Warna biru langit kini mulai merona memerah saat mentari secara berlahan mulai memudarkan eksistensinya. Keheningan yang diciptakan dari semburan warna api itu membuat mata terpukau dengan keindahan kala malam meranjak. Kegelapan yang berpadu bersama cahaya menghasilkan suatu warna yang tak terduga.
Senja.
Ya, itulah yang ditangkap mata beriris coklat itu saat ia tengah membersihkan jendela kelasnya. Warna senja yang terlihat dari jendelanya membuat ia menghentikan aktifitasnya—terlalu kagum dengan apa yang ada di depannya.
Keheningan disekitarnya, angin yang sepoy-sepoy plus pemandangan matahari terbenam, sungguh suasana yang membuat Sawada Tsunayoshi berdecak kagum. Baru kali ini. Ya, baru kali ini ia merasa sangat nyaman dan benar-benar menikmati suasana sepi seperti ini, padahal biasanya ia justru membenci suasana sepi. Sangat tidak suka malah bila mengingat suasana sepi selalu diibaratkan dengan kecanggungan atau bahkan ketakutan.
Puk.
Sebuah tangan putih nan dingin mendadak menyentuh bahu Tsuna.
Tubuh Tsuna menegang—kaget dengan sentuhan mendadak itu. Pikiran negatif langsung memenuhi otaknya dalam persekian detik. Wajah Tsuna memucat. Keringat dingin menghiasi pelipisnya. Jantungnya berdetak tidak karuan saat suasana senja nan indah berubah menjadi suasana mencengkam yang membuatnya mati ketakutan dalam sekejab. Apakah... Apakah bila ia menoleh ke belakang, wajah menyeramkan lah yang akan muncul? Tsuna semakin horror saat bayangan wajah penuh darah tanpa bola mata muncul di kepalanya.
"Tsuna-kun?"
Bagaikan sebuah dewi fortuna, suara lembut seorang gadis manis membuat Tsuna bernafas lega. Tanpa ragu ia menoleh ke belakang—menatap gadis teman sekelasnya yang sukses besar menakutinya.
"A, ah... Kyoko-chan," ucap Tsuna canggung. Wajahnya memanas saat menyadari dirinya takut oleh ilusnya sendiri. Untung saja ia tidak berteriak, bila berteriak pasti akan lebih memalukan lagi. Sudah dame, penakut pula. Gadis idola banyak teman-teman lelakinya ini pasti akan berfikir seperti itu—meskipun Tsuna tidak yakin Sasagawa Kyoko memiliki pemikiran negatif seperti itu. Bukankah Kyoko selalu baik dan lembut kepada siapapun?
"Kenapa Tsuna-kun masih di sekolah?" tanya Kyoko bingung. Tidak ada siapapun di kelas ini dan hanya terlihat Tsuna saja sendirian yang piket kelas. Hal ini tentu saja membuat Kyoko heran.
Tsuna tersenyum canggung mendengarnya. "Aku masih harus piket, anak-anak lain semuanya kan anggota OSIS, Kyoko-chan juga anggota OSIS kan? Cuma aku yang bukan, jadi aku sendirian yang piket," jelas Tsuna panjang lebar menjelaskan kronologi kenapa bisa ia sendirian di kelas dan juga piket kelas.
"Gomen... gara-gara kami harus rapat, Tsuna-kun jadi melakukannya sendirian," lirih Kyoko. Ia menunduk saat rasa bersalah mencubit dadanya. Tsuna menelan liur paksa. Sungguh, ia tidak bermaksud membuat gadis manis ini bermuka muram saat menjawab pertanyaan Kyoko.
"Da, Daijobu Kyoko-chan, aku tidak keberatan sama sekali, lagi pula kalian memang sibuk kan menjelang liburan musim panas ini?" ucap Tsuna panik. Ia menelan liur paksa saat melihat wajah Kyoko tidak berubah—tetap murung. "E, Etto... Kau tidak perlu—"
"Biar aku bantu Tsuna-kun membereskan kelas ya?" sela Kyoko tiba-tiba. Ia menatap penuh harap ke arah Tsuna.
"Tidak boleh," tolak Tsuna langsung. "Hari ini sudah menjelang malam, bahaya anak perempuan pulang malam," jelas Tsuna sebelum perubahan ekspresi Kyoko mencubit batinnya lagi.
"Demo..."
"Lagi pula aku sudah hampir selesai kok!" ucap Tsuna yakin. Ia tersenyum menatap Kyoko yang kini menatap kelasnya. Ya, kelas memang sudah rapi dan sepertinya Tsuna memang hampir menyelesaikan semua pekerjaannya. "Jadi, tugas Kyoko-chan sekarang adalah pulang. Nanti Oniisan Kyoko-chan mencari bagai mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefect Diaries
FanficHibari Kyoya, sosok prefect yang terkenal sadis nan dingin se Namimori ternyata mempunyai sisi lain yang luar biasa tidak terduga. Bagaimana tidak coba? ternyata diam-diam dirinya sangat kreatif dan imajinatif! hah! jangan bayangkan ia menulis cerpe...