Hari-hari selanjutnya setelah kejadian itu kurasa sangat memilukan ku jalani, kami memang masih bersama, masih serumah dan sekamar bersama, melakukan rutinitas seperti biasanya seakan tak terjadi apapun. Setiap detik waktu ku lalui berusaha ku nikmati sebaik mungkin bersama Nemo, melakukan hal-hal yang belum dan ingin kita lakukan, berusaha tetap ceria walau hati kami pada kenyataannya sama-sama menangis. Aku tak mampu bernafas dengan tenang lagi.
Kebahagiaan sejati itu kini di ujung tanduk bagiku, hanya sebuah harapan semu, ibarat aku bergelantungan di jurang dan bertahan pada seutas tali yang hampir putus, hanya tinggal menunggu tali itu putus dan aku terjatuh hancur ke dalam jurang.
Waktu berlalu terasa begitu berat ku lalui, aku tidak ingin berjalan lagi dan berharap semuanya berhenti hingga saat ini saja, selagi aku masih bersama Nemo tidak harus menanti perpisahan yang menyakitkan itu terjadi. Otak ku kusut semrawut kepalaku pusing seakan sedang di benturkan pada sebuah tiang pancang yang kokoh menjulang.
Segalanya tidak lagi sama, ini sangat menyakitkan untuk kami rasakan, bagaimana mungkin aku harus kembali patah hati dan harus kehilangan orang yang ku cintai, dan kali ini pasti akan lebih sangat menyakitkan karena rasa cintaku berkadar sangat besar padanya. Cinta ku sudah stadium 4 dan sebentar lagi akan koma dan sekarat.
Aku mengerti bahwa di dunia ini tidak ada yang kekal, karena setiap yang berawal pasti akan menuju akhir, seperti juga pada cinta yang ku miliki untuk Nemo, aku tak bisa egois berharap mendapatkan keabadian pada cintaku karena aku hidup di dunia fana. Aku harus bisa nrimo dan ikhlas.
Lagipula ada yang mengatakan cinta tak harus memiliki apalagi pada cinta dalam kasusku, sudah sangat jelas cintaku hanyalah cinta terlarang, oleh agama dan kehidupan, masarakat umum yang awam akan perasaanku tidak akan bisa menerima perasaan cintaku setulus dan sebesar apapun cintaku.
Apalagi jika Bunda tahu, beliau pasti akan sangat kecewa. Di tambah lagi kini dengan keadaan aku mencintai sosok yang berbeda dengan alamku, seekor ikan duyung jantan, lengkap sudah rintangan cinta yang harus ku hadapi.
Namun pada dasarnya aku adalah manusia biasa yang kadang tak mampu menerima kenyataan, rasanya aku tidak siap harus selalu berakhir seperti ini. Sebagai manusia biasa rasanya begitu sulit untuk menjadi sosok yang ikhlas menerima cobaan seberat ini.
Hari-hariku jadi semakin kehilangan semangat, di kantor atau dimanapun berada, kadang untuk makanpun aku merasa malas seakan aku tidak punya gairah hidup lagi. Yang sering aku lakukan adalah menangis sepuasnya di setiap ada kesempatan aku sedang tidak bersama Nemo karena tak mungkin aku menangis di hadapannya, aku tak ingin membuatnya semakin bersedih dan tak bahagia. Walau ku tahu dia sama tak bahagianya sepertiku saat ini.
Aku hanya harus berusaha menyiapkan diri, mengumpulkan kekuatan untuk suatu hari yang terburuk. Melepaskan dirinya dengan keikhlasan. Melepaskan cintaku pergi.
"Akhir-akhir ini ku lihat kamu tak bersemangat dan murung, ada apa teman?" Suara Romie mengagetkan lamunanku.
Saat itu sepulang bekerja aku menjemput Nemo namun karena dia belum selesai shift kerjanya aku menunggunya di ruangan pribadi Romie. Aku menghela nafas panjang dan berusaha tersenyum padanya, ku teguk sisa latte ku dan lalu menyalakan lighter, menyulut sebatang rokok mild ku.
"Entahlah, aku sedang bingung karena kini aku merasa ketakutan saat menyambut pagi, sehingga kadang aku jadi enggan tertidur.." Desahku.
"Aku tidak mengerti, apa yang membuatmu takut?" Ucap Romie dengan mengerutkan dahi.
Yah Romie takan pernah mengerti karena aku memang belum mengatakan apapun tentang masalah ini pada Romie, apalagi tentang Nemo yang seekor duyung, rasanya itu terlalu privacy untuk ku katakan pada orang lain walau itu pada sahabatku sendiri, rahasia ini biar ku simpan sendiri. Aku tidak ingin mencelakakan kekasihku jika ada orang lain yang tahu kenyataan langka itu, di dunia ini sesuatu yang langka selalu menjadi bahan ribut-ribut manusia, bahkan di jadikan bahan untuk ke untungan pribadi bagi sebagian orang yang berhati tamak. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Nemo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mermaid Boy
FantasyPurnama di atas Pangandaran tak lagi indah. Tiada makna. Semilir angin yang lembut membelai raga. Masih bagai hembusan bara menyala. Deburan gelombang menyiksaku. Masih bergejolak disini, masih terkoyak di sini. Oh cinta.. Kias artimu menjadi tangi...