01

30.3K 1K 44
                                    

Semilir angin menusuk kulit mengiringi langkah-langkah lemahku di lembutnya pasir, deburan gelombang pasang bersahutan dari arah lautan luas mengiringi gejolak dahsyat di hatiku, sesekali air laut menghempas kedua kakiku yang telanjang. Jika manusia telah di kungkung oleh hawa nafsu maka sejatinya dirinya kehilangan kontrol dirinya dan itu terjadi kepadaku, aku tak mampu mengendalikan jiwaku yang kini penuh kebencian.

Rasa marah yang bergejolak, kekecewaan yang berkarat dan perih yang menyayat terus membelenggu kalbu. Demi menaiki BMW terbaru kekasihku dengan mudahnya berpaling hati, tak di pedulikannya cinta dan setia yang tulus ku berikan, semua gay di Jakarta juga tahu Tio Prasetyo itu hanya seorang petualang yang senang berganti-ganti pasangan dengan modal wajah tampan dan uangnya, namun Dennis Arindra kekasihku itu sudah di butakan tampang dan harta yang di tawarkan Tio. Jaman sekarang cinta dan setia itu tak berarti lagi, apalagi jika mengingat ini di dunia homo, uang dan seks bebas seakan menjadi menu utama mengejar kepuasan.

Aku benar-benar sakit hati, demi cinta aku bahkan mengharamkan harga diri dengan memohon-mohon padanya, memintanya tetap bersamaku, aku rela jikapun harus di duakan hati olehnya, namun rupanya dia lebih memilih mencampakanku dan pergi bersama bajingan berharta itu. Mereka berdua memang manusia-manusia bajingan laknat yang mesti di musnahkan dari muka bumi ini. Biar saja mereka bercinta di neraka.

Kepala ini rasanya mau meledak saat ini juga jika sudah mengingat dua bajingan itu, air mata pun kini kering sudah karena aku terlalu banyak menangis seminggu ini. Seminggu sudah aku di campakan Dennis dan aku masih tak mampu melupakan bajingan itu, aku sudah terperangkap oleh cinta gila. Tergila-gila kepadanya.

Berusaha melupakan sakit hati yang ku dera, aku memilih cuti panjang dari pekerjaan dan berlibur di pantai Pangandaran dengan menyewa sebuah Villa untuk tempatku menenangkan diri. Walau sepertinya itu belum berhasil. Aku masih saja tak mampu melepas bayangan Dennis dari otakku.

PLENTANG..

Sebuah kaleng kosong bekas minuman yang tergeletak di pasir ku tendang dengan kerasnya sehingga dengan kencangnya kaleng itu meluncur di keremangan jauh ke depan sana.

PRAKK..

Terdengar kaleng itu menimpa sesuatu dan di susul suara mengaduh.

"ADAAOOW.."

Kencang sekali, dan suara seorang laki-laki. Sepertinya kaleng yang aku tendang mengenai manusia lain di depan sana, tentu saja itu membuatku terkejut, ku pikir tak ada manusia lain disini, bukankah malam sudah sangat larut. Oh aku jadi merasa bersalah, karena tak mampu mengontrol kemarahanku kini aku telah mencelakakan orang lain. 

Suasana pantai sedikit gelap karena purnama tiba-tiba saja tersaput awan tebal yang mengarak di langit hitam, aku jadi tak bisa melihat apapun. Khawatir orang itu terluka parah aku segera berlari kearah suara mengaduh tadi dan tentunya aku harus segera meminta maaf pada orang itu sebelum orang itu marah padaku dan lebih parah lagi melaporkan dan menuntut aku karena telah mencelakainya.

Tiba di asal suara mataku menemukan sesosok orang yang sedang terduduk di pasir dan terlihat orang itu memegangi dahinya, namun karena gelap aku tak bisa melihat jelas orang itu. Tiba-tiba ada desir aneh ku rasakan saat ku memandangi orang itu, ada aura asing menyusup kedalam hatiku, terasa menghangatkan, aku tak tahu itu apa namun seketika sirna gejolak emosi yang tadi sempat tak terkendali. Aku merasa damai.

"Maafkan saya, anda tidak apa-apa kan? Saya benar-benar tidak sengaja melakukannya.." Ucapku padanya, ku dekati untuk memeriksa keadaannya, namun selangkah dia menjauh seakan enggan ku dekati.

"Aku tidak apa-apa, hanya lain kali jangan lakukan itu lagi karena itu berbahaya, akan lebih baik jika kamu buang sampah pada tempatnya daripada di lempar sembarangan begitu, laut menjadi rusak karena ulahmu itu.." Balasnya cepat, suara bas nya terdengar datar dan dingin, aku menjadi sungkan dan tak enak hati.

Mermaid BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang