13 | Di Balik angka 13
Kita memang takkan pernah tahu bagaimana cinta bekerja. Dari siapa dan untuk siapa, dari kapan dan dari mana. Cinta ini memang begini adanya, sederhana tapi mengagumkan.***
Siang itu saat jam istirahat petama, aku dapat mendengar dengan jelas pembicaraan seperti apa yang sedang kedua perempuan—yang juga merupakan teman satu kelasku—bicarakan. Kalau dari sudut pandangku sendiri, pembicaraan di antara keduanya itu, sama sekali tidak penting—alias tak berbobot sama sekali—untuk dibicarakan. Tapi, entahlah, entah bagaimana dari arah sudut pandang kedua orang itu. Yang pasti, itu bukan urusanku. Yaa, sekali lagi kutekankan. Bahwa apa pun yang kedua perempuan itu bicarakan, sama sekali bukan urusanku. Terlebih Marsya, itu sama sekali bukan urusanku.
"Lo kenapa sih, Sya?" tanya Alina, sahabatnya.
"Gue lagi bete nih, Lin. Lo tau kan, pas pelajaran fisika tadi Pak Haryoto marahin gue gara-gara gue gak bisa ngerjain soal nomor 13?" ucapnya mengingatkan kejadian waktu jam pelajaran fisika berlangsung beberapa menit lalu.
"Trus, hubungannya sama Pak Haryoto apa?" tanyanya dengan kening yang berkerut.
"Kan, Pak Haryoto nyuruh gue ngerjain soal nomor 13, "
"Emangnya kalo nomor 13 kenapa?"
"Lo ngeselin banget sih, Lin. Kan, gue udah pernah bilang kalo gue benci banget sama angka 13 dan angka 13 itu angka paling sial buat gue. Ngerti gak, sih?" dengusnya sambil memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Iya gue ngerti, lo juga paling benci sama pelajaran fisika kan, ya?" Marsya mengangguk. "Sya, kayaknya gue tau deh, gimana caranya buat memperbaiki nilai fisika lo," ucap Alina mengalihkan topik pembicaraan.
"Maksud lo?" tanyanya sambil memicingkan alis kanannya.
"Tuh lihat..." Alina menunjuk ke arah bangkuku, melirikku yang tengah membaca buku, yang membuat Marsya mengikuti arah tatapannya ke arah bangkuku—lebih tepatnya ke arahku—menurutku.
"Gue gak ngerti," ucapnya ringkas.
"Kayaknya, lo harus minta di ajarin sama si Rasyal deh, Sya," ucap Alina setengah berbisik, tapi tetap saja, aku bisa mendengarnya dengan jelas.
"Apa?" tanyanya kaget.
"Gak ada salahnya kan, Sya. Buat dicoba?" ucap Alira, meyakinkannya.
"Yaudah, gue coba." ucapnya pasrah.
***
"Lo lagi baca buku ya?"
"Nggak, gue lagi nulis," ucapku datar. "Udah tau, gue lagi baca buku, nanya lagi!" aku berkata ketus tanpa menghiraukan kerjapan matanya yang terlihat kaget karena perkataanku.
"Lo kok gitu sih, Syal? Gue kan, nanyanya juga baik-baik."
"Lo gak ada kerjaan ya, makanya gangguin gue."
"Gu.. gue.. gue cuma..."
"Apa?"
"Gue cuma... hmm... mau minta tolong sama lo buat ajarin gue fisika,"
Aku mengerutkan kening sambil menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. "Kalo gue gak mau?"
"Gue gak maksa sih,"
YOU ARE READING
Luka
Short StoryKuceritakan kepadamu, tentang luka yang kudapatkan di masa lalu. Adalah kau, yang memberikanku kebahagiaan semu, lalu pergi meninggalkan secercah luka yang kautorehkan di hatiku. Adalah dia, yang datang dengan sejuta pesona yang dimilikinya. Menghap...