Page 2: That Bento is Mine, Herbivore

268 36 0
                                    

Keheningan yang diiringi oleh udara yang berhembus lembut membuat iris kelabu itu terpejam. Warna biru langit yang membentang luas di atasnya sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Bayang-bayang atap terlihat meneduhi tubuh yang berbalut kemeja putih dan celana hitam dari sengatan mentari. Sungguh, ketenangan yang bermanfaat bagi Hibari Kyoya. Jam-jam seperti ini memang lah harus digunakan dengan baik. Dan Hibari benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan waktunya.

Teng... Teng... Teng...

Dentang lonceng yang menandakan waktu istirahat berbunyi nyaring memecahkan keheningan. Beberapa sorakan mengganggu memasuki indra pendengaran pemuda reven itu, namun itu justru membuat moodnya semakin baik.

Dentang itu juga merupakan bel untuknya bertemu dengan makhluk manis bersurai coklat. Seringai di bibir Hibari merekah. Ide-ide yang penuh dengan tipu daya muslihat telah ia siapkan dengan baik. Apapun itu, bila berhubungan dengan Sawada Tsunayoshi, entah bagaimana ia tidak pernah kehabisan ide untuk mengerjai sang Herbivore kawaii itu agar menunjukan berbagai macam ekspresi. Yah... Tsuna memanglah sosok yang ekspresif, apalagi bila bertemu dengan prefect Nami-chu ne?

.

.

.

Untuk yang kesekian kalinya, pemuda mungil dengan surai coklat berantakan itu menghela nafas berat. Dengan sangat terpaksa ia meninggalkan Yamamoto dan Gokudera untuk mengambil bentonya yang kena sita. Walau Tsuna sudah menyuruh kedua teman sekelasnya itu untuk memakan bekal mereka duluan, namun jelas. Kedua pemuda itu sudah pasti akan memilih untuk menunggu Tsuna. Dan hal itu benar-benar membebani pemuda beriris coklat caramel itu.

Bagaimana tidak? 2 tahun mengenal sosok senpai ajaib itu, Tsuna sudah sangat hafal semua keanehan yang akan diperintahakan prefectnya. Jadi, Tsuna yakin 100% bahwa mengambil bentonya di atap sekolah pasti akan berakhir lama. Dalam artian, ia tidak akan hanya mengambil bento, tetapi juga disuruh melakukan hal-hal lain yang diluar pemikirannya.

Tap.

Langkah kaki pemuda yang mengenakan seragam sekolahnya terhenti tepat di sebuah pintu yang tertutup. Ia menatap pintu yang ada di depannya dengan ragu. Jantungnya berdetak tidak karuan. Semoga saja... semoga saja kali ini Hibari berbaik hati langsung mengembalikan bentonya. Dengan meneguhkan hati dan tekat, Sawada Tsunayoshi memberanikan dirinya untuk menglurkan tangan mungil itu dan mendorong pintu besi yang ada di hadapannya dengan berlahan.

Tsuna terdiam. Alisnya terpaut.

Pintu yang didorongnya tidak terbuka.

Bingung dengan apa yang terjadi, pemuda bersurai coklat itu kembali mencoba mendorong pintu yang ada di hadapannya. Nihil. Pintu itu tidak terbuka. Alis Tsuna semakin terpaut. Kenapa dengan pintu besi ini? Seingatnya tidak sesusah ini membuka pintu yang hanya bisa didorong dan ditarik ini.

"Hibari-san?" panggil Tsuna seraya mengetuk pintu besi di hadapannya hingga membuat suara gaduh. Pasti Hibari lah yang menguncinya dari luar. Ya, Tsuna sangat yakin akan hal itu. Siapa lagi yang akan berada di balik pintu ini kalau bukan sang pemilik tonfa?

Tidak ada jawaban.

Tsuna semakin menggerutkan alisnya. Ia mencoba mengetuk kembali namun beberapa menit menunggu tetap saja hasilnya nihil. Tidak ada yang menyahut atau membuka pintu itu. Lalu bagaimana caranya ia ke atap kalau pintu ini tidak terbuka? Lalu bagaimana dengan nasib bentonya? Semakin ia menunggu maka akan semakin banyak waktu yang terbuang dan itu berarti ia tidak mendapatkan bentonya karena jam makan siang sudah dipastikan habis.

Prefect DiariesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang