Pukul sebelas pagi di Regium Hospital, seorang Dokter baru saja keluar dari ruang operasi, dia juga membuka topi operasinya yang membuatnya gerah. "Bawakan aku enam bungkus glukosa dan sebuah gelas ke ruang kerjaku," katanya pada perawatnya.
Leo melangkah ke ruang kerjanya dan mengganti pakaiannya. Dia pun merasa cukup lelah setelah melakukan pengangkatan tumor di rahim yang cukup besar. Syukurlah karena tumornya belum menyebar kemana-mana.
"Permisi Dok, ini glukosanya."
"Letakkan disana saja," kata Leo. Perawat itu keluar setelah meletakkan glukosa dan gelas yang diminta Leo, lalu setelah selesai memakai dasi dan memakai jas dokternya, dia segera membuka glukosa itu dari kemasannya dan menuangkannya pada gelas yang ada, lalu meminumnya.
Ponselnya tiba-tiba berdering dari kantongnya, sehingga dia menghentikan aktivitasnya untuk meminum glukosa.
Presdir Gunawan.
Tanpa melihat siapa peneleponnya, Leo langsung menjawabnya. "Halo, Dokter Leo disini."
"Ah, Leo. Aku ingin mengajakmu untuk makan siang hari ini. Apa kau bisa?"
Leo kenal suara itu. Ternyata yang meneleponnya adalah Presdir. "Ya, tentu saja."
"Kau tidak ada jadwal operasi?"
Leo melihat jam tangannya. "Siang ini tidak ada. Namun pukul empat nanti saya ada jadwal utuk mengoperasi Mr. Park."
"Baiklah. Kita akan selesai sebelum jam setengah empat. Temui aku di Vier Restaurant, dekat Rumah Sakit pukul setengah satu."
Telepon terputus. Leo melihat jam tangannya.
11.53
Operasi pagi tadi benar-benar membuatnya cukup lelah. Belum lagi saat pendarahan keluar sewaktu dia sedang melakukan rekonstruksi esophagus. Beruntung, dia dapat segera mengatasi pendarahan tersebut.
Selanjutnya, Leo juga sempat mengomeli dokter anestesi yang salah melakukan bius, sehingga dia tidak bisa bekerja dengan tenang di tengah-tengah operasinya.
Tok-tok-tok.
"Ya, masuklah!" Leo melihat sesosok residen yang muncul dari balik pintu itu. "Ada apa?"
Cindy, nama residen itu tersenyum, "Tidak ada apa-apa. Tadi ada seorang laki-laki muda yang mengantarkan makanan ini untukmu."
Leo melihat kotak makan yang dibawakan oleh Cindy itu. Dia yakin bahwa makanan itu pasti dari rumah, buatan Bibinya, dan isinya tidak akan jauh-jauh dari sekedar nasi putih, soto atau sop, dan tahu-tempe yang di buat ayahnya.
"Buang saja, aku ada urusan di luar rumah sakit," kata Leo.
Cindy mengerutkan keningnya, dia meletakkan makanan itu, dan menyelidiki Leo. "Kau tidak sedang mencoba untuk berselingkuh kan?"
Leo, dengan wajah oriental dan mata sipitnya itu langsung melirik tajam Cindy. "Memangnya apa urusanmu kalau aku selingkuh?"
Cindy geram, dia mendorong Leo sampai terpojok di lemarinya. Dia menyapu bibirnya ke bibir Leo dan melumatnya dengan cepat. Sehingga Leo juga terkejut dan sulit untuk bernapas.
"Apa yang kau lakukan?! Kita sedang berada di tempat kerja!" Seru Leo, saat dia berhasil memisahkan bibirnya dari Cindy yang sudah memperkosa bibirnya di siang hari ini.
"Memangnya tidak boleh? Apa memang tidak boleh melakukannya disini?" Tanyanya balik.
Seolah menyetrum, pikiran Leo langsung terangsang dan mencium Cindy balik dan membuatnya terjatuh di atas meja kerja Leo yang sudah rapih. Ciuman itu cukup menguras tenaga, sampai akhirnya Leo teringat janjinya kepada Presdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Surgeon and The Cooking Girl
Художественная прозаA clever oncologist, who never had any interest in marriage finally choose his Director's only daughter to be his wife. Without love, while the girl is only a pale young woman whose in love with the oncologist. Leo yang sudah membuang jauh-jauh kata...