang untuk menjemputnya.

Hujan dengan mudah mengguyur tubuhnya. Dingin memang, tetapi harus bagaimana.

Tetapi seseorang berpakaian seragam sama seperti dirinya datang menghampirinya. Datang menggunakan payung berwarna transparan itu.

Ia datang dan langsung melindungi gadis itu dengan payungnya. Sherin yang tak mengerti hanya diam. Kecanggungan mulai menyeruak hatinya dan otaknya seakan mencari topik agar canggung ini mulai pecah.

"Nggak bawa payung?" tanya lelaki itu pada Sherin. Seketika Sherin mendongak tak percaya.

"Nggak," jawab Sherin yang memang tak membawa payung.

"Kalo lo sakit gimana? Besok lagi jangan lupa bawa payung," kata lelaki itu sambil sesekali melihat wajah Sherin.

Sherin hanya mengangguk canggung.

"Makasih ya by the way," jawab Sherin pada Sean.

"Sean," kata lelaki itu sambil mengulurkan tangan padanya dan mengembangkan senyumnya yang hangat pada wajah tampannya.

RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang