Anton berada di departemen onkologi, ketika hasil tesnya keluar. Himawan, internis yang masih anak baru kemarin itu menganjurkannya untuk konsultasi lebih lanjut ke bagian onkologi. Tapi, Anton langsung menolaknya, dia bilang dia akan langsung menuju ke bagian onkologi saja. Sampai di bagian onkologi, Anton berhasil bertemu dengan Leo yang baru selesai melakukan visite kepada beberapa pasien yang dioperasinya.
Leo diikuti oleh beberapa dokter residen tahun kedua dan pertama, juga beberapa perawat di belakangnya.
"Leo!" Panggil Anton, kepada Leo yang masih mengenakan pakaian lengkapnya dengan kemeja, dan jas putihnya.
"Apa Dokter mengenalnya?" Tanya seorang perawat yang sudah sering bekerja bersamanya.
"Kalian balik saja duluan." Leo mengucapkan kalimatnya itu dengan dingin. Akhirnya para pengikutnya itu memberi hormat kecil padanya lalu pergi. Sementara Leo melihat Anton yang berpakaian lusuh. Sungguh, penampilannya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dirinya adalah Ayah dari seorang dokter yang cukup terkenal di rumah sakit. "Apa yang Ayah lakukan? Ayah ingin membuatku malu karena datang kemari dengan pakaian yang seperti itu?"
Anton tidak kecewa sama sekali ketika Leo bertanya dengan kasar seperti itu kepadanya. "Ayah hanya ingin melihat keadaanmu saja selama bekerja disini. Sepertinya kau baik-baik saja."
Leo menggertakkan giginya. "Sudah? Apa Ayah sudah puas untuk melihatku? Kalau begitu Ayah boleh pulang sekarang." Leo pun meninggalkan Anton sendirian.
Anton tersenyum, meskipun anaknya memperlakukannya dengan demikian. Dia pun tidak jadi memberikan hasil patologinya kepada Leo. Namun dari arah yang sama dari arah kedatangan Leo tadi, Ferdi muncul.
"Astaga, jika dia anakku, sudah pasti aku akan memarahinya!" Seru Ferdi mendekat kepada Anton. "Saya baru tahu bahwa Anda adalah ayahnya Leo. Perkenalkan saya Ferdi." Ferdi pun mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan Anton.
Anton membalas uluran itu, dan berjabatan dengannya, "Saya Anton, ayah dari Leo. Maafkan jika putra saya sering bersikap tidak sopan selama jam kerja. Kalau boleh tahu, Anda siapa ya? Apa Anda kepala departemen onkologi?"
Ferdi tersenyum. "Oh, saya Presdir rumah sakit ini." Ferdi pun melepaskan jabatan tangannya, "Saya harus pergi dulu."
Anton termenung, sebelum Ferdi melangkah terlalu jauh, Anton pun memanggilnya, "Maaf, apakah Anda sibuk?"
-----
"Jadi itu cerita bagaimana Dad dan Ayah bertemu?" Tanya Eugene melalui sambungan ponsel yang dibuatnya.
"Singkatnya begitu. Jadi seluruh keluarga Leo sudah tahu tentang penyakit Anton ya?"
"Kurang lebihnya begitu, Dad."
"Bagaimana dengan kau? Kapan kau akan memberitahukan tentang keadaanmu kepada Leo?"
Pertanyaan itu sukses membuat Eugene terdiam. "Dad sudah tahu?"
"Fritz memberitahunya ketika aku memaksanya."
"Dad jahat. Apa yang Dad lakukan sehingga Om Fritz memberitahukan penyakitku kepada Dad?"
"Tidak ada. Dad hanya bilang akan memotong gajinya dan memberinya skors selama setengah tahun. Baik sekali bukan?"
"Dad curang!" Dari ponselnya Eugene bisa mendengar kalau Ferdi sedang tertawa. "Jangan tertawa Dad!!!"
"Ya sudah, kalau begitu jangan lupa kau harus memberitahu Leo secatnya. Mengerti?"
"Mmm!!! Aku tahu! Sudah malam! Aku mau tidur dulu, Dad! Bye!"
Kamar Leo yang sudah dimodifikasi oleh Eugene, terlihat lebih rapih memang. Eugene mengganti lemari Leo yang kecil, dengan yang lebih besar. Ia juga membeli rak buku baru untuk Leo. Hanya meja belajar dan ranjangnya saja yang tidak diganti.
Cklek!
Pintu kamar Leo terbuka. "Kau belum tidur?"
Eugene menggeleng. Kalau melihat dari gayanya, Eugene sama sekali tidak terlihat sebagai seorang wanita berumur 29 tahun. Selain wajahnya yang memang awet muda, dan tubuhnya yang kecil.
Leo berjalan lesu, ke meja belajarnya, dia mengambil sebuah buku, dan membacanya sambil berdiri.
Eugene beranjak dari ranjangnya, dia memandang punggung Leo, lalu detik berikutnya dia memeluk Leo dari belakang.
"Eugene?"
"Aku ingin memelukmu sekali iniiiii saja.. boleh ya? Aku tidak akan mengganggumu," kata Eugene.
Leo meletakkan bukunya, lalu kedua tangannya melepaskan tangan Eugene yang melingkar di tubuhnya. Kemudia Leo membalikkan tubuhnya dan melihat Eugene. Dia melihat Eugene yang lebih pendek darinya beberapa senti itu dengan tatapan yang lembut.
"Kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Aku sudah pernah merasakan bagaimana lelahnya diduakan dengan pekerjaan, karena dia kekasihku maka aku meninggalkannya. Tapi kau suamiku, jadi akulah yang menunggumu."
Leo masih memerhatikan istrinya untuk melanjutkan omongannya.
"Menunggumu pulang dari rumah sakit, menunggumu untuk masuk ke dalam kamar, dan menunggumu untuk mencintaiku."
"Eugene.."
"Aku tidak tahu kapan kau akan mencintaiku. Tapi aku sangat, selalu mencintaimu, Le."
Leo memeluk Eugene dengan satu gerakan cepat. "Maafkan aku."
Eugene membalas pelukan Eugene, perlahan, dia tersenyum karena Leo mau memeluknya akhirnya. "Kau memiliki aku Le. Jangan kau diamkan aku sendiri aku selalu siap untuk mendengar semua ceritamu."
-----
"Hai duo lajang!!" Seru Eugene saat masuk ke dalam Fons.
"Hei, hei, hei! Aku sudah memiliki istri, Eugene!" Protes Alex.
"Astaga, aku lupa. Eh, tunggu, kenapa kau tidak mengajar hari ini?" Tanya Eugene. "Seorang guru harusnya mengajar, bukannya bersantai-santai disini seperti ini!"
"Astaga, aku sekarang seorang dosen, Eugene. Dan aku tidak punya jam mengajar hari ini."
Eugene manggut-manggut.
"Kau makin kurus saja, Eugene?" Tanya David, "Terakhir kali aku melihatmu adalah saat kau lebih berisi sepertinya."
"Hanya sepertinya. Kenyataannya tidak begitu.."
Kris tersenyum. "Ada angin apa yang menyebabkan seorang pemilik restoran dengan 3 bintang michelin datang ke restoran biasa seperti ini?"
"Jangan merendah begitu, Kris. Restoran ini jauh lebih bagus dari pada restoran milikku kau tahu?" Eugene membalasnya. "Aku ingin makan spaghetti marinara yang memiliki jempol dan topi koki di menunya!"
"Kau ini.." balas Kris. "Baiklah, akan ku traktir."
"Bagaimana kabar Steffi?" Tanya David sembari membaca berita dari ponselnya. "Apa sakitnya sudah sembuh?"
Alex menggeleng. "Tentu tidak, karena dia harus menahan rasa sakit luar biasanya tujuh bulan lagi dari sekarang."
David membulatkan matanya, "Tunggu dulu, maksudmu.. Steffi hamil?"
"Tepat sekali!"
"Wah! Selamat Lex!" Seru David.
Eugene pun juga senang mendengar kabar tersebut. "Selamat ya, Lex!"
Alex tersenum senang. "Terima kasih. Ucapkan juga pafa istriku."
"Kau sendiri kapan akan memiliki anak, Eugene?" Tanya David.
Eugene tersenyum hampa. "Sepertinya sekarang bukan saat yang terbaik untuk memiliki anak." Tiba-tiba saja kepala Eugene menjadi berat, dia pun merasa kalau ruangan seperti berputar-putar.
Tak lama kemudian, dia pun menutup matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Surgeon and The Cooking Girl
Fiksi UmumA clever oncologist, who never had any interest in marriage finally choose his Director's only daughter to be his wife. Without love, while the girl is only a pale young woman whose in love with the oncologist. Leo yang sudah membuang jauh-jauh kata...