Lewat isya kami tiba di rumah Bunda di Sindangkerta, Bunda nampak kaget melihat kedatanganku yang tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan, biasanya aku akan menelfonnya dan memberitahu beliau jika aku mau pulang dan dia tanpa di minta pasti akan menyiapkan segala sesuatu keperluanku di rumah. Dengan alasan ingin memberi kejutan padanya akhirnya Bunda mengerti. Dia lalu menyiapkan kamar buat Nemo dan memasak untuk makan malam bagi kami.
Saat makan malam lagi-lagi ku lihat keanehan pada diri Bunda, beliau selalu mencuri pandang pada Nemo seakan ada sesuatu yang belum terjawab pada dirinya tentang kekasihku itu, dan entah kenapa aku semakin khawatir, namun fokusku malam ini lebih ke diri Bunda, aku tak melihat malam ini Bunda memakai liontin seperti di foto itu, mungkinkah dia menyimpannya atau jangan-jangan malah sudah di jualnya. Ah semoga saja liontin itu masih ada, harapku.
Usai makan Nemo memilih masuk ke kamar beristirahat, sedang aku menemani Bunda membereskan meja makan dari piring-piring kotor, sambil aku mencari kesempatan untuk bicara padanya, menanyakan tentang liontin itu.
"Ada apa Anakku? Ada apa sebenarnya kamu pulang tiba-tiba?" Tiba-tiba Bunda bertanya padaku sambil melanjutkan pekerjaannya mencuci piring di bak cuci piring.
Sedang aku saat itu hanya memperhatikannya duduk di sebuah bale-bale kecil yang sengaja di buat di dapur, hatiku berkecamuk mengumpulkan keberanian untuk bicara dengan Bunda.
Aku tidak tahu kenapa Bunda bertanya seperti itu mungkinkah Bunda mendapat firasat pada apa yang sedang ku pikirkan atau entah mungkin karena Bunda mengetahui sikapku yang tampak gelisah saat itu.
"Bukankah aku sudah mengatakannya pada Bunda, aku hanya kangen sama Bunda dan ingin membuat sedikit kejutan." jawabku agak kikuk.
"Firasat seorang Ibu itu kadang tak pernah salah.." Ujar Bunda sambil menyimpan piring terakhir yang di cucinya
"Maksud Bunda?" Tanyaku agak terkejut, aku jadi deg-degan.
"Tanya hati terdalam mu, mungkin kamu akan menemukan jawabannya.." Bukannya menjawab Bunda malah membalikan jawabannya padaku, aku jadi semakin bingung dan sedikit takut.
"Oh ya besok Bunda ingin nyekar ke makam Ayahmu, kamu ikut Bunda yah, ajak pula kawanmu itu.." Ujar Bunda lagi, aku mengangguk takjim.
"Baik Bunda.."
"....."
"Oh ya Bun, boleh aku menanyakan sesuatu?" Tanyaku hati-hati.
Bunda menoleh dengan tatapan yang tak ku mengerti, aku sedikit kikuk namun ku beranikan diri untuk bertanya, aku harus secepatnya mengetahui tentang liontin itu
"Aku ingin tahu soal ini Bun, liontin yang Bunda pakai di foto ini.." Ujapku sambil menunjukan foto Bunda yang sedang memakai sebuah liontin dengan mata batu berwarna orange kemerahan.
Bunda nampak terkejut saat aku menanyakan itu, aku lihat Bunda menjadi gelisah dan wajahnya penuh misteri yang tak bisa ku uraikan, beliau lalu datang menghampiriku
"Apakah ini alasan kepulanganmu? Kenapa tiba-tiba kau tanyakan tentang liontin itu?" Tanyanya penuh keheranan, aku jadi semakin canggung dan gelisah.
"Tidak Bun.. Aku hanya tertarik saja ingin mengetahuinya, karena sepertinya aku belum pernah melihat liontin indah ini sebelumnya.." Jawabku beralasan dengan harap-harap cemas.
Mata Bunda bergerak-gerak namun terlihat seakan menerawang, entah apa yang Bunda pikirkan saat ini, lalu beliau menghela nafas panjang, memandangku lekat.
"Liontin itu sudah tak ada lagi.." Ucap Bunda lembut, aku menjadi sangat terkejut, kekecewaan serta merta mendera dadaku.
"Maksud Bunda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mermaid Boy
FantasyPurnama di atas Pangandaran tak lagi indah. Tiada makna. Semilir angin yang lembut membelai raga. Masih bagai hembusan bara menyala. Deburan gelombang menyiksaku. Masih bergejolak disini, masih terkoyak di sini. Oh cinta.. Kias artimu menjadi tangi...