Paginya aku bangun seperti biasanya, hanya yang berbeda aku kini harus melihat makhluk rupawan ke luar dari salah satu kamar lain di Villa ini, dan memamerkan senyum memabukan kepadaku.
Setelah mandi aku mengajaknya sarapan di luar karena di Villa tak ada yang memasak. Hanya saja ada yang aneh pagi ini, saat sarapan aku melihat dahi Nemo sudah tak lagi memakai perban, bahkan lukanya sudah sembuh dan sama sekali tak meninggalkan bekas, aku tak yakin obat yang ku pakai mengobatinya bisa seajaib itu menyembuhkannya hanya dalam semalam saja, namun itu nyata ada di hadapanku, tapi sudahlah aku malah senang jika lukanya sudah sembuh sehingga aku tidak usah mengkhawatirkannya lagi.
***
Tidak terasa sudah tiga hari Nemo tinggal bersamaku di Villa, sejak keberadaan dia hidupku terasa lebih ceria, sedikit demi sedikit aku bisa melupakan sakit hati serta kekecewaanku yang di sebabkan putusnya hubungan cintaku dengan Dennis. Dan senangnya aku juga akhirnya bisa melupakan wajah bajingan itu dalam pikiranku.
Hanya saja sebagai gantinya wajah si tampan Nemo kini mewarnai kehidupanku, berputar-putar di otakku lalu tanpa ku minta menyusup ke dalam sanubariku, ibarat virus yang menyebar tak terkendali. Kepolosannya, kelucuan sikapnya yang terkadang malah terkesan konyol menjadikan hiburan tersendiri bagiku. Walau di lain sisi sosoknya yang rupawan juga menjadi hal yang sedikit menggelitik imanku.
Wajar sih, hanya gay yang gak normal yang tidak tergoda pemuda tampan dan hot seperti Nemo, aku yakin siapapun perempuan ataupun lelaki gay lain yang melihat dia sudah pasti akan rela berada terus di dekatnya atau mendekam di pelukannya. Nemo sosok yang menyenangkan dan dia pemuda yang sungguh mendekati sempurna untuk di jadikan pasangan.
Tuhan apa mungkin aku sedang jatuh cinta padanya? Tapi rasanya itu tidak mungkin, aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta atau berpindah-pindah hati secepat itu, tapi entah kenapa semenjak hari pertama bertemu dengannya ada perasaan lain di hatiku, kehangatan yang menenangkan, kenyamanan yag selama ini ku cari. Aku merasa senang jika berada di dekatnya.
Biaya pengeluaran liburanku kini jadi bertambah karena adanya dia, tapi itu tidak menjadi masalah buatku, aku ikhlas membantunya dan hal anehnya aku senang jika membuatnya senang.
Hari Minggu ini seharian aku mengajak Nemo berjalan-jalan ke tempat-tempat yang memang sejak awal ingin ku kunjungi, seperti pergi ke Batu Hiu, ke Taman Wisata dan Cagar Alam, melihat penyu di pantai pasir putih, menikmati ombak yang mendera karang di pantai timur, atau naik perahu sewaan dan berkeliling seputaran pantai. Sangat menyenangkan sekali.
Aku bahagia, itu yang kurasa saat ini, ingin rasanya aku memamerkan ini pada Dennis, biar dia tahu seorang Imam Pamungkas masih bisa hidup walau tanpa dia dan masih ada yang lebih indah dari hanya sekedar memikirkan dirinya yang tak berguna.
Ah andai bisa Nemo ku pamerkan sebagai kekasihku, tapi itu hanya akan jadi mimpi bunga tidurku saja, pemuda ini tak mungkin mau jadi kekasihku, dia bukan gay sepertiku dia hanya pemuda normal yang tersasar dan lalu bertemu lelaki gay yang sedang patah hati di pantai dan lalu membantu dirinya.
Sepanjang jalan-jalan bersamanya aku di buat merasa bangga namun juga cemburu habis-habisan, cemburu yang tak beralasan sebenarnya.
Akar masalahnya setiap bertemu orang-orang terutama gadis-gadis muda selalu saja mereka cari-cari perhatian pada Nemo, aku sendiri tidak di gubrisnya sama gadis-gadis itu, menyebalkan. Bahkan ada juga homo nekat ikut-ikutan main mata kepada Nemo, rasanya ingin ku hajar homo ngondek itu, seenaknya saja mau menyerobot langkahku.
Tapi yang menyebalkan dengan ramahnya pemuda itu meladeni kecentilan gadis-gadis itu, membuat kepalaku panas tiba-tiba, untung saja saat mereka meminta no HP, akun Facebook, atau twitternya sepertinya Nemo tak memiliki semua itu dia malah berbisik kepadaku menanyakan tentang yang di minta gadis-gadis itu, aku heran entah dia hidup di dunia seperti apa di kampungnya, mungkin saja di hutan pedalaman seperti suku Dayak atau suku Baduy kali yah.
Tapi syukurlah, aku jadi merasa lega setidaknya gadis-gadis itu tak mendapatkan apapun dari Nemo. Hanya saja aku cukup terkejut juga aku tidak menyangka ternyata pemuda ini pintar sulap, karena tiba-tiba saja dia sudah membagikan sekuntum mawar putih pada mereka, entah mawar itu di dapatkannya darimana, padahal setahuku aku tak melihat dia memetiknya dari taman manapun atau dia membelinya dari pedagang bunga, aku bersamanya sejak dari Villa dan aku tak melihat dia membawa bunga. Pemuda yang unik ku pikir.
"Aku gak nyangka kamu bisa sulap, tapi kamu ini pelit juga ya.." Kataku saat gadis-gadis itu sudah pergi
"Kenapa?" Tanyanya tampak heran menatapku
"Kamu memberi gadis-gadis itu bunga tapi tak satupun di sisakan untukku.."
"Kamu mau juga? Kamu kan laki-laki.."
"Gak harus perempuan kan yang suka bunga, laki-laki juga banyak yang suka, termasuk aku.."
"Aku juga suka bunga, makanya ku beri mereka bunga, bunga apa yang kamu suka teman?"
"Aku suka Anggrek dan Tulip.."
"Baiklah, pejamkan matamu.."
"Mau apa kamu?"
"Pejamkan saja hingga nanti ku suruh buka.."
Dengan sedikit penasaran aku pun memejamkan mataku, beberapa detik hanya deburan ombak yang ku dengar dan tiupan angin yang membelai wajahku. Aku menunggu.
"Sudah, nah sekarang buka matamu.." Terdengar suara Nemo.
Perlahan akupun membuka mata dan betapa terkejutnya aku saat ku lihat di hadapanku Nemo sudah memegang beberapa kuntum bunga Tulip warna warni dan juga Anggrek, aku benar-benar tak percaya dengan yang ku lihat, ku pandangi sekeliling dan tak ada satupun penjual bunga disini. Nemo menyerahkan bunga itu dengan senyumnya yang manis padaku.
"Spesial untukmu.." Ucapnya terdengar lembut dan melenakan hatiku, segera ku terima bunga-bunga itu dengan hati bahagia.
"Terimakasih.." Balasku tersipu.
Ku hirup aroma bunga itu penuh perasaan. Ini akan menjadi moment yang takan pernah ku lupakan, terasa romantis dan sangat indah. Aku seperti putri yang sedang di lamar oleh sang pangeran impian.
**
Lelah berjalan-jalan aku mengajak Nemo makan di Mambo Restaurant, tempat itu menyediakan berbagai makanan khas seafood yang masih fresh, aku suka sekali menikmati kepiting atau cumi saus tiram namun entah kenapa Nemo menolak mentah-mentah ajakanku makan di sana, bahkan dia beberapa kali mengutuk restaurant itu bahwa itu bukan tempat makan tapi neraka karena mereka sangat kejam selalu menangkapi, membunuh dan lalu di masak hewan-hewan laut itu untuk di jual, Nemo benci mereka.
Aku jadi sedikit heran dan jadi tahu rupanya Nemo seorang vegetarian dan dia pecinta binatang, pantas saja di Villa dia tidak mau menyantap pesanan ayam atau ikan atau menu masakan yang di buat dari daging binatang apapun, walau aku sudah bilang masakan itu halal.
Akhirnya siang itu aku mengajaknya makan di tempat lain yang tak banyak menyediakan menu masakan dari daging binatang.
Usai makan siang aku mengajaknya belanja beberapa pakaian dan sepatu di Pasar Wisata yang tak jauh dari pantai barat itu karena dia sama sekali tak punya apapun untuk di pakai, aku kasihan juga jika dia terus-terusan memakai pakaian bekasku, aku ingin memberi yang lebih baik padanya.
Saat mau pulang tak lupa aku mampir ke toko DVD dan membeli film Finding Nemo yang waktu itu sempat ku janjikan untuk menunjukannya padanya, sore ini rencananya aku akan mengajaknya nonton bareng di rumah, dia pasti akan senang dengan rencanaku.
Sementara ini aku menikmati kebersamaan dengannya, dan berusaha tak ku pedulikan perasaan aneh yang terus merangsek ke dalam hatiku, biarlah ku jalani seperti ini, hanya sebentar saja karena tak lama lagi aku pasti berpisah dengannya, saat liburanku habis dan aku harus kembali ke Jakarta maka semua itu akan berlalu dan terlupakan. Sosok Nemo hanya akan tersisa sebagai salah satu kenangan indah dalam hidupku. Hanya saja ada yang masih harus ku lakukan padanya sebelum aku benar-benar pergi meninggalkannya, sebuah rencana yang bagus untuknya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mermaid Boy
FantasyPurnama di atas Pangandaran tak lagi indah. Tiada makna. Semilir angin yang lembut membelai raga. Masih bagai hembusan bara menyala. Deburan gelombang menyiksaku. Masih bergejolak disini, masih terkoyak di sini. Oh cinta.. Kias artimu menjadi tangi...