Pagi pun menyongsong dan Sakata Rui yang sudah depresi semalaman pun kembali mendapatkan semangat hidupnya. Sejak dulu ia sudah berkali-kali dikecewakan, tapi akhirnya selalu berhasil bangkit lagi. Setelah diceramahi oleh Kariya bahwa yang ia lakukan itu terlalu tergesa-gesa dan tidak semua orang dapat menerimanya dengan lapang dada, Rui pun akhirnya dapat mengakui bahwa kali ini ia yang salah, bukan karena Kotobuki yang tidak peka. Hari ini pokoknya aku harus minta maaf. Yang kulakukan kemarin benar-benar egois. Aku yang mengajak, aku juga yang membuangnya. Kalau begini terus Iriya akan membenciku! Padahal ia satu-satunya yang mau menjadi temanku.
"Pa-pagi!" Ucapan selamat pagi penuh antusias itu sekejap langsung berubah menjadi perasaan sedih karena orang yang ia cari rupanya belum tiba.
"Pagi, Sakata." Kataoka yang sudah duduk di kursinya pun membalas teman sekelasnya itu.
"Pagi. Iriya belum datang?"
"Belum, tuh. Tumben sih jam segini ia belum datang." Rui pun segera duduk di kursinya dan langsung membenamkan wajahnya di atas meja. Padahal aku ingin segera minta maaf.
"Pagi." Baru saja dibicarakan, Kotobuki yang datang lebih telat dari biasanya itu pun masuk ke pintu kelas. Meski kali ini ia mengenakan kacamatanya tapi akibat kantuk ia tak dapat melihat jalan dengan jelas sehingga membentur pinggir pintu sama seperti ketika dulu ia mencoba untuk memberikan hadiah kepada Rui. "Argh, sakitnya." Setelah memegangi keningnya yang kemerahan, arah matanya pun tertuju kepada Rui yang juga sedang memerhatikannnya dengan seksama. "Pagi, Rui," seakan tak terjadi apa-apa, Kotobuki menyapanya.
"Pagi juga, Iriya." Rui menjawab setengah salah tingkah.
Kotobuki Iriya pun berjalan menuju bangkunya seraya menguap mengeluarkan bahasa tubuh seseorang yang mengantuk berat. Jelas saja karena semalam ia memutuskan untuk tidak tidur daripada harus memimpikan Rui dalam keadaan seperti itu lagi. "Sial aku ngantuk sekali.."
"Kantung matamu tebal sekali, Kotobuki. Lebih baik kau tidur saja di ruang kesehatan sampai jam olahraga," usul Kataoka.
"Benar juga." Sekalian aku tidak perlu menghadapi Rui sekarang.
"Benar, Iriya. Pergi saja. Nanti kalau sudah jam olahraga aku akan menjemputmu," ujar Rui yang sekali lagi gagal untuk meminta maaf soal hari kemarin.
"Baiklah. Sampai nanti kalau begitu." Masih menguap lebar-lebar, Kotobuki pun pergi menuju ruang kesehatan untuk merebahkan tubuhnya. Tentu saja ia berharap istirahatnya hari ini tidak terbayang-bayangi oleh sosok Rui lagi.
"Ada apa dengan kalian berdua?" Tanya Kataoka setelah Kotobuki pergi. "Kalian terlihat canggung."
"Jangan sok tahu," balas Rui sembari menjulurkan lidahnya sedikit. "Kataoka.. Apa kau tahu siapa teman Kotobuki sebelum ini?" tanyanya tiba-tiba. Tentu saja sudah sejak lama ia penasaran soal hal tersebut, dan kali ini ia sangat membutuhkan informasi tersebut untuk dapat mengukur sampai sejauh mana posisinya di tangga pertemanan seorang Kotobuki Iriya.
"Huh? Teman? Teman dekat?" Kataoka pun menaikkan alisnya seraya berpikir. "Kau tahu Hiroto kelas sebelah yang mengulang kelas? Setahuku mereka berdua adalah teman sejak kecil."
"..Hiroto?" Rui mencoba untuk mengingat-ingat nama tersebut. Ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya, menebak wajahnya pun tidak bisa. Tapi yang jelas ia sangat penasaran seperti apa hubungan orang tersebut dengan Iriya-nya. Bahkan seorang Iriya pun memiliki orang yang lebih penting dariku. Sepertinya tidak mungkin bagiku untuk mengalahkan seseorang yang sudah datang lebih dahulu. Aku tak dapat memutar balik waktu. Apa pun yang kulakukan aku tidak akan pernah menjadi yang nomor satu. Seperti apa ya orang yang bernama Hiroto itu? Apa ia seseorang yang dapat membuat Iriya mengucapkan hal yang kemarin dirahasiakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ichiban ni Naritai! [BL]
Teen Fiction[COMPLETED/PG13] Sakata Rui menghabiskan setengah hidupnya dengan kegagalan mendapatkan teman. Meskipun ia mudah dekat dengan orang lain, tapi ia merasa tidak pernah menjadi yang nomor satu di hati mereka. Sampai suatu saat Kotobuki Iriya, ketua kel...