"Facing it, always facing it, that's the way to get through. Face it."---Joseph Conrad
Ernest.
Aku mencoba untuk pulang ke rumah, namun hal ini terus terjadi. Beberapa saat aku sadar dan seterus nya pikiran ku membawa ku ke entah berantah, seperti mimpi. Aku ingat aku sedang berjalan melawan arus orang-orang yang membawa koper mereka, kemudian aku terus memikirkan sikap Nash. Sampailah aku di tempat yang seharusnya aku tidak berada disana. Lagi-lagi aku kembali ke pintu masuk utama, bukan coffee shop dimana Ayah ku menunggu.
Kemudian aku merasa kalau aku tidak kunjung menemui coffee shop itu, kemana pun aku pergi selalu berakhir di pintu masuk utama, dalam keadaan tidak sadar. Kepala ku terasa sangat berat, seperti banyak sekali pikiran-pikiran didalam nya, pikiran-pikiran yang tidak penting namun tetap berada di dalam kepala ku untuk di pikirkan secara teliti. Aku tidak ingin memikirkan hal-hal kecil itu, namun aku tidak bisa menghentikan nya.
Selanjutnya, aku merinding. Aku kira aku mendengar suara-suara di sekitar ku. Awalnya aku berpikir kalau itu suara yang berasal dari orang-orang yang lalu lalang. Namun suara itu terus mengikuti ku, suara yang terdengar berisik namun halus dan tidak jelas, seperti seseorang yang sedang berbisik.
Aku merasa seperti aku bukan satu-satunya yang memiliki tubuh ini, rasanya seperti aku sedang berbagi tubuh ini dengan arwah lain dan mereka sedang protes karena aku terlalu lama menggunakan tubuh ini.
Itulah yang membuat ku tidak fokus, aku terus berusaha mendengar suara apa yang ku dengar. Kelamaan, aku yakin suara itu tidak berasal dari orang-orang yang lalu lalang karena suara itu terdengar tidak nyata.
"Hentikan," pinta ku sambil menyentuh kedua daun telinga ku.
Aku berjalan cepat setelah sadar bahwa aku di tempat yang salah, aku berbalik arah dan berusaha fokus. Namun setiap kali aku melawan pikiran-pikiran ku dan berusaha menemukan coffee shop itu, rasanya aku bergerak sangat lambat, seperti berada di lautan sirup; sangat berat.
Kemudian aku tidak merasa sendiri.
Rasanya seseorang membuntutiku. Aku kerap menoleh kebelakang untuk memastikan apakah itu hanya firasat, tapi aku rasa aku beberapa kali melihat seseorang dengan pakaian serba putih, dan sosok itu akan lenyap di antara kerumunan orang saat aku mencari nya.
"Tolong hentikan," Aku memohon pelan sambil terus melanjutkan langkah ku dan tetap fokus dan bertanya-tanya kenapa aku merasakan hal yang salah.
Aku mulai ketakutan, perasaan bahwa seseorang tengah mengikuti ku terus melunjak namun tiap kali aku menoleh untuk mengecek, tidak ada siapapun yang terlihat mencurigakan, sampai aku mendengar suara tepuk tangan di ikuti teriakan, "Ernest!"
Aku menyudutkan pandangan ku ke timur, pria berkaus hijau dengan celana khaki berujung lebar dan tataan rambut yang di sisir menyamping nan rapih, pria itu melambai-lambaikan tangan nya kepadaku, Ayah ku. Aku berjalan menuju nya yang terlihat tidak sabar, "Apa yang membuat mu amat lama ?"
Usaha ku untuk fokus sia-sia, aku tau bahwa Ayah ku tengah bertanya padaku tapi rasanya seperti aku hanya mendengar itu dan mengabaikan nya karena ada hal lain yang mengalihkan perhatian ku padahal aku sedang tidak teralihkan apapun, rasanya seperti kehampaan di pikiran ku mencoba merengut perhatian ku padahal kehampaan itu tau dia bukan apa-apa untuk di perhatikan.
"Nak?" Ayah ku menepuk bahu ku dan sedikit mengguncang tubuhku dan menundukkan kepala nya mendekati wajah ku.
Aku menatap nya, namun aku masih bengong sampai ia bertanya lagi, "Kau kenapa?"
"Aku tidak apa-apa," Bohong ku.
Segera Ayah ku merangkul pundak ku dan menuntun ku pergi dari sana. Di mobil, aku baru sadar bahwa aku merasa sangat sedih di dalam hati. Rasa nya sangat mengganggu, karena aku tidak bisa meluapkan rasa sedih ku dengan cara normal. Aku tidak bisa meneteskan air mata padahal aku sangat ingin mennangis, aku ingin hati ku lega, namun yang ku dapatkan malah dada ku terasa sakit. Lalu aku memutuskan untuk mengirim Cameron sebuah SMS, aku memohon pada nya untuk menelpon ku segera mungkin ketika ia sudah sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposites 3 [c.d]
FanficSaat Cameron belum bangun juga, seluruh doa dan lamunan malam Ernest disuguhkan padanya. Bukan hanya kekhawatiran tentang kondisi Cameron, Ernest juga di kejutkan dengan kabar baru lain dari ayah angkat nya yang kini menjadi incaran orang jahat, keb...