Ten

5.6K 487 1
                                    

Steffi membawa mobil Alex ke Kenneth. Pagi tadi, Alex pergi ke Kenneth tanpa kendaraan, karena mobilnya harus ganti oli jam sepuluh. Jadi, Steffi yang mengganti olinya, dan sesuai permintaan Alex, Steffi harus menjemputnya ke Kenneth.

Jam setengah empat sore, dan Alex masih di kelasnya. Steffi berjalan di lorong gedung sains, sambil melihat jam tangannya. Masih setengah jam lagi..

Alex dan Steffi tidak pernah bertengkar dan mengatai satu sama lain lagi. Sejak pengakuan perasaan Alex, mereka berdua semakin sering mengahabiskan waktu bersama.

"Pak Kepala Sekolah," sapa Steffi. "Selamat sore, Pak."

Kepala Sekolah tersenyum. "Sore Steffi. Apa Alex memintamu datang untuk pulang bersamanya?"

Steffi tersenyum dan mengangguk.

"Alex sangat beruntung memiliki istri sepintar, manis dan baik sepertimu," komentar Kepala Sekolah.

"Istri Bapak pasti juga baik hati seperti Bapak," balas Steffi.

"Aku tidak memiliki istri."

Steffi merasa bersalah, karena sudah mengatakna hal yang seharusnya tak ia katakan.

"Aku tidak pernah menikah," tambahnya. "Jadi masuk akal bukan kalau aku tidak memiliki istri?"

Steffi jadi penasaran. "Tapi Bapak memiliki orang yang Bapak cintai bukan?" Dengan modal nekat dan keberanian yang dimilikinya, Steffi menanyakan hal itu.

"Ya. Aku pernah mencintai seseorang."

Steffi tercenung. Apa orang yang dia maksud adalah ibunya Alex?

"Sekitar dua puluh lima tahun yang lalu, aku saat itu masih menjadi guru biasa. Aku jatuh cinta dengan salah seorang siswaku."

"Siswa?"

"Ya, aku masih muda, dan siswaku duduk di bangku kelas 2 SMA. Aku menahan perasaanku selama beberapa bulan. Tapi akhirnya aku gagal, dan membawanya ke hotel dalam keadaan mabuk."

Tatapan Steffi berubah ngeri.

"Mungkin kau bingung. Ya, aku seorang pendidik, pengajar, tapi aku berani sekali melakukan hal itu pada siswaku sendiri. Namun setelah kejadian itu aku tidak tahu lagi kabar tentangnya."

Apa dia ibu Alex?

"Steffi?" Panggil Alex kepada Steffi. Pria itu sudah berdiri di belakang Steffi. "Sudah lama datang?"

Steffi me mengangguk. "Kurang lebih lima jam yang lalu."

"Dasar tidak pandai berbohong," balas Alex. "Kami berdua pulang dulu ya Pak Kepala Sekolah."

Kepala Sekolah mengangguk.

----

"Apa yang kau bicarakan dengan Kepala Sekolah tadi?" Tanya Alex sewaktu mereka berdua sudah di rumah. Alex memang sudah pernah mengatakan pada Steffi untuk tidak menanyakan hal-hal mengenai ibunya kepada Kepala Sekolah.

"Hanya mengobrol tentang aku, sebagai istri yang baik," jawab Steffi. "Apa aku dilarang untuk di puji sebagai istri baik?"

Alex tersenyum, dia merangkul Steffi yang duduk di sebelahnya dan mengecup pipinya Steffi. "Tentu saja tidak. Tapi kau lupa? Kau belum menjadi istriku, Stephanie."

"Kalau begitu nikahi aku," pintanya.

"Mm... baiklah, akan aku pertimbangkan.."

Steffi melotot. Dia mencubit perut Alex.

"Sebenarnya tadi, Kepala Sekolah menceritakan soal siswa yang di cintainya dulu saat dia masih menjaid guru pengajar."

Tubuh Alex menegang seketika. "Lalu?"

"Dia bilang kalau dia mencintai siswanya, namun akhirnya dia harus berpisah dengan siswanya itu karena hilang kabar tentangnya."

"Aku sudah bilang jangan bicara apapun tentang hal itu!" Suara Alex sedikit meninggi. "Kenapa kau masih menanyakannya?!"

Kali ini Steffi kaget. "Aku hanya mengobrol tentang hal itu Alex. Aku tidak menanyakan apapun sama sekali, aku berani sumpah!!"

Mata Alex memancarkan kilat kemarahan pada Steffi. "Aku tidak percaya dengan omonganmu. Kau sudah berani mengatakan hal-hal mengenai ibuku. Aku tidak akan percaya padamu. Dan lebih baik kita berpisah."

-----

Steffi keluar dari apartemen Alex dan tinggal di kantor Kris. Beberapa hari ini dia masih sering menangis sesenggukan, walaupun David datang dan menghiburnya dengan lawakannya, tetap saja Steffi masih menangis, dan memanggil nama Alex sewaktu tidur karena kelelahan menangis.

Hari ini mata Steffi yang bengkak mulai mengecil. Dia memang bisa tertawa sedikit karena Kris menceritakan bagaimana Kree mengejar-ngejarnya saat pergi ke Fons hari ini dan berakhir dengan Kree yang jatuh dari sepedanya.

Siangnya, dia bertemu dengan Kris lagi. "Kris? Kau bilang kau ada urusan di kantormu hari ini bukan? Kenapa balik lagi?" Tanya Steffi.

"Ada yang ingin bertemu denganmu," kata Kris.

"Siapa?" Pikir Steffi, dengan cepat otaknya ingin sekali berharap kalau yang ingin menemuinya adalah Alex.

"Bukan Alex, tapi Kepala Sekolah tempatnya bekerja." Kepala Sekolah pun masuk ke dalam ruang kerja Kris. "Aku keluar dulu. Aku ada di bawah kalau kalian membutuhkan sesuatu."

Steffi mengangguk.

Kepala Sekolah itu duduk di sofa yang ada di seberang sofanya Steffi. "Apa aku mengganggumu?"

Steffi menggeleng. "Tidak sama sekali, Pak. Ngomong-ngomong ada masalah apa, sehingga Bapak datang kemari? Dan dari mana Bapak tahu saya ada disini?"

"Aku sudah tahu semuanya tentang Alex, dan hubungan kalian yang hanya pura-pura," katanya, "Alex sudah menceritakan semuanya, dan tentang kau, tidak pentung aku tahu dari siapa kau berada."

"Baiklah..." gumam Steffi. "Jadi Bapak sudah tahu sudah tahu semuanya?"

"Termasuk Alex adalah anakku." Pupil mata Steffi melebar. "Saat itu, aku masih muda dan tidak berpikir panjang. Aku melanjutkan studi S2-ku ke luar negeri, tanpa tahu kalau Shafira sedang mengandung anakku, Alex."

"Kenapa Bapak meninggalkannya kalau begitu waktu itu?" Tanya Steffi.

"Shafira mengusirku, dia tidak mau melihatku lagi dan menyuruhku untuk melupakannya. Tapi aku tidak bisa, itu sebabnya aku tidak bisa menikah dengan orang lain."

Steffi terdiam.

"Yang ingin aku sampai adalah, jangan termakan omongan Alex yang memintamu untuk meninggalkannya. Aku yakin kau juga mencintainya bukan?"

Steffi tidak bergeming, namun dia memang mencintai Alex.

"Kejarlah, sebelum dia pergi."

Pergi? Kemana?

"Alex di pecat dari Kenneth karena kebohongan yang sudah dibuatnya," sambung Kepala Sekolah.

Mr. Genius and The Film Maker GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang