Bab dua belas

1.6K 119 11
                                    

Selama beberapa hari, Willy tidak mendengar apapun dari Narendra, rasa amarahnya mereda untuk sementara waktu. Willy bekerja sudah lebih santai sejak proyek film selesai. Dalam waktu 1 minggu kedepan, Edward, teman studi Bimo yang sering mengurusi pengisian suara proyek film dari awal. Bimo pun di sini banyak berperan dalam memajukan karier Ed's studio dari awal dibentuknya. Jam lembur Willy untuk sementara berkurang. Di divisi still picture dan poster, pihak universitas dan organisasi mahasiswa tetap rajin mencetak poster. Kisaran jam 6 sore pun Willy untuk sementara bisa menikmati waktu senggang dari awal minggu itu. Hari Rabu sore, ia menikmati waktunya untuk jalan- jalan sekalipun ia tahu Jakarta hari Rabu sore kerap macet. Ia memilih untuk mengunjungi Grand Indonesia. Jam 6:49 ia baru masuk ke kompleks mall. Ia berjalan ke arah food court. Ia pun membeli menu ayam goreng di salah satu counter. Ketika ia berjalan mencari tempat duduk, ia melihat Abimanyu tengah makan sendiri.

"Eh Abi, lagi di sini juga yah..." sapa Willy.
"Eh kakak, iyah, lagi asik aja jalan- jalan. Duduk yuk di sini." jawab Abimanyu dengan senyum yang menawan.

Bahasa tubuh Abimanyu menunjukkan rasa senang bercampur gugup ketika duduk berhadapan dengan pria yang ia sukai itu.

"Tumben kakak jalan- jalan di sini."
"Iyah, satu proyek baru selesai, juga lagi butuh istirahat mata..."
"Kakak ada- ada aja, kalo mau istirahat mata ya ke gunung, camping... Bukannya malah suntuk ke mall... Hahaha." Gaya bicaranya memang sedikit mirip dengan Narendra, selain ikal rambutnya dan pancaran sinar wajahnya yang mirip. Hanya posturnya lebih langsing dan padat.
"Camping... Kagak banget itu... Es campina lebih enak kali..."
"HAHAHA... Kakak lucu deh..."

Tiba- tiba saja Willy seperti sedang melihat Narendra tertawa lepas. Mengapa setelah 10 tahun ia masih belum sanggup melupakan semuanya? Senyumannya dan wajah sumringahnya yang malah berreinkarnasi di dalam sosok Abimanyu yang juga mempunyai daya tarik yang tinggi dengan postur yang berbeda memberi kesan gesit dan cekatan.

"No toilet... No camping..." jawab Willy setengah bercanda.
"HAHAHA HAHAHA... Kakak ini... Mana ada toilet di tengah hutan... Wkwkwkwk..." Abimanyu tertawa lepas, semakin membuatnya tambah mirip dengan Narendra.

Tawa Abimanyu pun mereda, sementara Willy tersenyum manis, membuat Abimanyu terpesona yang ia sembunyikan rapih di balik tawa lepasnya.

"Kak, tolong buatin foto profil dong... Aku pengen di foto deh ama Kakak. Bang Danu, bang Dani ama jeng Fiona bilang kakak pinter banget fotonya." sambung nya manja.
"Boleh tuh, tapi kamu nya biasa aja, jangan gaya narsist ala abg yah. Cuek aja, ku nanti ku pasti bisa dapatkan ekspresinya." jawab Willy
"SIP..."

Willy pun mengeluarkan ponselnya, lalu membuka aplikasi kamera dan menunggu momen tepat. Sambil sesekali melirik ke arah layar untuk memastikan penempatan bingkai. Mereka pun berbincang- bincang. Sesekali Abimanyu tersenyum manis dan Willy pun menyentuh layar ponselnya. Karena asik mengobrol berdua, Abi pun lupa akan ponsel yang di arahkan kepadanya, tertawa lepas atau menoleh ke arah anak kecil yang di tuntun ibunya.

"Nih liat, mana yang kamu suka..." sahut Willy memperlihatkan foto bidikannya.

Abi menatap dan menggeserkan jarinya pada layar ponsel dengan senyum lebar.

"WAH... Kakak memang pintar. Aku kok jadi cakep kayak gini... AAAAHHH INI AKU SUKA! Kak... kirim dong..." Abi dengan gaya adik manjanya menatap ke arah foto yang tadi di buat sebelumnya.

Di salah satu foto, ia melihat dirinya sedang tersenyum lebar menatap langsung ke kamera dengan rambut ikalnya yang sangat tebal sambil mengacungkan 2 jempol, terlihat tampan menawan dengan sederetan gigi yang putih bersih aja model.

"Ku kirim lewat email yah semuanya aja yah, tinggal kamu hapus- hapus yang kurang bagus."
"Jangan di hapus... Semuanya bagus..." Abi dengan wajah manjanya sungguh menggugah rasa sayang Willy.

2 Sisi Koin 2 Sisi Cinta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang