5. Plan

394K 12.5K 624
                                    

"Biancaaaa!!" Abi langsung berlari ke arahku begitu aku masuk ke dalam boutique. Sepertinya ia memang menungguku dari tadi dan aku tau jelas apa alasannya.

Aku menatapnya sambil mengangkat sebelah alisku. "Kenapa?" tanyaku berpura pura binggung.

Abi mendengus sebal. "Gak usah sok gak tau lo. Ceritain ke gue gimana reuni semalem? Ketemu sama El El itu? Gimana? Masih ganteng kayak yang lo ceritain? Masih inget sama lo?"

Aku memutar kedua bola mataku saat Abi menanyakan hal sebanyak itu. Mana bisa aku menjawab semua itu sekaligus? Aku bahkan sudah lupa apa saja yang ia tanyakan. Maka, aku memutuskan untuk berjalan ke ruanganku tanpa menjawab pertanyaan Abi.

"Ahhhh, Biancaaa," rengek Abi sambil berjalan mengikutiku. "Kasih tau gue lah. Gue penasaran banget sumpah."

Aku duduk di kursiku dan manaruh tasku di atas meja. Entah bagaimana cara menceritakan apa yang terjadi semalam. Aku bahkan masih tidak percaya bahwa aku benar benar bertemu dengan El ditambah sikap El yang berubah seratus delapan puluh derajat.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat. "Dia udah beda, Abi. Dia udah El yang beda."

Abi langsung duduk di hadapanku dan menatapku seakan ia menuntutku bercerita lebih banyak lagi.

"Dia jadi cuek, dingin banget. Padahal dulu dia itu murah senyum banget ke gue."

"Iyasih, udah 4 tahun. Semua orang pasti bisa berubah kapan aja. Lo udah coba minta maaf?" tanya Abi.

Aku mengangguk. "Udah. Tapi, dia malah pura pura ngak tau. Dia bilang emang ada apa 4 tahun lalu," jawabku dengan sedih mengingat sikap El semalam.

Abi menghembuskan nafasnya dengan berat. "Hm, mungkin dia ngak mau inget inget kejadian dulu. Siapa tau juga dia berubah kayak gini gara gara lo."

"Iya, gue tau. Itu emang gara gara gue. Dan dia cuma dateng ke Indo seminggu doang. Gue mesti gimana coba?"

"HAH? Seminggu doang?" Mata Abi melebar.

Aku mengangguk.

"Yakin seminggu doang?! Gila kali dia, udah 4 tahun gak balik juga. Masa sekali balik cuma seminggu," ucap Abi dengan heboh sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

"Dan dia ke Indo sama anak temen nyokapnya," lanjutku lagi.

Abi langsung menatapku dengan curiga. "Cewek?"

Tanpa harus kujawab pun, Abi pasti sudah tau kalau yang datang bersama El itu cewek. Pasti sudah terlihat jelas dari ekspresi wajahku. Membayangkan Gabriella yang sangat cantik membuatku sangat iri padanya. Apa El punya rasa sama Gabriella?

"Astaga, jangan bilang kalo mereka lagi deket terus bentar lagi jadian."

Ucapan Abi sukses membuatku mengerucutkan bibirku. "Jangan ngomong gitu dong. Gue belom ngelakuin apa apa nih, jangan bikin gue hopeless duluan."

Abi tertawa. "Makanya, lo mesti gerak cepet sebelum dia jadian sama cewek itu."

Aku terdiam sejenak memikirkan perkataan Abi. Memang benar, aku harus cepat sebelum El kembali ke Aussie. Kalau El sampai udah kembali ke Aussie dan aku masih belum berbuat apa apa, aku pasti akan menyesal lagi nantinya. Dan aku tidak mau hal itu terjadi lagi. Mungkin aku harus segera cari cara untuk membicarakan masalahku dengan El. Aku harus meminta maaf lagi pada El sampai ia mau memaafkanku. Karena rasa bersalahku sama sekali belum hilang sampai sekarang.

"Bengong aja lo." Abi melambai lambaikan tangannya di depan wajahku.

"Eh, iya, sorry. Yang lo ucapin bener, gue mesti cepet cepet minta maaf sama El sebelum terlambat. Gue ngak mau nyesel lagi nantinya," ucapku dengan semangat empat lima.

The ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang