Belahan Jiwa - Sequel Fika

45.1K 1.1K 52
                                    

Hallloooo semuanya...

Sebenernya rada kurang PD mau upload cerita ini, takut mengecewakan mba kedaicerpen1 dan para readers penggemar Fika-Guntur (Tidak mungkin aku cinta cewek jelek itu/ Fika).

Maaf banget, kalo cerita ini kurang sesuai sama harapan kalian  >_<.

Cerita ini cuma sebuah kisah cinta sederhana yang semoga saja dapat mengibur kalian semua :D. Cerita ini sengaja aku buat ber-part, tapi ga banyak-banyak kok, paling cuma 2,3 atau 4 part. Semoga kalian sukaa <3

Ditunggu kritik dan sarannya yaaa :D

*peluk dan cium dari indrii*

***

                Rasanya seperti mimpi...

                Dari sekian banyak wanita di sekitarmu, kau menolak mereka yang sempurna dan malah memilihku yang penuh dengan kekurangan. Aku hanya bisa mengucapkan terimakasih, karena kau telah menerima segala kekuranganku dengan iklas, walau terkadang kau menyebalkan, tapi kau tetaplah belahan jiwaku.    -Fika-

 

Aku mencintaimu...

                Mungkin kata-kata itu jarang terucap dari bibirku. Bukan karena aku tidak mencintaimu. Tapi karena aku tahu, yang kau butuhkan adalah bukti nyata, bukan hanya sekedar kata-kata. Karena itu kuputuskan, selama sisa hidupku, akan ku buktikan... bahwa aku mencintaimu. Karena kau adalah belahan jiwaku.    -Guntur-

 

Walau pun benang merah itu tidak kasat mata, namun kami tahu, dia ada di sana dan mengikat jari kelingking kami.    –Fika & Guntur-

 

***       

Sial. Kenapa jalanan harus macet sih? Padahal sekarang masih pukul 3 sore, belum waktunya orang-orang untuk pulang dari kantor.

Dengan tidak sabar ku tekan klakson mobilku berkali-kali. Sepertinya tingkahku itu membuat adrenalin para pengendara lain ikut terpacu untuk membunyikan klakson mereka juga. Jadilah, bunyi klakson-klakson mobil ‘yang sangat merdu itu’ menggema di sepanjang jalan. Huh... Benar-benar ciri khas orang Indonesia, gampang sekali terpancing.

Ku lirik ponselku yang berada di dashboard mobil. Tidak ada sms, BBM ataupun telepon dari Fika, padahal biasanya jam segini dia selalu menghubungiku. Hufh... aku sangat merindukan Fika. Padahal baru tadi pagi kami bertemu, tapi rasanya seperti sudah berabad-abad.

Aku merindukan sifat Fika yang riang dan lebay plus sedikit aneh itu. Tapi kadang-kadang aku heran juga, sudah 8 tahun kami berpacaran, tapi sifat lebay plus sedikit anehnya itu tidak hilang-hilang, malah kadang-kadang malah semakin menjadi-jadi. Tapi karena sifat lebay dan sedikit anehnya itulah yang membuat aku jatuh cinta padanya haha...

Mungkin orang-orang tidak akan percaya mengenai kronologis bagaimana aku bisa mencintai Fika. Malah terkadang aku sendiri juga masih belum mempercayainya. Aku yang dulu begitu ingin menjauh dari Fika, sekarang malah tidak bisa lepas sedikitpun darinya. Atau mungkin ini yang di sebut karma? Entahlah... lagi pula, sekarang semua itu sudah tidak penting lagi. Yang terpenting sekarang hanyalah, kami berdua teramat sangat bahagia sekarang.

Tanpa terasa mobilku sudah memasuki lapangan parkir kantor Fika. Dilihat dari luarpun, kantor WO ini terlihat sangat nyaman. Ya... sekarang Fika bekerja di agensi WO. Dua setengah tahun lalu, dia dan Irma bersama-sama membangun WO ini dari nol. Tanpa di sangka-sangka usaha WO mereka berkembang dengan sangat pesat, klien mereka bahkan sudah merambah keluar pulau Jawa, benar-benar prestasi yang menganggumkan bila mengingat usaha WO mereka yang masih seumur jagung.

Aku berjalan memasuki kantor WO ini. Beberapa pegawai memberi salam kepadaku, mereka sudah tidak canggung lagi dengan keberadaanku di sini. Wajar saja, hampir setiap hari selama dua setengah tahun ini aku selalu mengantar jemput Fika, jadi mereka pasti sudah terbiasa dengan keberadaanku yang selalu datang tak di undang dan pulang tak di antar ke kantor ini.

“La, bu Fika ada di ruangannya?” tanyaku pada Ella salah satu pegawai disini.

“Ehh... iya pak, bu Fika ada di dalam sejak dua jam lalu. Sepertinya sedang ada tamu penting.” jelas Ella.

“Tamu penting?”

“Iya pak, laki-laki cakep yang beberapa hari ini selalu datang ke kantor.” Jawab Ella antusias. Mendengar jawaban Ella membuat rasa penasaranku terusik. Fika sama sekali tidah pernah ercerita tentang ‘client cakepnya’ padaku.

“Oke... kalo gitu makasih La.”

“Iya pak sama-sama.”

Dengan rasa penasaran yang lumayan besar aku mulai melangkah memasuki ruangan Fika tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kulihat Fika sedang duduk bersama seorang pria di sofa kantornya, ada secercah perasaan tidak suka dalam hariku, melihat mereka duduk bersebelahan dalam jarak yang lumayan dekat. Sepertinya mereka terlalu fokus dengan dokumen-dokumen yang ada di meja, sehingga tidak menyadari kedatanganku.

“Ekhm.. ekhmm...” aku berusaha mendapatkan perhatian mereka dan berhasil, mereka berdua mentapku sekarang, walau dengan jenis tatapan yang berbeda. Fika menatapku dengan tatapan senang, sementara si pria menatapku dengan tatapan heran. Mungkin dalam hatinya dia bertanya, siapa aku, berani-beraninya masuk ke ruangan ini tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Huh... dia tidak tahu saja, bahwa aku adalah kekasih dari wanita yang sedang duduk di sampingnya.

“HUAAAA... GUNTUUUURRRR, KOKKK JAMM SEGINIII UDAAHH DATAANNGG SIIIHHHHH?” hanya dalam hitungan detik suara cempreng Fika sudah memenuhi ruangan. Dengan penuh semangat Fika berjalan ke arahku.

“Iya, tadinya aku mau ngajak kamu keluar, tapi kayanya kamu lagi ada tamu penting ya.” Ku tegaskan itu sebuah pernyataan bukan pertanyaan.

“Iyaaaa nihhh, aku lagi ada tamu. Oia Guntur kenalin, ini Dave client-ku dan Dave kenalin, ini Guntur pacarkuuu.” Setelah di perkenalkan dengan resmi oleh Fika, aku dan Dave saling berjabat tangan.

“Dave ini lagi konsultasi, soalnya dia mau bikin pesta kejutan buat tunangannya, romantis banget khannn?” jelas Fika padaku. Well setidaknya aku tidak perlu khawatir lagi karena pria di hadapanku ini ternyata sudah mempunyai tunangan. Akhirnya senyum ramah mengembang di bibirku.

“Fik, kalo kalian mau keluar, kita lanjutin pembicaraan yang tadi besok aja.” usul Dave, yang membuatku langsung menyukainya, sepertinya dia mengerti perasaanku yang ingin berduaan dengan Fika.

“Ehhh... kok gitu siiihhh? Gapapa kokkk, kita lanjutin sekarang ajaa, Iya khan tur gapapa.” Tanya Fika padaku. Aduhhh... Dave saja menyadari aku ingin berduaan dengan Fika, ehh... orangnya sendiri malah tidak menyadarinya.

“ehh... hmm... iya gpp.” Aku sedikit salah tingkah menjawab pertanyaan Fika. Tapi untung saja, Dave mengerti situasi.

“Tenang aja, gpp kok, lagian aku juga harus jemput Karin di kantor.” Kata Dave sambil beranjak dari kursi. “Bro, duluan ya!” ku rasakan tepukkan tangan Dave di bahuku ketika melewati kami.

Pintu di belakang kami lalu tertutup.

“Hei... jangan bengong gitu, jelek tau.” Ku lambai-lambaikan tanngan kananku di depan wajah Fika, yang dari tadi masih menatap pintu tempat Dave menghilang.

“Gapapa aku jelek, yang penting kamu sayang sama aku.” dan kami berdua pun tertawa.

***

Belahan Jiwa - Sequel FikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang