[2 of 6] Let the words do us apart

1.4K 110 8
                                    

Tirta memandang Rosa dengan senyum tertahan, sedikit geli melihat tingkah adik sepupunya itu.

" Iya, cantik. Berhenti berputar-putar atau kamu akan terjatuh." ujarnya sambil tertawa, gagal sudah rencananya untuk bersikap acuh.

"Benarkah? aku cantik? Tentu saja. hahaha." Rosa tetap berputar-putar memperlihatkan gaunnya yang mengembang. "Dani akan sangat senang melihatnya. Benar bukan?"

"Tanya saja orangnya."

"Lalu untuk apa aku mengajakmu? Suaramu mewakili apa yang dipikirkannya, kalau kamu bilang aku cantik pasti Dani juga akan bilang aku cantik."

"Kamu yakin? jangan-jangan saat ini Dani sedang bersama gadis lain diluar sana. Rapat apanya, paling juga hanya makan siang dengan klien. Dan kliennya seorang wanita." goda Tirta yang disambut wajah masam Rosa.

"Semua salah siapa? Jawab! Ini semua karenamu yang tidak mengijinkan Dani untuk ambil cuti 3 minggu setelah acara pernikahan. Akhirnya Dani memilih melembur agar cutinya bisa tetap 3 minggu. Demi aku, aku bahkan merasa bersalah padanya telah meminta permintaan konyol."

"Itu tau kalau konyol. 3 Minggu, sebulan saja sekalian Ros. Kamu kira perusahaan taman bermain yang bisa seenaknya datang dan pergi? Setidaknya aku masih baik hati hanya menyuruhnya lembur, tidak kusuruh keluar kota. Tiga minggu hanya untuk Honeymoon. Iya kalau langsung membuahkan hasil."

"Nattaniel Tirtayasa!"

"Apa?"

"Aku tidak habis pikir dengan wanita yang akan menikah denganmu kelak. Cepat cari pasangan agar kamu mengalami sendiri rasanya tidak ingin pisah dengan orang itu. Atau jangan-jangan kamu punya dendam pribadi dengannya?"

"Dia akan mengambilmu, tentu saja aku punya dendam pribadi."

Rosa terdiam sesaat lalu tertawa terbahak-bahak, sepupunya ini memang kadang tidak bisa ditebak. Rosa kembali memutar-mutarkan gaunnya dihadapan Tirta, berharap pria itu segera menjawab pertanyaannya.

"Permisi, Nona Rosa?" Rosa melihat ke arah gadis yang memanggilnya, sedangkan Tirta sudah sibuk dengan ponselnya karena tidak ingin mengganggu percakapan sepupunya itu entah dengan siapa.

"Atta! Kenapa ada disini? Ayah atau Bunda yang menganggu hari liburmu untuk mengantarkan barang kepadaku?" Suara Rosa membuat perhatian Tirta tidak begitu fokus dengan ponselnya yang akhirnya berujung pada Tirta yang setengah menguping pembicaraan kedua gadis itu.

"Tidak Nona, saya tidak terganggu. Ibu Atika yang meminta saya untuk membawakan kalung ini untuk Anda. Beliau harap Anda mencobanya dengan gaun pengantin Anda, kalau tidak pas nanti akan diganti." Tirta merasa tidak asing dengan suara gadis itu, suara yang dulu pernah mengacau hari tenangnya semasa sekolah. Seseorang dari masa lalunya.

"Nattania Alatas, aku sangat berhutang padamu." Tirta segera menoleh kearah gadis yang namanya baru saja disebut oleh Rosa, gadis itu tersenyum saat Rosa mengambil tas kertas yang diserahkannya. Senyum yang masih diingat jelas di dalam ingatan Tirta, senyum yang sudah sangat lama tidak lagi dilihat olehnya.

"Saya tidak-" Perhatian gadis itu terbelah ketika menyadari Tirta memandanginya dan saat mereka bertatapan, kenangan masa lalu itu terlintas kembali seperti siaran ulang dihadapan keduanya...

--------------------------

28 Desember 2004

"Kak Tirta, maaf sudah menyusahkanmu selama ini. Boleh aku meminta satu permintaan? setelah itu aku berjanji tidak akan mengganggu hidupmu lagi." Atta sengaja menunggu senior SMA-nya itu sepulang sekolah, berharap bisa bertemu dengan pria yang sudah menjadi incarannya sejak masuk sekolah.

SS#2-The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang