[Part 7] Shadow of love

4.3K 428 4
                                    

Nyarétcét Panyingakan adi
Waluya segara pitu
Usapang sabilang buku
Pinaka paiket—ruket
Sasikep beli sirep
Mangda dedep
Setata éling ring adi

---

"Jangan serahkan aku ke polisi, kumohon...", Tania menatap Jangga. Wajah lelah Jangga berdecak kesal, akhirnya Tania mengaku, memberi obat perangsang di minuman Puja, alasannya, tentu saja ingin kembali pada Puja, nggak ada cara lain. Tapi Jangga yakin, ini bukan murni masalah cinta, ini sebuah jebakan. "Jangan-jangan kamu juga berencana membuat videonya dan menyebarkan ke wartawan, ini kan trik yang biasa dilakukan, supaya menghancurkan saham Glory, katakan, siapa yang menyuruhmu?". "Nggak ada, ini murni masalahku sama Puja, please, toh belum kejadian, jangan laporin aku ke polisi ya, toh kalian juga yang rugi kalau skandal ini terkuak, kita damai aja ya?". "Damai kepalamu, aku harus berunding dulu sama Puja, biar dia yang memutuskan, mungkin sebentar lagi dia baikkan, kamu bener-bener gila, sebutir saja bisa bikin dia kesetanan, apalagi kamu masukkin tiga, kalau sampai terjadi sesuatu sama Puja, kamu bakal masuk penjara!".

---

Sinta merasa seluruh tubuhnya sakit, terutama bagian pangkal pahanya. Kejadian semalam, semoga hanya mimpi, mimpi buruk yang tidak benar-benar terjadi. "Maaf...", suara tenor seorang pria membuat hatinya serasa mati. Jadi, semalam benar-benar terjadi, pria itu.... Sinta memandang pria yang duduk di seberang tempat tidur. Wajahnya menyiratkan penyesalan, tapi Sinta tak merasakannya. Dia merasa sudah dihina, seumur hidupnya, tak pernah ada pria yang berani menyentuhnya, memandangnya saja sungkan, dia putri seorang pendeta yang sangat dihormati, para pemuda di kampungnya pun bersikap melindunginya, bagaimana mungkin pria ini dengan berani memperlakukannya seperti ini?. Seperti sampah yang seenaknya dia perlakukan. Puja bukannya tak menyadari kebencian yang sangat, terpancar di wajah gadis...eh...wanita itu, Puja memaksanya menjadi wanita. Nasi sudah menjadi bubur, dia sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana cara menjelaskan semua ini?. "Pergi kau...", teriak Sinta. "Aku...", Puja tak mampu berkata-kata. "Pergi!. Kalau kau masih punya rasa kemanusiaan sedikit saja, pergilah...". Puja terhenyak. "Aku juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana kamu bisa ada di sini dan...". "Pergi kau!", Sinta meraih vas di dekat meja dan melemparnya ke arah Puja. "Tenanglah, aku...". Gadis itu tambah takut, Puja merasa percuma menjelaskan, karena dia sendiri bingung. "Kau tunggu di sini...", Puja cuma bisa mengatakan itu, semalam Jangga yang terakhir bersamanya, mungkin dia tahu sesuatu.

---

"Met pagi...hei, kenapa kalian rajin banget, pagi-pagi udah di kantor...", Wayan menatap Jangga. "Lho, wajahmu kenapa Ga?. Kayak semalam nggak tidur, lho, kok si nona cantik ini pagi-pagi dah ke kantor...nyari Puja ya?. Dia sih masih nanti ke kantor, paling lagi tidur...pasti capek semalam ngurus pembukaan Glory". Jangga dan Tania nggak menghiraukan ocehan Wayan. "Tahu nggak Ga..semalem, aku lihat gadis yang cantiiik banget, Tania aja kalah jauh, oh ya, dia nanyain cek buat pembayaran panggung, kayaknya dia yang semalam ikut sendratari, karena bosnya sakit, akhirnya dia yang menemui Puja untuk perpanjangan kontrak, gue suruh aja menemui Puja ke kamarnya seperti yang lo suruh...". Jangga mula-mula terdiam, tiba-tiba dia bangkit dari duduknya. Meraih kerah Wayan dan dengan keras bertanya. "Lu suruh gadis tu apa?". "Ke kamar Puja, kata lu suruh ngambil cek...". Jangga menepuk kepalanya. Hampir saja dia memaki Wayan, satu masalah belum selesai, ditambah masalah baru, semoga gadis itu nggak kenapa-kenapa. Kalau bapak-bapak yang masuk kamar Puja sih nggak masalah, Wayan yang bego...malah nyuruh seorang gadis yang nggak tahu apa-apa masuk ke kamar itu. Puja lagi nggak sadar, gimana kalau terjadi sesuatu?. Tapi semalam dia nggak mendengar kehebohan atau laporan apapun dari pelayan dan pegawai. Tapi, siapa yang tahu?.

Pintu kantor menjeblak terbuka. "Ancur banget tampang lu Ja, kayak habis perang aja...", Wayan memandang Puja dan Jangga bergantian. "Kalian semua kenapa sih?". Keduanya nggak menghiraukan ucapan Wayan, Andika yang sejak tadi duduk di samping Tania memberi isyarat pada Wayan untuk diam. "Sebenarnya, apa yang sudah terjadi?", tanya Puja memandang Jangga dan Tania bergantian. "Andi...bawa Tania keluar...". Andika dan Tania keluar ruangan. "Tenang Ja..calm down please". "Aku nggak bisa tenang, sekarang jelasin semuanya dengan cepat, oke!". "Baiklah, kau merasa kepalamu sakit?". "Dari wajahku sudah kelihatan kan?". "Tania mencampur Sherrymu dengan obat perangsang, hampir saja dia membuat skandal, alasannya karena dia ingin kembali sama kamu, setelah siapa itu...Harlan...apa ya yang Tania bilang tadi...". "Penjelasan yang itu nanti saja, berarti benar, Tania memasukkan obat ke minumanku semalam?". "Yah, begitulah, untungnya kamu selamat dan nggak sampai kejadian yang nggak diinginkan berlangsung, kepalamu mungkin sakit, tapi semua akan baik-baik saja". Puja menatap Jangga kesal. "Memang terjadi sesuatu, ada seorang gadis di kamarku...". Jangga melongo menatap Wayan. "Ya..ya..ketua rombongan penari semalam mendadak sakit, dia menggantikannya mengambil cek dan menandatangani perpanjangan kontrak...hei, kamu nggak melakukan apa-apa kan?". Puja berdecak kesal. "Aku juga berharap begitu, tapi tidak! Aku memang sudah melakukan sesuatu, sesuatu yang sangat buruk pada gadis itu...aku sudah menghancurkan hidupnya. You know what I mean..aku...". Puja terduduk dan memegang kepalanya. "Kau...", Jangga kehilangan kata-kata. "Ini skandal besar, jangan sampai pers tahu...". Puja berdiri dan memandang Jangga. "Bukan masalah pers atau apapun, aku harus bertanggung jawab dan kita harus menjelaskan ini pada gadis itu...dikiranya pasti aku pria brengsek yang membelinya dan sengaja melakukannya". Jangga, Wayan dan Puja setengah berlari menuju ruang kamar 617. Puja mencoba mengetuk pintu kamar.

Tidak ada jawaban, Puja mencoba sekali lagi, nggak terdengar sesuatu, lalu dia masuk. "Kalian tunggu di sini!", perintahnya. Kedua temannya menunggu di luar. "Hallo...kamu di mana?". Puja menjelajahi seluruh ruangan, tak ada seorangpun, kamar mandi juga kosong. Selain tempat tidur yang berantakan dan vas yang pecah, nggak ada bukti lain, tapi di kamar itu semalam memang telah terjadi sesuatu. Dengan tangan gemetar Puja menyibak selimut. Ada bercak darah di sana, tubuh Puja menggigil. "Aku, seorang penjahat, aku sudah memaksa seorang gadis, siapapun dia, menyerahkan kesuciannya secara paksa". Pertama kali bercinta dengan seorang perawan, malah masalah yang dia hadapi, dan gadis itu hilang entah kemana, Puja tidak tahu kemana harus mencari keberadaannya.

"Gimana?". Tanya Jangga, Puja mengerdikkan bahu, lesu. "Hilang..". Wayan ternganga melihat keadaan ruangan itu. "Kalian ngapain aja semalam?. Kayak medan perang gini?". Jangga menginjak kaki Wayan, menyuruhnya diam. Puja terduduk lesu, tak tahu harus bagaimana. "Kita akan cari dia". "Kita nggak tahu siapa dia", kata Puja. "Aku tahu siapa dia...", Wayan memandang keduanya. "Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?", gerutu Jangga. "Kamu nggak nanya...ayo ke ruanganku, kalau tidak salah dia meninggalkan alamat dan namanya untuk pertanggungjawaban pengambilan cek!".

---

Namanya Sinta. Sinta. Sang dewi yang suci. Tapi apa yang kulakukan padanya?. Kenapa kejadian seperti ini harus terjadi?. Apakah ini balasan untuk setiap dosaku yang tak pernah menghargai wanita?. Dan seorang wanita kini sudah membuatku kalang-kabut, membuatku buntu, nggak tahu jalan mana yang harus kutempuh untuk menyelesaikan masalah ini. "Dia belum menuntut, nggak ada berita di koran manapun, kita harus temukan dia sebelum dia mengatakan hal yang bisa menghancurkan image kamu, Ja, saham sedang bagus, kalau skandal ini terkuak...". "Persetan dengan saham, publisitas...Jangga, lihat ini sebagai hidupku, pribadi...ini kesalahanku, dia nggak tahu apapun, dia hanya berada di tempat dan waktu yang salah. Apa kau sudah menemukan alamatnya?". "Sudah, kamu tahu, tempat itu adalah tempat dimana kita mengambil liburan beberapa saat yang lalu...". Puja mengernyit, benarkah, ini sebuah takdir atau lelucon dari Tuhan?. Kenapa semua seolah dirancang secara tiba-tiba, skenario mendadak yang membingungkan. Pemuda itu menggaruk kepalanya, memikirkan berbagai cara dan kemungkinan untuk menemui Sinta. "Kita segera ke sana...atur jadwalku, aku nggak mau menunda penyelesaian masalah ini lagi. Semakin lama bisa semakin buruk". "I agree...kita memang harus selesaikan secepatnya!".


Love In BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang